China Tolak Bayar Tarif Trump, Warga AS Disuruh Bayar Sendiri

11 hours ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia - Ecommerce China, Temu, menambahkan pungutan impor di dalam platformnya sebagai respons atas tarif impor yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk produk asal Negeri Tiongkok.

Pengguna Temu kini harus membayar "import charge" dengan besaran sekitar 145 persen. Pungutan tersebut lebih tinggi dari harga barang, bahkan untuk beberapa produk lebih dari dua kali lipat harga produk.

CNBC International mencontohkan sebuah gaun musim panas dengan banderol US$ 18,47 (sekitar Rp 310 ribu), harganya menjadi US$ 44,68 (Rp 750 ribu) setelah dikenai pungutan impor US$ 26,21 (Rp 440 ribu).

Platform ecommerce China lainnya, Shein, juga menaikkan harga produk. Namun, Shein tidak menerapkan skema pungutan impor seperti Temu.

Temu dan Shein adalah platform yang paling terdampak oleh kebijakan impor Trump. Selain tarif 145 persen atas produk asal China, Trump juga menghapus pengecualian bea masuk atas produk dengan nilai di bahwa US$ 800. Mayoritas produk yang dipasarkan lewat Shein dan Temu masuk ke AS menggunakan skema "de minimis" tersebut.

Setelah perang tarif meledak, Temu mengumumkan penutupan iklan Google Shopping di AS pada 9 April lalu. Peringkatnya di toko aplikasi aplikasi langsung merosot tajam dari urutan ke-3 atau ke-4 menjadi ke-58.

Di saat bersamaan, Shein juga menunjukkan tanda-tanda keterpurukan. Sebagai informasi, Temu dan Shein menggunakan skema penjualan barang langsung dari produsen ke konsumen akhir tanpa perantara, sehingga bisa menjual barang super murah.

Desa Shein gelap gulita

Popularitas Shein telah mendatangkan berkah bagi penduduk di wilayah selatan Guangzhou, China. Bahkan, area itu dijuluki 'Desa Shein'. Pasalnya, ratusan pabrik memproduksi baju-baju murah untuk dijual dengan harga murah di area tersebut, yakni Distrik Panyu.

Setiap tahunnya, Shein mampu menjual baju dan item fesyen lainnya senilai US$30 miliar. Selama ini, Shein diuntungkan kebijakan de minimis AS yang membebaskan pajak bagi barang-barang impor di bawah US$800. Namun, kebijakan tersebut dihapus dan berdampak besar bagi mata pencarian warga Desa Shein.

Dalam kunjungan Reuters baru-baru ini ke Desa Shein, dilaporkan suasananya gelap gulita alias kelam.

Tiga bos pabrik dan 4 penyuplai hilir lokal mengatakan pemesanan Shein anjlok, dipicu penghapusan kebijakan de minimis dan kekhawatiran tarif Trump.

Mereka mempertimbangkan untuk mulai memindahkan fasilitas produksi ke Vietnam agar tak terdampak konflik geopolitik China-AS.

Tarif 145% yang ditetapkan Trump dan kebijakan de minimis yang dihapus untuk barang-barang impor China memunculkan pertanyaan besar terkait masa depan pabrik-pabrik di Guanzhou dan Shein secara umum.

Salah satu pemilik pabrik bernama Mr Li mengatakan sudah berbisnis sejak 2006. Ia memproduksi pakaian untuk pasar domestik dan internasional. Pabriknya sudah bermitra dengan Shein selama 5 tahun.

Menurut penuturannya, pemesanan dari Shein pada tahun ini sudah menurun 50%. Pasalnya, pemesanan lebih banyak berpindah ke Vietnam.

"Dampaknya sangat jelas. Tarif bukan sesuatu yang kami rasa akan berakhir dalam waktu dekat. Kami tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya," kata dia, dikutip dari Reuters, Rabu (16/4/2025).


(dem/dem)

Saksikan video di bawah ini:

Video: QRIS & GPN Indonesia Bikin AS Ketar-ketir?

Next Article Trik Aplikasi China Pembunuh UMKM Ketahuan, Amerika Lawan

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|