Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup cerah bergairah pada akhir perdagangan Rabu (15/1/2025), setelah Bank Indonesia (BI) secara mengejutkan memangkas suku bunga acuannya.
IHSG ditutup melejit 1,77% ke posisi 7.079,56. Melesatnya IHSG membuatnya makin mendekati level psikologis 7.100 di akhir perdagangan hari ini, setelah kemarin merana ke level psikologis 6.900.
Nilai transaksi indeks pada hari ini mencapai sekitar Rp 10,4 triliun dengan melibatkan 18,4 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali. Sebanyak 330 saham menguat, 264 saham melemah, dan 211 saham stagnan.
Secara sektoral, sektor keuangan dan properti menjadi penopang terbesar IHSG di akhir perdagangan hari ini yakni masing-masing mencapai 3,12% dan 2,63%.
Sejalan dengan sektor keuangan yang menjadi penopang terbesar IHSG, saham-saham perbankan raksasa pun mendominasi penopang IHSG, dengan saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menjadi yang paling besar yakni mencapai 42,9 indeks poin.
Selain BBRI, ada saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang juga menopang IHSG masing-masing sebesar 36,5, 14,9, dan 9,8 indeks poin.
Tak hanya saham perbankan raksasa, adapula saham PT Astra International Tbk (ASII) dan saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) yang juga menjadi penopang IHSG masing-masing mencapai 7,2 dan 3,4 indeks poin.
IHSG berhasil rebound hingga melonjak nyaris 2%, setelah BI secara mengejutkan memangkas suku bunga acuannya pada pertemuan di awal 2025.
BI menurunkan suku bunga acuanny (BI-Rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75% pada hari ini. Ini adalah penurunan suku bunga pertama di tahun ini. Sebelumnya, BI memangkas suku bunga sebesar 25 bps pada September tahun lalu.
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan ketika BI menurunkan BI Rate, ini sesuai dengan stance atau pandangan bank sentral 'prostability and progrowth'. Ini pun sejalan dengan masih terbukanya ruang penurunan suku bunga. Melihat dari momentumnya, BI menilai keputusan ini sudah sesuai dengan dinamika yang ada.
"Nah, waktunya tentu saja, sesuai dinamika yang terjadi di global dan internasional, Dan itu terus kamiterus ulang-ulang dari bulan ke bulan," kata Perry, dalam paparan hasil RDG BI, Rabu (15/1/2025).
Perry pun mengatakan dinamika yang dipantau BI mencakup dinamika global dan dalam negeri. BI, katanya, sudah memperhatikan arah kejelasan kebijakan yang terutama ditempuh pemerintah AS dan Fed Fund Rate (FFR).
Perry mengatakan penurunan FFR pada tahun diyakini hanya sebanyak satu kali. Dari arah ini, BI bisa memperkirakan arah pergerakan dolar indeks (DXY).
"Bukan kami menunggu semuanya jelas tapi kan pengambilan keputusan harus menunggu kepastian, meski belum jelas-jelas banget," paparnya.
Kedua, dari sisi domestik, BI mencermati bahwa inflasi dalam negeri cukup rendah dan akan tetap rendah ke depannya. Dengan inflasi rendah, maka ruang penurunan suku bunga terbuka ke depannya.
Selain itu, BI yakin nilai tukar rupiah saat ini tetap stabil dan sejalan dengan nilai fundamentalnya.
"Dan kami menakar nilai tukar itu sejalan dengan nilai fundamentalnya. Skenario nilai tukar sekarang dan ke depan konsistensi dengan pengendalian inflasi," ujar Perry.
Pertimbangan terakhir, kata Perry, adalah data survei ekonomi BI. BI melihat ada kecenderungan pertumbuhan ekonomi lebih rendah pada tahun ini. Pelemahan ini telah muncul sejak kuartal IV-2024 yang diperkirakan akan lebih rendah dari perkiraan.
"(Pertumbuhan ekonomi) 2024 sedikit lebih rendah dari 5% tapi di atas 5 ,1%. Tahun 2025, yang titik tengahnya 5,2% itu lebih rendah jadi 4,7%-5,5%. Jadi ini timing untuk penurunan suku bunga untuk menciptakan growth story yang lebih baik," ungkapnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Bos BEI: Bursa RI Memiliki Daya Saing Tinggi di Tingkat Global
Next Article IHSG Sentuh Rekor ATH Baru Usai Jokowi Reshuffle Kabinet