Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang mengevaluasi produksi bijih nikel di tahun 2025 ini. Kemungkinan produksi tersebut akan lebih rendah dibandingkan tahun 2024 lalu.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen) Kementerian ESDM Tri Winarno menegaskan, Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan pertambangan, khususnya nikel, periode 2024-2026 akan dilakukan evaluasi terhadap semua aspeknya.
Hal itu dilakukan, supaya produksi nikel tidak dilakukan secara 'jor-joran'. Makanya, pemerintah merasa perlu untuk melakukan kontrol atas produksi tersebut.
"Kemungkinan bisa dipotong kalau memang ada yang tidak komitmen dengan jaminan reklamasi pasca tambang, kecelakaan tambang tinggi dan lain sebagainya. Intinya kita akan lakukan evaluasi lah," ungkap Tri Winarno kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (13/1/2025).
Tri Winarno mencatat, tahun 2024 lalu produksi bijih nikel mencapai sekitar 215 juta ton per tahun. Realisasi produksi itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2023.
"Tahun 2025 bisa jadi kita turunkan. Ini untuk mineral dan batu bara, karena harga turun terus, kita eksportir terbesar di dunia, coba kita evaluasi," ungkap Tri.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga sudah mengungkapkan, pihaknya mengkaji kuota produksi nikel di tahun 2025 ini. Hal ini dilakukan guna menstabilkan harga komoditas tersebut yang saat ini sedang melemah di pasar global.
Tim dari Kementerian ESDM, kata Bahlil, tengah mengevaluasi total kebutuhan nikel di dalam negeri. Dengan demikian, pihaknya dapat memperkirakan seberapa besar Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan nikel yang akan disetujui pada tahun ini.
"Jadi gini, saya sama Dirjen Minerba dan tim dari Kementerian lagi mengkaji berapa total kebutuhan nikel, dari berapa total kebutuhan nikel, kemudian kita bisa lihat RKAB-nya berapa," ungkap Bahlil dalam Konferensi Pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (3/1/2025).
Bahlil menilai jumlah produksi yang berlebihan tidak selalu baik karena dapat memicu kejatuhan harga di pasar. Oleh karena itu, ia menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara produksi dan permintaan agar harga tetap stabil.
"Jadi kami tetap menjaga keseimbangan dan harga, nah ini hukum permintaan penawaran bukan berarti semakin banyak RKAB itu semakin baik kalau semakin banyak kemudian harganya jatuh ya kasihan teman-teman yang melakukan usaha penambangan nikel," ungkap Bahlil.
Bahlil menyampaikan bahwa sejatinya produksi nikel harus disesuaikan dengan kebutuhan industri dalam negeri dan pasar ekspor, sehingga volume yang dihasilkan tidak membuat harga komoditas tersebut terjun bebas.
"Jangan sampai kita jor-joran yang paling bagus itu adalah RKAB-nya banyak harganya bagus nah itu oke tapi kalau harganya anjlok kemudian kita kasih RKAB-nya banyak tambah anjlok lagi mau kalian begitu?," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, harga nikel dunia jatuh mendekati posisi terendah. Pelemahan terjadi di tengah isu berlebihnya pasokan nikel global.
Dilansir dari London Metal Exchange (LME) pada Jumat (10/1/2025), harga nikel dunia kontrak tiga bulan ditawarkan sebesar US$ 15.610 per ton. Posisi tersebut merupakan yang cukup rendah sejak 2021.
(wia)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Hilirisasi Nikel, Dukung Keberlanjutan & Daya Saing Global
Next Article Bahlil Optimistis Hilirisasi Tambang Tetap Dilanjutkan di Era Prabowo