Farah Apresiasi Penggunaan Bahasa Indonesia di UNESCO

4 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi 1 DPR RI, Farah Puteri Nahlia,  mengapresiasi tinggi atas  penggunaan resmi bahasa Indonesia, yang kini menjadi salah satu dari 10 bahasa kerja resmi UNESCO,  untuk pertama kalinya dalam Sidang Umum UNESCO ke-43 di Samarkand, Uzbekistan, pada 4 November 2025. Pencapaian bersejarah ini disebutnya sebagai tonggak kebanggaan nasional.

Farah menegaskan, pencapaian ini adalah hasil implementasi yang sukses oleh pemerintah. Ia memberikan apresiasi mendalam, khususnya kepada Kemendikdasmen, dan memandang ini sebagai buah dari upaya diplomasi yang sabar, konsisten, dan terencana dengan baik.

"Saya memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pemerintah atas keberhasilan ini. Ini merupakan capaian bersejarah yang tidak hanya menegaskan peran bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, tetapi kini juga mengangkatnya sebagai bahasa diplomasi dunia, setara dengan bahasa-bahasa besar lainnya," ujar Farah, dalam siaran persnya.

Menurut Farah, capaian ini bukanlah keberhasilan satu kementerian saja, melainkan buah dari kerja keras kolektif. Ia menekankan bahwa keberhasilan ini mencerminkan soliditas, visi bersama, dan kemampuan sinergi yang kuat antar-lembaga negara dalam memperjuangkan kepentingan nasional.

"Ini adalah wujud sinergi yang patut diapresiasi antara Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta seluruh perwakilan diplomatik Indonesia yang telah berjuang tanpa lelah mengawal proses ini dari awal penetapannya di tahun 2023 hingga implementasi perdananya," jelasnya.

Legislator dari fraksi PAN tersebut menambahkan, pencapaian ini juga menjadi bukti konkret komitmen pemerintah. Menurutnya, ini menunjukkan pemerintahan Presiden Prabowo menempatkan prioritas yang sangat tinggi pada instrumen soft power.

"Saya juga turut memberikan apresiasi atas visi kepemimpinan yang memahami bahwa kedaulatan dan pengaruh bangsa dibangun dari dua pilar yang berjalan seimbang: kekuatan pertahanan atau hard power dan kekuatan budaya atau soft power," kata Farah.

Dari perspektifnya sebagai anggota DPR RI Komisi I yang membidangi luar negeri dan diplomasi, Farah menilai, bahasa adalah instrumen diplomasi yang fundamental dan kini telah "naik kelas". Status baru ini, lanjutnya, memberikan bobot dan kepercayaan diri lebih bagi delegasi Indonesia dalam setiap perundingan dan forum multilateral, sekaligus menjadi aset penting dalam diplomasi.

"Dengan digunakannya bahasa Indonesia secara resmi, Indonesia memiliki saluran baru yang lebih kuat untuk mengartikulasikan kepentingan nasional, pandangan dunia, dan nilai-nilai Pancasila secara lebih otentik, tanpa tereduksi oleh penerjemahan. Ini adalah kemenangan diplomasi kita," papar Farah.

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|