China di Ambang 'Kiamat' Populasi, Pemerintah Buru-Buru Lakukan Ini

5 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah China berencana untuk mengambil langkah baru sebagai upaya meningkatkan angka kelahiran yang menurun dan mengatasi populasi lansia yang terus bertambah.

Langkah baru akan tetap diambil Beijing meskipun terjadi peningkatan jumlah bayi pada 2024, yang secara luas dikaitkan dengan berakhirnya kebijakan ketat China pada era pandemi, di mana angka kelahiran telah menurun secara stabil selama bertahun-tahun.

Dokumen yang diserahkan menjelang sidang tahunan kongres China yang hanya memberikan stempel karet pekan ini menguraikan langkah-langkah yang bertujuan untuk melembutkan dampak populasi yang menua sekaligus mendorong pasangan muda untuk memiliki lebih banyak anak.

Menurut laporan Reuters, salah satu langkah tersebut mencakup peningkatan sederhana dalam tunjangan dasar minimum untuk orang lanjut usia di daerah pedesaan dan individu yang menganggur di kota-kota. Inisiatif lain berupaya untuk memperluas layanan bagi penyandang disabilitas di daerah pedesaan China yang sering terabaikan.

Perdana Menteri Li Qiang juga menyoroti rencana untuk "secara bijaksana memajukan reformasi guna menaikkan secara bertahap" usia pensiun menurut undang-undang, sebuah perubahan yang secara resmi dimulai tahun ini.

Para pembuat kebijakan juga mengusulkan subsidi untuk pengasuhan anak usia dini dan memperluas layanan bagi perempuan di tahap awal kehamilan, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Laporan itu juga menyebut bahwa otoritas China telah mencoba untuk meluncurkan insentif dan langkah-langkah untuk mendorong pasangan memiliki bayi, yang mencakup perluasan cuti hamil, tunjangan keuangan dan pajak untuk memiliki anak serta subsidi perumahan.

Namun, tingginya biaya membesarkan anak dan diskriminasi di tempat kerja sering disebut sebagai alasan utama mengapa banyak perempuan China menunda kelahiran demi kemajuan karier.

"Tanpa reformasi yang komprehensif, upaya ini mungkin hanya memiliki dampak marjinal dalam membalikkan tren penurunan kesuburan," kata Xiujian Peng, peneliti senior di Pusat Studi Kebijakan Universitas Victoria di Melbourne, mengatakan kepada Newsweek, seperti dikutip Senin (10/3/2025).

Peng menyebut pengalaman internasional menunjukkan bahwa kebijakan yang lebih komprehensif cenderung lebih efektif. Misalnya, Prancis berhasil meningkatkan angka kesuburannya dari 1,64 pada tahun 1993 menjadi 1,8-1,9 antara tahun 1990-an dan 2010-an, sementara Denmark mengalami peningkatan dari 1,38 pada tahun 1983 menjadi 1,7-1,8 selama periode yang sama.

"Kedua negara mencapai hal ini dengan menerapkan campuran kebijakan subsidi tinggi, pengasuhan anak universal, dan pengaturan kerja yang fleksibel. Langkah-langkah ini tidak hanya mengurangi beban keuangan dalam membesarkan anak tetapi juga membantu orang tua-terutama perempuan-menyeimbangkan kehidupan kerja dan keluarga dengan lebih efektif," jelasnya.

Angka kelahiran di China tahun lalu hanya mencapai 1,0 kelahiran per wanita, jauh di bawah tingkat penggantian sebesar 2,1 yang dibutuhkan untuk mempertahankan pertumbuhan populasi.

Tren penurunan ini terus berlanjut meskipun Kebijakan Satu Anak telah berakhir dan gelombang tindakan pro-natal telah dilakukan. Pada saat yang sama, China terus bergerak menuju masyarakat "super-ageing".

Populasi usia kerja (usia 14 hingga 64 tabun) diperkirakan akan menyusut dari 70 menjadi 64%pada tahun 2040. Hal ini menimbulkan hambatan jangka panjang bagi ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.


(luc/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Video: China Krisis Populasi, Angka Pernikahan Turun & Perceraian Naik

Next Article Fenomena Baru di China, Puluhan Ribu TK Berubah Jadi Panti Jompo

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|