REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Polda Jawa Timur dan jajarannya menyita 11 buku yang diduga berkaitan erat dengan aksi kerusuhan pascademo di Surabaya dan Sidoarjo pada 29-31 Agustus 2025. Buku yang disita dinilai bersifat anarkis di antaranya "Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme" karya Franz Magnis-Suseno, "Anarkisme: Apa yang Sesungguhnya Diperjuangkan" karya Emma Goldman, "Kisah Para Diktator" karya Jules Archer, "Apa itu Anarkisme Komunis?" karya Alexander Berkman, dan "Strategi Perang Gerilya Che Guevara".
Dirreskrimum Polda Jawa Timur Kombes Pol Widi Atmoko mengatakan, setelah melakukan penyelidikian, polisi mengamankan 18 pelaku yang diduga terlibat dalam aksi demonstrasi yang berujung pada kericuhan. Delapan pelaku dewasa dan 10 pelaku adalah anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).
Delapan pelaku dewasa itu antara lain MAN (18), BZ (21), AY (21), RAS (21), SBA (21), GS (21) yang merupakan warga Sidoarjo. Kemudian EPS (22) dan GLM (24) warga Surabaya.
Widi menyebut, masing-masing pelaku tersebut memiliki perannya tersendiri. "Seperti menyerang petugas dengan batu, merusak pos polisi Waru, hingga mencuri tameng pelindung kepunyaan petugas kepolisian," kata Widi kepada wartawan dalam jumpa pers di Mapolda Jatim, Kamis (18/8/2025).
Dia menjelaskan, saat dilakukan penggeledahan terhadap salah satu pelaku berinisial GLM, aparat kepolisian juga menemukan beberapa buku yang isinya diduga petugas mengandung paham atau aliran anarkisme. Sehari-hari, GLM bekerja membantu ibunya.
"Namun, yang terjadi bahwa kita tidak tahu apa yang dilakukan di luar rumah. Ada yang barang bukti langsung digunakan untuk melakukan perbuatan pidana, ada juga barang bukti yang nanti juga akan bisa untuk mengungkap yang diangkat dari pola jaringan dan latar belakang dari pelaku mengapa melakukan tindakan tersebut," katanya.
Widi menegaskan, tindakan penyitaan buku-buku tersebut dibutuhkan untuk proses penyidikan lebih lanjut terkait keterlibatan buku tersebut dalam mempengaruhi seseorang melakukan tindakan perusakan. "Ini kami mendalami dengan adanya buku baca dan baca ini, apa dasarnya disita? Untuk mendalami bahwa ya, apakah buku baca ini berpengaruh terhadap ya, cara pandang seseorang? Sehingga melakukan tindakan-tindakan anarkis," jelasnya.
Buku-buku yang disita dari GLM, menurut Widi, menjadi barang bukti penting untuk didalami. Alasannya, Polda Jatim ingin mencari keterkaitan atas motif serta pola hubungan peristiwa kericuhan tersebut apakah dipicu oleh bacaan tersebut. "Sehingga ini kita lakukan penyitaan. Jadi semua yang ada hubungannya dengan tindak pidana atau perbuatan pidana, kita lakukan langkah-langkah penyitaan ya," jelasnya.
Awal Mula Kerusuhan
Kombes Pol Widi Atmoko menjelaskan, kerusuhan pascademonstrasi bermula dari perusakan pos polisi Waru dan penyerangan aparat oleh sekelompok orang pada Sabtu (30/8/2025) dini hari. Awalnya ada massa aksi dari Surabaya yang akan memasuki wilayah Sidoarjo, tetapi berhasil dihalau petugas polisi sehingga berbalik arah.
Namun, tiba-tiba massa melakukan penyerangan dengan menggunakan batu ke arah petugas dan pos polisi tersebut. "Selain itu, massa juga melakukan pengeroyokan kepada petugas di Pos Polisi Waru, yang mengakibatkan seorang anggota Polresta Sidoarjo mengalami luka-luka di kepala," ucap Kombes Widi.
Massa tersebut merusak pos polisi lalu menyiramkan bensin dan membakar Pos Polisi Waru itu. Setelah itu massa membubarkan diri. Atas perbuatan perusakan dan penyerangan yang dilakukan, para pelaku dijerat Pasal 170 KUHP dengan ancaman kurungan penjara maksimal 5 tahun 6 bulan.
sumber : Antara