Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming telah resmi menginjak masa satu tahun pertama. Selama satu tahun ini, pemerintahan keduanya diwarnai oleh naik dan turun perekonomian.
Pada awal tahun, kuartal I-2025, BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 4,87% secara tahunan atau year on year (yoy). Laju pertumbuhan itu jauh lebih rendah dari kuartal I-2024 yang mampu melesat di level 5,11%, maupun kuartal IV-2024 yang tumbuhnya 5,02%. Konsumsi masyarakat pun menjadi sorotan.
Namun, pada kuartal II-2025, pertumbuhan mampu melesat hingga ke level 5,12% yoy saat itu. Laju pertumbuhan itu bahkan melampaui level kuartal I-2025 dan bahkan lebih tinggi dari level kuartal II-2024.
Alhasil, pemerintahan Prabowo-Gibran mendapatkan penilaian positif dari ekonom atas kinerja ekonomi selama satu tahun masa pemerintahannya. Meskipun mendapatkan rapor hijau, ekonom tetap memberikan catatan pembenahan yang harus dilakukan pemerintahan keduanya demi mencapai target pertumbuhan 8% pada 2029. Berikut padangan para ekonom.
- Ekonom Raden Pardede: We are not bad all
Ekonom Raden Pardede mengatakan bahwa kinerja ekonomi pemerintahan Prabowo tidak buruk, jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi di negara lainnya.
"Kalau kita bandingkan dengan perbandingan negara, not bad at all Itu intinya. Jadi kita dibandingkan dengan negara lain, we are not bad at all, kita bukan yang paling di bawah. Tetapi, kita harus bekerja lebih keras lagi, kalau untuk mencapai cita-cita yang terbaik," ucapnya dalam Forum Diskusi Capaian Satu Tahun Kinerja Kabinet Merah Putih di Bidang Perekonomian yang diselenggarakan pada Senin (20/10/2025) di Gambir, Jakarta.
Ada catatan tegas dari Raden Pardede jika pertumbuhan ekonomi di Indonesia ingin mencapai visi 8% harus mau mulai meninggalkan sumber daya alam. Raden mengatakan sumber daya alam sudah seharusnya bukan menjadi andalan bagi penerimaan dan motor ekonomi, melainkan hanya bonus saja.
"Kita harus ambil natural resources atau sumber daya alam sebagai bonus, bukan itu menjadi utamanya. Itu tambahan saja, jangan itu menjadi andalan," ucapnya.
Lantas apa yang harus menggantikan sumber daya alam sebagai mesin penggerak ekonomi menurut Raden Pardede?
"(Penggerak ekonomi) Kita harus sektor manufaktur, sektor manufaktur dan jasa," ucapnya.
Ia memperlihatkan bagaimana pertumbuhan negara-negara tetangga yang fokus terhadap industri manufaktur, seperti India dan Vietnam, mampu mengalahkan Indonesia.
Berdasarkan catatan Raden, pertumbuhan pendapatan nasional bruto per kapita secara CAGR pada 2015-2024 mencapai 3,8%. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan Vietnam 6,2% dan India 5,3%.
- Chief Economist, The Indonesia Economic Intelligence Sunarsip: Pencapaian Setahun Harus Diapresiasi
Chief Economist, The Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip memberikan apresiasi terhadap kinerja ekonomi Indonesia yang mampu tumbuh di atas 5% di tengah keringnya likuiditas global.
"Apa yang kita sudah capai setahun tentu kita harus apresiasi. Karena setahun terakhir memang tampaknya cukup berat. Khususnya karena faktor likuiditas. Tidak hanya likuiditas di nasional, tetapi likuiditas di global. Jadi kalau kita bisa tumbuh 5% dengan kondisi likuiditas yang cukup berat, itu mestinya kita harus apresiasi," kata Sunarsip dalam Forum Diskusi Capaian Satu Tahun Kinerja Kabinet Merah Putih di Bidang Perekonomian yang diselenggarakan pada Senin (20/10/2025) di Gambir, Jakarta.
Walaupun mengapresiasi, Sunarsip mengatakan bahwa pertumbuhan 5% saat ini masih belum cukup untuk menjadi modal menuju pertumbuhan ekonomi 8% karena berada di bawah trajectory. Sehingga diperlukan percepatan ekonomi pada 2026.
"Kalau kita lihat apa namanya trajectory-nya untuk menuju 8%, angka 5% itu masih di bawah trajectory yang kita sediakan dari awal. Awalnya kan kita berada di 5,3% di 2025. Jadi kalau kita mau menuju ke 8% dengan modal 5% nggak cukup. Artinya apa? Di 2026 target-nya itu harus lebih tinggi lagi," ungkap Sunarsip.
Ia pun membeberkan resep untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, hingga akhirnya kembali pada rel menuju 8%.
"Saya itu mengidentifikasi mana sektor-sektor atau sisi-sisi dari perekonomian yang perlu kita update dari sisi potensinya. Kita butuh memulihkan konsumsi rumah tangga. Karena konsumsi rumah tangga kita itu masih di bawah 5%," katanya.
Lebih terperinci, Sunarsip mengatakan bahwa pemerintah harus mampu mengangkat daya beli masyarakat kelas menengah dengan cara job creation.
"Nah konsumsi rumah tangga itu ditopang dengan cara apa? Dengan cara bagaimana kita memulihkan daya beli kelompok kelas menengah. Nah kelompok menengah ini kuncinya job creation," jelas Sunarsip.
"Makanya kita support program-program penebangan job creation melalui magang-magang itu. Tetapi kalau bisa itu di-upgrading, atau di-upskilling. Itulah jangan sekedar magang-magang kerja, tetapi betul-betul menjadi job creation yang betul-betul permanen bagi para anak muda kita," sambungnya.
Selain itu, Sunarsip juga memberikan catatan agar swasta bisa lebih terlibah dari sisi investasi sehingga harus diperbaiki jika ingin ekonomi tumbuh 8% pada 2029.
- Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian: Ekonomi Indonesia Keteguhan Nyata
Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian memberikan penilaian positif terhadap satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Indonesia berhasil menjaga pertumbuhan ekonomi di atas ekspektasi, mempertahankan stabilitas makro, dan menjaga kepercayaan pasar di tengah badai ketidakpastian global. Tapi di balik semua capaian itu, tantangan terbesar justru ada di ruang paling sunyi: seberapa dalam kita mendengarkan rakyat," ujar Fakhrul dalam keterangan tertulisnya yang dikutip pada Senin (20/10/2025).
Fahrul menilai ekonomi Indonesia mampu bertahan di tengah kombinasi tekanan eksternal, mulai dari perang dagang AS-China, volatilitas geopolitik Timur Tengah, hingga perubahan arah kebijakan Bank sentral Amerika (The Fed) dan bank sentral Eropa. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5%.
"Di tengah semua guncangan itu, ekonomi Indonesia tetap tumbuh di atas 5%, neraca perdagangan surplus, inflasi stabil, dan pasar keuangan tetap tertib. Itu capaian yang layak diapresiasi," katanya.
Fakhrul memberikan tujuh poin catatan untuk menuju 2026. Pertama, gunakan momentum harga komoditas tinggi untuk kesejahteraan rakyat, bukan sekadar surplus neraca.
Kemudian, percepat eksekusi program pemerintah dengan koordinasi yang lebih solid antar kementerian dan daerah.
Poin tiga adalah perkuat empati dalam kebijakan publik. Pemerintah harus kembali mendengarkan suara rakyat kecil, dunia usaha lokal, dan pelaku UMKM.
Keempat, reformasi pajak dan bea cukai harus disertai penyederhanaan, bukan sekadar pengawasan.
Lalu, diversifikasi perdagangan dan mata uang asing untuk mengurangi risiko eksternal dan keenam dorong digitalisasi dan peningkatan produktivitas tenaga kerja nasional
Terakhir atau poin ketujuh adalah perluas ruang fiskal untuk pertumbuhan mencapai diatas 5.5% di tahun 2026.
"Ekonomi adalah soal kepercayaan dan rasa yang didengar," tutup Fakhrul.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Lembaga Ini Temukan Kondisi Daya Beli Orang RI Lemah, Cari Kerja Sulit