Jakarta, CNBC Indonesia - Layanan internet yang lebih cepat dan merata untuk jutaan warga di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) menjadi target utama dari merger antara PT XL Axiata Tbk, PT Smartfren Telecom Tbk, dan PT Smart Telecom Tbk ke dalam satu entitas baru: PT XL Smart Telecom Sejahtera Tbk yang resmi disahkan Pemerintah kemarin, Kamis (17/4/2025).
Pengesahan merger ini diumumkan oleh Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, dalam konferensi pers di Media Center Kementerian Komdigi, Jakarta Pusat, kemarin. Menurutnya, penggabungan ini bukan hanya keputusan korporasi, tetapi juga mewajibkan adanya komitmen nyata dalam bentuk target-target yang jelas dan dapat diukur.
"Di antaranya adalah, peningkatan kecepatan unduh hingga 16% pada tahun 2029, penambahan 8.000 BTS baru yang difokuskan pada daerah dengan layanan yang masih terbatas dan peningkatan akses layanan digital di lebih dari 175.000 sekolah, 8.000 fasilitas layanan kesehatan, dan 42.000 kantor pemerintahan di seluruh Indonesia," tegas Meutya, dalam siaran pers, dikutip Jumat (18/4/2025).
Selain itu, Pemerintah mensyaratkan agar entitas hasil merger bukan hanya memperluas jangkauan, tetapi juga meningkatkan kualitas dan keterjangkauan layanan.
"Kita pastikan harus dipenuhi oleh entitas baru ini yang bernama PT XL Smartfren Telecom Sejahtera Terbuka," imbuh Meutya.
Untuk menjamin kualitas layanan selama masa transisi, Meutya menegaskan bahwa tidak boleh ada gangguan atau penurunan mutu layanan bagi pelanggan. Pemerintah telah mewajibkan agar entitas baru tetap menjaga stabilitas jaringan dan kenyamanan pengguna.
Selain publik, dia menambahkan perhatian juga diarahkan pada perlindungan tenaga kerja. Menjawab kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK), Meutya menegaskan bahwa tidak akan ada PHK massal dalam proses ini.
"Kami memastikan seluruh hak tenaga kerja dijaga. Jika ada penyesuaian, harus dilakukan secara wajar, manusiawi, dan sesuai ketentuan hukum," ujarnya.
Meutya menegaskan bahwa Pemerintah akan melakukan pengawasan ketat termasuk laporan semesteran, audit independen, dan inspeksi lapangan. Jika komitmen tidak dipenuhi, sanksi administratif hingga penalti akan diberlakukan.
"Merger ini untuk penyehatan industri ke depan dalam kerangka membangun sebuah ekosistem atau transformasi digital sesuai amanah Presiden yang kita harapkan bisa lebih baik ke depan, dan juga sekali lagi lebih inklusif atau merata," tutup Meutya.
Dengan langkah ini, Pemerintah menegaskan posisinya sebagai pengawal transformasi digital yang tidak hanya dinikmati oleh segelintir, tetapi menjadi hak bagi seluruh rakyat Indonesia - dari kota besar hingga pelosok negeri.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Warga RI Diminta Pindah ke e-SIM, Apa Untung & Urgensinya?
Next Article XL Janji ke Karyawan Tak Ada PHK Dalam Waktu Dekat