Bos Mal Tunjuk Langsung Biang Kerok Mal Sepi Bak Kuburan-Toko Tutup

2 months ago 26

Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena mal atau pusat perbelanjaan sepi hingga tutup beberapa tahun terakhir marak terjadi di Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta. Kondisi ini semakin parah saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia di tahun 2020 lalu. Satu per satu toko alias tenant mal, termasuk di mal legendaris di Jakarta harus tutup karena tak bisa bangkit meski pandemi Covid-19 berlalu.

Meski begitu, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menegaskan, sepinya kunjungan di sejumlah mal, bahkan sampai harus tutup, tidak menunjukkan bisnis pusat perbelanjaan sedang dalam tren turun. Sebab, kata dia, sejak pandemi Covid-19 berakhir, masyarakat pun telah mulai berbondong-bondong ke mal. Bahkan, imbuh dia, kini juga jalanan sudah kembali macet, dan kapasitas parkir di beberapa mal ada yang selalu penuh, terutama saat akhir pekan (weekend). 

"Jadi, yang perlu menggarisbawahi, kita bisa lihat di Jakarta terutama, beberapa mal tingkat kunjungannya semakin menurun, semakin sepi. Ini bukan karena diakibatkan bisnis malnya yang sedang turun di Indonesia. Tidak gitu loh. Kenapa? Kita lihat banyak sekali mal yang justru kebalikannya, ramai. Bahkan, setiap weekend, setiap hari libur itu susah parkir," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (17/2/2025).

"Jadi saya kira ini menunjukkan bukan karena bisnis pusat perbelanjaan di Indonesia yang sedang menurun. Tidak, tidak demikian begitu. Kalau memang kondisinya bisnis itu memburuk, tentunya hampir semua mal akan sepi, tingkat kunjungannya akan semakin menurun begitu. Itu yang harus digarisbawahi, bahwa ada pusat perbelanjaan yang tingkat kunjungannya semakin menurun, kinerjanya semakin menurun bukan karena akibat kondisi pusat perbelanjaannya, bisnis pusat perbelanjaan di Indonesia," tegas Alphonzus.

Lalu apa penyebab mal-mal itu sepi?

Alphonzus menjelaskan, sepinya pusat-pusat perbelanjaan atau mal-mal tersebut karena tidak sigap merespons perubahan yang terjadi, terutama dalam menangkap kebutuhan masyarakat. 

"Mal sekarang itu tidak bisa lagi hanya sekedar berfungsi sebagai tempat belanja. Tidak bisa lagi hanya berfungsi sebagai shopping talk. Tidak bisa. Jadi harus diberikan fungsi lain daripada pusat perbelanjaan, yaitu adalah customer experience. Customer journey. Nah, mal-mal ini harus bisa segera merubah dirinya supaya tidak hanya sekedar berfungsi sebagai tempat belanja. Tapi harus ada fungsi customer experience tadi. Kalau ini tidak bisa, maka akan ditinggalkan oleh pelanggannya begitu," tegasnya. 

"Apalagi, pada saat Covid, kan mal praktis tutup. Tidak beroperasi. Akhirnya bagaimana? Customer, masyarakat-masyarakat kan berbelanja dengan online. Sama sekali tidak datang ke pusat perbelanjaan karena dilarang. Nah, ada beberapa pelanggan, customer pada saat Covid sudah mereda, pada saat PPKM sudah dicabut, ada sebagian konsumen yang tidak kembali ke pusat belanja," ungkapnya.

Hal itu, jelasnya, karena konsumen sudah terbiasa dengan pola belanja online. Sehingga, mal-mal atau pusat perbelanjaan seharusnya fokus untuk menarik kelompok masyarakat yang sudah terbiasa dengan belanja online itu, mau dan kembali berbelanja di mal atau pusat perbelanjaan. 

"Intinya adalah fungsi dari pusat perbelanjaan. Fungsi pusat perbelanjaan saat ini bukan lagi hanya sekedar sebagai tempat belanja. Saya kira itu kuncinya," cetus Alphonzus.

"Jadi pertama kita harus sepakati dulu bahwa fungsi pusat perbelanjaan sekarang bukan lagi hanya sekedar tempat belanja. Harus ada fungsi lain yaitu fungsi experience, customer journey, customer experience. Saya rasa itu yang harus diberikan," sambungnya.

Hanya saja, lanjut dia, pemilik mal atau pusat perbelanjaan juga harus menyadari, customer experience, customer journey bisa berubah setiap saat. Karena sangat identik dengan dengan gaya hidup. 

Pusat perbelanjaan, ujarnya, harus dapat berfungsi memberikan kebutuhan pelanggan (customer).

"Gaya hidup ini kan selalu berubah setiap saat. Apalagi dunia sekarang sudah demikian terbuka dengan sosial media dan sebagainya. Jadi apalagi di kota-kota besar, gaya hidup masyarakat cepat sekali berubah. Nah ini, ini harus bisa punya kemampuan untuk menganalisa itu. Sekarang ini yang di customer experience, customer journey yang diperlukan oleh masyarakat saat ini itu adalah koneksi sosial," jelasnya.

"Kenapa koneksi sosial? Karena itulah yang dilarang pada saat Covid. Pada saat pandemi, boleh berinteraksi sosial tapi virtual. Nah, jadi yang dibutuhkan sekarang itu apa? Interaksi sosial yang bukan di dunia maya. Itulah yang harus diberikan oleh pusat perbelanjaan kepada customer-nya. Karena masyarakat itu butuh, butuh, butuh interaksi sosial tadi yang bukan di dunia maya, begitu," sebut Alphonsuz. 


(dce/dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Mal Sepi, Alih Fungsi Jadi Solusi

Next Article Kelas Menengah RI Bikin Mal Sepi-Beli Barang Murah, Ini Biang Keroknya

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|