Di Balik Turunnya Syariat Tayamum

2 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kondisi tidak ada air atau sedang sakit, Islam meringankan seseorang untuk tetap mendirikan shalat. Alih-alih berwudhu, seseorang dapat melakukan tayamum.

Tayamum adalah bersuci dari hadas kecil atau besar dengan debu, pasir, atau tanah yang suci. Tata caranya diatur menurut syariat.

Kisah turunnya wahyu tentang tayamum berawal dari peristiwa yang melibatkan ummul mukminin, 'Aisyah radhiyallahu 'anha. Dalam perjalanan pulang dari medan jihad, putri Abu Bakar ash-Shiddiq itu mengaku kehilangan kalungnya. Benda itu terbuat dari manik-manik zhifar yang indah.

Mengetahui itu, Nabi Muhammad SAW lalu menyuruh rombongan Muslimin untuk berhenti di Awwalatul Jaisy, yang berjarak sekitar Madinah. Beliau lalu menyuruh beberapa orang untuk mencarikan kalung milik istrinya itu. Benda itu diperkirakan jatuh di sekitar lokasi tersebut.

Semalaman orang-orang itu mencari, kalung tersebut tidak jua ditemukan. Barulah di sepertiga malam, benda itu berhasil didapatkan.

Sementara itu, perbekalan kaum Muslimin sudah habis. Sebab, makanan dan minuman disimpan dengan perkiraan bahwa mereka akan tiba di Madinah pada waktu sebelum isya.

Menjelang subuh, beberapa orang mengeluh kepada Abu Bakar. "Tidakkah engkau lihat apa yang dilakukan 'Aisyah? Ia telah menghentikan laju Rasulullah dan kaum Muslimin, padahal tempat ini (Awwalatul Jaisy) tidak ada air, dan kita pun kehabisan air," katanya.

Abu Bakar akhirnya ikut gusar. Pada waktu Ia lalu mendatangi kemah 'Aisyah. Ternyata, Rasulullah SAW sedang tertidur di pangkuan sang ummul mukminin.

"Lihatlah apa yang kau lakukan! Kau menahan kita semua hanya karena kalung!?" kata Abu Bakar kepada putrinya itu dengan nada kesal, tetapi sambil berbisik agar tak membangunkan Rasulullah.

'Aisyah merasa amat bersalah. Namun, ia tidak mau menangis atau bersuara karena takut akan membangunkan Rasulullah SAW yang sedang berada di pangkuannya.

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|