Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto masih memiliki tiga PR besar dalam perekonomian, meskipun mampu menyelesaikan setidaknya lima tantangan selama setahun masa kepemimpinannya sejak 20 Oktober 2025.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengungkapkan, lima tantangan perekonomian yang berhasil diselesaikan Prabowo dalam satu tahun masa kepemimpinannya ini pertama terkait dengan mengembalikan laju pertumbuhan ekonomi di atas 5%.
Sebagaimana diketahui, pada kuartal II-2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) berhasil tumbuh di level 5,12% secara tahunan atau year on year (yoy), dari sebelumnya pada kuartal I-2025 mengalami kemerosotan ke level 4,87%.
"Tentu saja pertumbuhan ekonomi 5% ini dicapai tidak dengan mudah di tengah tadi yang Pak Presiden sampaikan, konflik geopolitik dan juga instability dalam global financial situation saat ini," kata Andry dalam Squawk Box CNBC Indonesia, dikutip Senin (27/10/2025).
Tantangan kedua, yang berhasil dilalui oleh Pemerintahan Prabowo, menurut Andry ialah menjaga tekanan inflasi di level target Bank Indonesia (BI) kisaran 2,5% plus minus 1%. Per September 2025, tekanan inflasi tercatat di level 2,65% yoy.
"Tingkat inflasi yang ada saat ini memberikan dua hal. Yang pertama adalah tetap menjaga living cost, biaya hidup masyarakat di Indonesia, terutama kalau kita lihat yang perlu dijaga juga inflasi tingkat pangan," ucap Andry.
"Yang kedua juga tetap memberikan insentif bagi dunia usaha, karena kalau inflasinya terlalu rendah juga, misalnya ke arah misalnya di bawah 1%, tentu saja buat dunia usaha tidak ada insentif kemudian untuk memproduksi," tegasnya.
Masalah ketiga, kata Andry terkait dengan stabilitas pasar keuangan yang cenderung terjaga dari gejolak ketidakpastian dan tekanan ekonomi global selama era pemerintahan Presiden AS Donald Trump. Stabilitas itu terjadi di nilai tukar rupiah, pasar modal, dan pasar surat berharga negara (SBN).
"Dan volatilitas kalau lihat di tiga indikator situasi di global, yakni currency, global equity dan juga bond market, itu jauh lebih volatile di Trump 2.0 ini. Jadi stabilitas di sektor keuangan ini tentu saja kinerja yang hebat dari para otoritas, otoritas fiskal, otoritas moneter dan juga perbankan," paparnya.
Keempat, Andry melanjutkan, tantangan yang berhasil diatasi pemerintahan Prabowo Subianto terkait dengan upaya memperbaiki ketimpangan masyarakat. Pada Maret 2025, BPS mencatat ketimpangan yang tercermin dari gini ratio menjadi yang terendah dalam periode 2019-2025, yakni di level 0,375.
Terakhir, capaian kelima terbesar masa pemerintahan Prabowo Subianto kata Andry ialah keberhasilan menyelesaikan kesepakatan perdagangan dengan sejumlah kelompok ekonomi besar, seperti Eropa maupun Afrika, di tengah tekanan narasi proteksionisme yang di bawah pemerintah AS melalui kebijakan tarif resiprokal Donald Trump.
Dengan Eropa, misalnya, pemerintah berhasil mencapai kesepakatan substansial Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) pada September lalu. Padahal, perundingan itu sudah dilakukan hampir satu dekade yang lalu.
"Ini sudah membuka suatu jalan untuk kemudian bagi kita mendiversifikasi tujuan ekspor dan juga kemudian bisa meningkatkan ekspor kita ke depan.
Di tengah tadi tantangan tarif Trump, bahkan juga kemudian kita juga mendekati negara-negara di benua Afrika yang sebenarnya kita punya ruang untuk meningkatkan produk-produk dari UMKM kita untuk didorong untuk diekspor ke sana," tutur Andry.
PR yang Belum Selesai
Andry mengingatkan, setelah berhasil menyelesaikan lima tantangan itu, Prabowo masih memiliki tiga PR yang harus dikerjakan untuk memperkuat struktur perekonomian Indonesia supaya bisa tumbuh ke level 8% sesuai target selama lima tahun masa pemerintahannya.
PR pertama kata Andry adalah memperbaiki struktur produksi PDB agar lebih berkelanjutan. Caranya dengan fokus perbaikan pada sektor-sektor industri yang selama ini berkontribusi besar terhadap PDB namun belum mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat.
Sektor itu di antaranya ialah pertanian, perkebunan, dan perikanan memiliki kontribusi hingga 14% terhadap produk domestik bruto (PDB) di Indonesia. Lalu, makanan dan minuman, yang kontribusinya ke PDB kisaran 19%, serta perdagangan besar dan eceran mencapai 13%. Meski kontribusi besar, tiga sektor itu pertumbuhannya selalu di bawah 5%. Sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan bahkan tumbuhnya hanya 2,2%.
"Jadi kisaran 2,2% misalnya, kalau kita bisa dua kali lipatkan pertumbuhannya, ini tentu saja akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara struktural lebih baik lagi ke depannya dan juga dalam hal penyerapan tenaga kerja," paparnya.
Kedua, PR yang mesti diselesaikan Prabowo kata Andry terkait dengan perbaikan industri manufaktur yang dalam satu dekade terakhir mengalami periode deindustrialisasi dini, yakni kontribusinya kian menyusut terhadap PDB.
Untuk mengatasi masalah itu, Andry menganggap, tidak ada opsi lain selain mendorong percepatan investasi yang berkualitas dengan menggerakkan penciptaan iklim investasi yang kondusif di tingkat pusat maupun daerah.
"Jadi semua kepala daerah dan pemerintah daerah bersama pemerintah pusat itu juga kemudian bisa saling bersaing untuk mengundang foreign investors, direct investors, karena kita membutuhkan direct investment yang luar biasa besar. Karena kita negara yang masih menghadapi tantangan saving investment gap yang cukup besar," tegas Andry.
Terakhir, masalah yang harus segera diselesaikan Presiden, kata Andry ialah kembali memperbaiki kondisi kelas menengah yang terus tertekan hingga 2024.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah kelas menengah yang menyusut di Indonesia dari posisi 2019 sebanyak 57,33 juta orang menjadi hanya 47,85 juta orang pada 2024 menyisakan tekanan daya beli pada tahun ini, yang tercermin dari lambatnya laju konsumsi rumah tangga.
Laju konsumsi kini tak lagi mampu tumbuh di atas 5%. Pada Kuartal II-2025 konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97% yoy dengan kontribusi 54,25% ke PDB. Tak mengalami perubahan signifikan dari posisi kuartal I-2025 yang sebesar 4,95%, dan kuartal II-2024 sebesar 4,93%.
"Kalau kita bisa kemudian mengembalikan dengan penciptaan lapangan kerja dan juga kemudian bisa dengan insentif buat kelas menengah, saya rasa ini juga akan mengembalikan pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi dan investasi ke pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih baik lagi ke depannya," kata Andry.
Andry menjelaskan, pemerintah saat ini memang sangat berkepentingan untuk mempercepat pertumbuhan karena dalam satu dekade terakhir telah ketinggalan dibanding negara-negara tetangga dalam mencapai angka pertumbuhan di atas 5%. Akibatnya, banyak investor yang lebih memilih menanamkan modalnya atau foreign direct investment ke negara-negara seperti Vietnam.
"Karena secara relatif negara-negara tetangga kita sudah mampu kemudian tumbuh lebih agresif lagi dan ini yang menjadi salah satu alasan dasar kenapa investasi asing langsung banyak masuk ke Vietnam misalnya, ke negara-negara yang lain. Karena mereka membaca narasi pertumbuhan yang relatif lebih baik dari negara-negara tersebut," tutur Andry.
(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tak Mudah! Soeharto Butuh Waktu 10 Tahun Kerek Ekonomi RI 8%


















































