Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja akan mewaspadai dalam menentukan target kredit konsumer karena pelemahan daya beli masyarakat tahun ini. Menurutnya, kondisi tahun ini berbeda dibandingkan masa pandemi tahun 2020-2021 lalu yang dibantu oleh bantuan sosial (bansos) serta dukungan berbagai promo e-commerce.
Jahja mengungkapkan, saat ini harga-harga barang dan jasa mulai merangkak naik. Ia mencontohkan, misalnya saja di sisi e-commerce, usai melewati masa bakar duit tersebut, sejumlah biaya seperti layanan antar kian mahal.
"Artinya apa? Buying power ini makin melemah dan itu terefleksi dari penjualan para produsen kita, SME komersil yang relatively agak stagnan. Itu menyebabkan kita tahun ini harus lebih hati-hati dalam menentukan pricing daripada kredit konsumer ini," kata Jahja dalam konferensi pers Paparan Kinerja Tahun 2024 BCA secara virtual, dikutip Jumat (24/1)
Jahja melanjutkan, pihaknya akan membuat strategi yang lebih kompetitif dalam menentukan kredit konsumer, misalnya melalui kredit KPR. Apalagi, BCA memiliki paket KPR yang relatif sangat murah.
Meski demikian, pihaknya juga akan benar-benar memastikan apakah cicilan tersebut betul-betul bisa dilunasi konsumen. Jangan sampai konsumen memilih mengambil cicilan hanya karena melihat bunganya murah. Apalagi mengingat cicilan KPR dilakukan tidak hanya 1-2 tahun, tapi ada yang sampai 15 tahun.
"Saat ini kalau dia pinjam, sampai the whole time dia bisa bayar. Kalau nggak, hanya di awal saja dia bisa bayar, ternyata 1 tahun, 2 tahun dia macet," sebutnya
"Karena begitu harga disesuaikan dengan kondisi semula, itu cicilan pasti akan naik. Jadi itu ada risiko tidak bisa dipenuhi oleh customer. Nah, dia masuk karena melihat bunga murah doang, cicilan kecil. Jadi itu kita harus agak hati-hati," imbuhnya.
Ia menyebut, jika melihat tren dari kredit konsumer sepanjang 2024, dari total KPR yang disediakan BCA sebanyak 23.000, hanya ada sebanyak 6.000 yang betul-betul mempergunakannya untuk kebutuhan rumah. Sedangkan 16.000 sisanya untuk bisnis.
"Ternyata lebih banyak yang menggunakan itu untuk refinancing. Arti apa? Mereka sebenarnya menggunakan itu untuk modal kerja. Nah, ini juga harus kita perhatikan. Mungkin real demand terhadap perumahan, tapi mereka untuk replace mereka punya kebutuhan modal kerja. Itu yang kita harus amati. Kalau memang business tahun ini juga agak slow down, itu akan berkurang," katanya.
Harapannya, kredit konsumer tahun ini bisa tetap meningkat seiring dengan pemulihan daya beli. Namun, pihaknya juga siap untuk menghadapi kondisi terburuknya dengan melakukan berbagai penyesuaian.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Daya Beli Anjlok - Literasi Rendah, Tantangan Dana Pensiun 2025
Next Article BCA Finance dan BCA Multi Finance Resmi Merger, Ini Nasib Nasabahnya