Cahaya Pagi, Cahaya Alquran

2 hours ago 4

Oleh:Nur Hadi Ihsan, Dosen Universitas Darussalam Gontor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sabtu pagi, 20 September 2025. Udara di Auditorium Pondok Modern Darussalam Gontor Putri Kampus 3 begitu teduh. Sinar matahari menyusup lembut lewat jendela, menyapa panggung yang berhias dekorasi bernuansa Qur’ani. Kaligrafi indah, cahaya lampu temaram, dan wajah-wajah yang duduk khidmat menjadikan suasana terasa lebih dari sekadar seremoni.

Pagi itu digelar Pembukaan Haflah Tilawatil Qur’an (HTQ) dan Haflah Hifzhil Qur’an (HHQ) Tingkat Nasional untuk Pondok Pesantren Putri. Namun, bukan hanya itu: hari bersejarah ini juga menandai milad 100 tahun perjalanan Gontor yang didirikan pada 20 September 1926. 100 tahun kiprah panjang yang diterangi cahaya Alquran.

Di dalam auditorium, para santriwati duduk rapi; sebagian menatap panggung dengan mata berbinar, sebagian lain menunduk dalam doa. Atmosfer terasa bening, seakan cahaya pagi berpadu dengan cahaya wahyu ilahi.

Benang Syukur

Ketika Ketua Panitia Peringatan 100 Tahun Gontor Divisi Gontor Putri, Dr. Asif Trisnani, M.Ag., melangkah ke podium, ia tidak sekadar menyampaikan laporan. Kata-katanya bergetar penuh rasa syukur, menyulam kerja kecil panitia menjadi bagian dari sejarah besar:

“Acara ini adalah bagian dari rasa syukur kita. Bahwa perjalanan 100 tahun bukan sekadar angka, melainkan amanah sejarah.”

Hadirin menyimak dalam diam. Seolah mereka menyadari, cahaya sejarah itu lahir bukan hanya dari hal-hal besar, melainkan juga dari kerja-kerja ikhlas yang kerap tersembunyi.

Pusat dari Segala Ilmu

Suasana semakin hening ketika Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, Drs. K.H. M. Akrim Maryat, Dipl.Ad.Ed., berdiri menyampaikan pesan dan nasihat. Wibawanya teduh, seperti bayangan pohon besar yang menaungi. Kalimatnya sederhana, tetapi menghunjam:

“Alquran adalah pusat dari segala ilmu dan amal. Gontor lahir, tumbuh, berkembang, dan akan terus berjalan bersama cahaya Alquran.”

Kiai Akrim menegaskan:"Gontor adalah Pondok kita, bukan Pondok kami. Sejak tahun 1958, Pondok ini telah diwakafkan kepada umat Islam. Maka, seluruh umat turut bertanggung jawab atas masa depannya."

Beliau mengingatkan isi Piagam Wakaf, salah satunya tentang menghidupkan bahasa Arab. “Dengan acara ini kita menghidupkan bahasa Arab,” tegasnya. “Menghidupkan Alquran berarti menghidupkan bahasa Arab, dan menghidupkan bahasa Arab berarti menghidupkan Alquran.”

Beberapa santriwati menunduk, mata mereka berkaca-kaca. Kata-kata itu bukan sekadar nasihat, melainkan janji: bahwa 100 tahun perjalanan ini tak pernah lepas dari cahaya wahyu.

Suara yang Menyala

Tak lama kemudian, cahaya itu menjelma menjadi suara. Dr. Maria Ulfa, M.Ag., qari’ah internasional legendaris, hadir menyapa hadirin. Sambutan tepuk tangan panjang segera hening begitu ia berbicara. Suaranya lembut, namun penuh ruh:

“Alquran bukan hanya untuk didengar, tetapi untuk dihidupkan, dirasakan, dan diamalkan.”

Kalimat itu menggema, menetes ke dalam jiwa. Auditorium seakan berubah menjadi mihrab besar—tempat cahaya suara bertemu dengan cahaya hati.

Cahaya yang Tak Pernah Padam

Tiga suara itu—Ketua Panitia dengan rasa syukurnya, Pimpinan Pondok dengan pesan kepemimpinannya, dan Qari’ah internasional legendaris dengan lantunan ruhaniahnya—menyatu dalam satu harmoni. Semuanya menegaskan hal yang sama: cahaya pagi di auditorium hanyalah bayangan kecil dari cahaya besar Alquran yang terus hidup dalam sejarah Gontor.

Di balik semarak tepuk tangan penutup, ada kesadaran yang tumbuh: 100 tahun bukanlah titik akhir, melainkan pintu baru. Sebuah permulaan baru.

Cahaya pagi hari itu hanyalah pengingat, bahwa selama Alquran dijaga, tilawah dilantunkan, dan amal diikhtiarkan, cahaya itu tidak akan pernah padam.

Gontor bukan sekadar berdiri di atas sejarahnya. Ia berdiri di atas cahaya Alquran—yang menghidupkan 100 tahun kemarin, hari ini, dan insya Allah 100 tahun yang akan datang.

Mantingan, 20 September 2025

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|