Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai merilis Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) para pejabat tinggi negara di pemerintahan Presiden Prabowo. Ini bertujuan untuk membuka transparansi kekayaan para pejabat ke publik supaya menutup celah korupsi, kolusi dan nepotisme.
Kebiasaan para pejabat menyetor LHKPN sebenarnya merupakan sesuatu yang baru. Alias bukan kegiatan yang muncul bersamaan usia Indonesia ke-75 tahun. Namun, belum banyak orang tahu siapa sosok yang memaksa pejabat mengungkap LHKPN. Ternyata dia adalah Presiden Indonesia ke-3, B.J Habibie.
Bagaimana Habibie memaksa pejabat mengungkap harta kekayaan tak terlepas dari semangat reformasi 1998. Salah satu tuntutan reformasi adalah adanya upaya pemerintah memberantas korupsi. Sebab, pemerintahan Orde Baru memiliki riwayat hitam korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang masif dan terstruktur. Sehingga, pada peristiwa reformasi, pemerintah dituntut menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dari KKN.
Upaya Presiden Habibie atas hal ini terlihat pada Mei 1999. Dia meneken Undang-undang No.28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Dalam salah satu pasal tertulis jelas bahwa setiap penyelenggara negara, baik itu presiden, menteri, gubernur, hingga kepala daerah, harus melaporkan harta kekayaannya selambat-lambatnya enam bulan setelah aturan berlaku. Nantinya, seluruh laporan tersebut akan diperiksa langsung oleh komisi bentukan presiden, yakni Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara.
Meski begitu, upaya Habibie memaksa pejabat melaporkan harta kekayaan berujung alot. Tempo (28 Mei 2000) melaporkan, banyak pejabat negara terlambat melaporkan LHKPN sampai kekuasaan Habibie berakhir. Barulah, upaya ini kembali digalakkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Pada 12 Mei 2000, presiden yang disapa Gus Dur itu mengeluarkan Instruksi Presiden No.4 tahun 2000.
Aturan itu berisi perintah segera presiden agar para pejabat melaporkan data kekayaan paling lambat 31 Mei 2000. Presiden menyebut Instruksi Presiden keluar untuk mendukung UU No.28 tahun 1999. Gus Dur beralasan pelaporan harta kekayaan agar publik mengetahui dari mana asal usul kekayaan pejabat. Selain itu, pelaporan juga berfungsi sebagai kontrol agar mencegah pejabat korupsi.
Berkat aturan ini, publik bisa mengetahui harta kekayaan para pejabat negara. Alias tak seperti masa Orde Baru saat harta presiden dan pejabat negara tidak diketahui publik. Dari sini pula terungkap siapa pejabat paling kaya dan paling miskin.
Sampai sekarang, LHKPN menjadi salah satu cara mengetahui transparansi kekayaan pejabat, sekalipun masih ada berbuat curang untuk memanipulasi laporan kekayaan.
(mfa/mfa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Aturan Baru DHE Bikin Rupiah Semakin Menguat
Next Article Kembali Jabat Anggota DPR, Segini Harta Titiek Soeharto