Jakarta, CNBC Indonesia - Penipuan yang menggunakan Fake BTS ternyata bukan baru tahun 2025 saja terjadi. Sebelumnya pernah terjadi pada periode Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) beberapa waktu lalu.
"Ancaman fake BTS ini telah terjadi pada tahun 2019 dan 2023. Pada saat periode Pilkada maupun Pilpres. Namun terjadi hanya sesekali," kata Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Denny Setiawan dalam Profit CNBC Indonesia, Rabu (6/3/2025).
Namun pada awal 2025, penipuan itu berkembang dan menyasar perbankan. Denny menjelaskan beberapa wilayah yang disasar seperti Jakarta, Bandung hingga Denpasar.
Denny mengatakan berdasarkan monitoring pihak Balai Monitor kementerian, pemancar yang dilakukan sifatnya intermittent. Alatnya bisa sangat kecil ataupun menggunakan HP dengan power yang kecil serta berpindah-pindah.
"Kurang lebih 2 menit dan intermittent sehingga sulit sekali untuk melakukan pelacakan sumber pancaran," ungkap dia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Muhammad Arif Angga menjelaskan alat Fake BTS yang digunakan mudah didapatkan. Untuk itu dia meminta agar bisa menertibkan peredaran alat tersebut.
"Mungkin alat-alat ini kalau kita pelajari bukan alat-alat yang susah juga didapat di market ya. Dan teknologinya juga bukan teknologi yang sebenarnya enggak canggih-canggih banget dan memang ini butuh kerja keras juga saya yakin dari pihak komdigi maupun pihak penegak hukum untuk benar-benar menertibkan ini," jelas Arif.
"Tapi mungkin satu langkah yang mungkin bisa saya usulkan adalah bagaimana ya mungkin penegak hukum sweeping mungkin toko-toko atau apapun yang memang dianggap punya alat yang berpotensi dapat disalahgunakan menjadi alat yang seperti ini untuk menyebarkan informasi yang salah," ujar dia menambahkan.
Pernah dilarang
Mengutip Detik.com pada 2019, Agung Harsoyo yang saat itu menjabat sebagai Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengungkapkan fake BTS ini pernah dipergunakan sejak pilkada DKI Jakarta namun dengan jumlah yang belum terlalu banyak. Jumlahnya kian banyak saat pemilu 17 April tahun tersebut.
Agung menjelaskan alat Fake BTS bisa melakukan intersepsi jaringan operator tertentu di sekitar BTS terdekat. Alat ilegal itu akan memancarkan frekuensi seperti BTS operator.
"Jadi, fake BTS ini memancarkan frekuensi seolah-olah BTS operator. Padahal sesungguhnya ini murni tanpa melalui core atau billing sistem operator. Mereka melakukan intersepsi di antara BTS dan pelanggan telepon selular," jelasnya.
Kasus yang mencuat pada 2019 juga membuat BRTI meminta menyetop penjualan perangkat untuk penyebar SMS palsu. Hal ini diungkapkan dalam Siaran Pers No. 84/HM/KOMINFO/04/2019 berjudul Tangkal Penyebaran Konten Negatif, BRTI Larang Jual Beli dan Penggunaan Perangkat Penyebar SMS Palsu.
Saat itu, BRTI menemukan adanya penggunaan perangkat yang disebut fake BTS untuk menyebarluaskan konten negatif dengan SMS. Mulai dari penyebarluasan konten negatif seperti hoaks, berita palsu, provokasi, ujaran kebencian dan pelanggaran konten informasi negatif lainnya dengan menggunakan SMS.
Ismail yang kala itu menjabat sebagai Ketua BRTI mengatakan penggunaan perangkat telah melanggar UU Telekomunikasi dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pihaknya telah meminta para vendor perangkat idak lagi menjual perangkat itu, termasuk meminta e-commerce dan toko online untuk menutup iklan yang menawarkan perangkat fake BTS.
"Kami minta semua pihak terkait untuk berhenti menggunakan perangkat yang tanpa Sertifikat Kominfo semacam itu," ujar Ismail.
(dem/dem)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Ancaman BTS Palsu Kirim SMS & Kuras Rekening, Ini Bahayanya!
Next Article BTS Palsu Kirim SMS Kuras Rekening ke HP, Menkomdigi Buka Suara