Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Indonesia periode 2004-2014, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY menganggap, perekonomian Indonesia tumbuh melambat selama satu dekade terakhir, bahkan sebelum merebaknya Pandemi COVID-19 pada 2020 yang membuat krisis ekonomi secara global.
Sebagai informasi, pada 2014 pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 5,01% atau lebih rendah dari catatan pada 2013 yang masih tumbuh 5,56%. Kondisi ekonomi yang tumbuh stagnan di kisaran 5% ini terus berlanjut hingga pada 2024 hanya sebesar 5,03% sedikit lebih rendah dari pertumbuhan pada 2023 yang hanya sebesar 5,05%.
Sepanjang 10 tahun terakhir, puncak pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 5,31% yang terjadi pada 2022, dengan catatan terendah terjadi pada 2020 saat ekonomi Indonesia terkontraksi hingga minus 2,07%. Padahal, satu dekade sebelumnya pertumbuhan ekonomi mampu tembus 6,35% pada 2007 dengan catatan terendah pada 2009 sebesar 4,63%.
"Sebelum ada pandemi COVID sudah melambat pertumbuhan kita sekitar 5%. Pada puncaknya pandemi COVID sempat minus 2 sekian persen," kata SBY dalam wawancara khusus di program Squawk Box CNBC Indonesia, Senin (17/2/2025).
Dengan catatan ini, SBY menegaskan, seluruh masyarakat Indonesia, mulai dari pemerintah, teknokrat, ekonomi, pelaku usaha, hingga kelas pekerja harus duduk bersama untuk mengevaluasi penyebab ekonomi RI satu dekade terakhir tumbuh stagnan di kisaran 5%.
"Kita harus jujur tanpa saling salah menyalahkan. Mengapa itu terjadi? Apakah ada kebijakan dan strategi ekonomi yang kurang tepat? Apakah ada prioritas yang salah? Apakah ada alokasi keuangan negara melalui fiskal APBN yang kurang tepat?" tutur SBY.
SBY menduga, penyebab stagnannya ekonomi 10 tahun terakhir bisa saja dipicu oleh belanja APBN yang terlalu berlebihan untuk pembangunan infrastruktur, tapi melupakan pengembangan sumber daya manusia dan penciptaan lapangan kerja.
"Misalnya jangan-jangan overspending, terlalu berlebihan untuk pembangunan infrastruktur, tetapi underspending, underinvestment untuk pembangunan manusianya, penciptaan lapangan pekerjaan, peningkatan daya beli, sehingga komponen utama untuk pertumbuhan itu akhirnya tidak kuat untuk menyanggah," ungkap Jenderal bintang 4 yang menjadi politikus Partai Demokrat itu.
Oleh sebab itu, di bawah pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto, ia menganggap kebijakan-kebijakan yang tak kondusif terhadap pertumbuhan ekonomi itu harus segera dievaluasi dan diramu dengan kebijakan baru yang lebih menyasar pada penguatan SDM dan daya beli masyarakat.
"Pak Prabowo tentu belum menjadi presiden, bukan kesalahan Pak Prabowo, saya setuju, harapan kita Pak Prabowo dengan pemerintahannya segera merumuskan kebijakan-kebijakan yang lebih tepat ke depan ini. Dan itu bisa dilakukan kalau kita sungguh mengetahui mengapa sekali lagi ekonomi kita tumbuh rendah," tegas SBY
(arj/mij)
Saksikan video di bawah ini:
Video: RI Masih Surplus Neraca Dagang, PDB 2024 Diramal Bisa Tumbuh 5%
Next Article Video: SBY Tegaskan Tak Pernah Selingkuhi Konstitusi