Bos OJK: Ketidakpastian Dunia Akan Terus Berlangsung Gara-Gara Ini

5 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia — Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyoroti ketidakpastian global akan terus berlangsung dalam waktu yang lama. Hal ini adalah kelanjutan dari kondisi yang sudah membayangi perekonomian dunia dalam beberapa waktu terakhir.

Mahendra menyampaikan bahwa puncak ketidakpastian global pernah terjadi saat momen "Liberation Day" oleh Presiden AS saat itu, Donald Trump, pada 2 April. Namun, sebelum itu pun, rencana dan pencanangan perang dagang telah lama bergulir di ranah internasional.

"Tapi terlepas dari teknis negosiasi perdagangan namun tidak ada yang menyangkal bahwa kondisi ketidakpastian dunia ini akan terus berlangsung," ungkap Mahendra dalam paparan Outlook Ekonomi DPR di Jakarta, Selasa, (20/5/2025).

Mahendra juga menyinggung bahwa saat ini Amerika Serikat mengalami komplikasi ekonomi yang tercermin dari penurunan peringkat utang oleh lembaga Moody's, dari AAA menjadi AA1. Penurunan ini mencerminkan bagaimana investor dan pasar merespons kondisi ekonomi AS yang semakin rentan.

Ia menambahkan bahwa selain persoalan defisit ganda yang telah berlangsung lama, kini Amerika dihadapkan pada risiko defisit tiga lapis atau triple deficit. Ketiga defisit itu mencakup defisit anggaran, defisit perdagangan, serta risiko defisit pada neraca modal atau capital account.

Ketidakpastian juga mencakup aspek iklim investasi, yang semakin tidak menentu belakangan ini. Spekulasi mengenai potensi perubahan struktur kabinet turut memperkeruh arah kebijakan dan persepsi pasar.

Namun demikian, Mahendra menilai bahwa berbagai ketidakpastian yang dahulu masih berupa prediksi kini telah banyak yang terjadi. Menurutnya, kondisi tersebut memperkuat urgensi bagi semua pihak untuk bersikap waspada dan responsif terhadap gejolak ekonomi global.

Seiring dengan dinamika global tersebut, pasar dalam negeri mencatat arus dana asing tercatat jual bersih dari pasar keuangan domestik pada pekan lalu. Aksi outflow tersebut merupakan yang terbesar khususnya didominasi oleh jual bersih pada Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Bank Indonesia merilis data transaksi 8–10 April 2025 yang secara agregat investor asing tercatat jual neto Rp24,04 triliun. Akumulasi jual neto tersebut didorong jual neto di pasar SRBI, Surat Berharga Negara (SBN), dan saham masing-masing sebesar Rp10,47 triliun, Rp7,84 triliun dan Rp5,73 triliun.

Aliran neto asing sepanjang tahun 2025 (ytd), berdasarkan data settlement sampai dengan 10 April 2025, tercatat beli neto Rp7,11 triliun di SRBI dan Rp13,05 triliun di pasar SBN, sementara itu, jual neto Rp32,48 triliun di saham.

Pekan kemarin adalah waktunya perang tarif dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Sentimen tersebut memberikan dampak yang signifikan bagi pasar keuangan global termasuk Indonesia.

Pasar saham, obligasi, nilai tukar rupiah, hingga SRBI pun ikut terdampak negatif dengan adanya ketidakpastian dan saling serang tarif impor dagang antar kedua negara tersebut.


(mkh/mkh)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Premi Lari ke Luar, Efek Reasuransi Lokal Tak Bisa Tampung?

Next Article Bos OJK: Mayoritas Negara Dunia Ekonominya Tumbuh Di Bawah Ekspektasi

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|