Guru Memiliki Peran Sentral Memutus Rantai Perundungan di Sekolah

1 hour ago 1

JOGJA—Sejumlah kasus perundungan (bullying) di kalangan pelajar semakin mengkhawatirkan belakangan ini. Kasus bullying perlu menjadi perhatian serius, di mana guru mengambil peran penting dan menjadi sosok sentral untuk mencegah terjadinya kasus tersebut.

Dosen Psikologi Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Komarudin, mengatakan kondisi bullying yang marak terjadi di sekolah sangat memprihatinkan dan tidak boleh dinormalisasi, meskipun pelakunya di bawah umur.

"Kekerasan dalam bentuk apa pun tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun, tidak bisa pula dianggap wajar sebagai sebuah kenakalan remaja," kata Komarudin, Rabu (25/11/2025).

Komarudin mengungkapkan ada beberapa motif yang mendorong seseorang atau pun sekelompok orang melakukan bullying, antara lain pertama individu, yaitu seseorang yang memiliki sifat temperamen dan kontrol diri rendah, sehingga mudah tersinggung dan melampiaskan emosi kepada orang lain. Kedua, faktor keluarga, didikan keluarga yang terlampau keras atau sikap orang tua yang otoriter dan penuh kekerasan dalam mendidik anak, akan ditiru anak dan dilampiaskan kepada orang lain yang lebih lemah dari dirinya, hal ini sebagai bentuk kompensasi dari penderitaan yang dialaminya.

“Ketiga, kohesivitas kelompok, dimana bullying sering kali dilakukan secara bersama-sama oleh sekelompok remaja, apabila salah satu anggota tidak melakukannya maka akan mendapat pengucilan,” jelas Komarudin.

Komarudin mengingatkan, bentuk perundungan apa pun akan menyisakan luka batin yang mendalam bagi korban. Korban dengan karakter emosional tinggi justru bisa menjadi agresif dan melakukan balas dendam, sehingga menghasilkan perilaku berantai.

"Sementara itu, bagi korban yang memiliki ketahanan mental yang lemah akan menjadi tertekan yang akan memunculkan kecemasan, stres, bahkan depresi dan berujung pada bunuh diri," ungkap Komarudin.

Psikolog pendidikan itu menilai guru memiliki peran sentral untuk mencegah terjadinya bullying. "Guru dan pihak sekolah hendaknya secara terus menerus melakukan kampanye atau promosi anti-bullying melalui kegiatan formal atau informal di sekolah," ungkap Komarudin.

Ia mencontohkan, guru dapat menyisipkan nilai-nilai moral saling menghargai keberagaman saat pembelajaran di kelas. Guru juga harus memberi contoh sikap dan perilaku kebaikan serta tidak melakukan sarkasme pada siswa yang memiliki keunikan tertentu.

Mengingat banyak korban bullying yang tidak berani mengungkapkan masalahnya, Komarudin menilai ini perlu menjadi perhatian serius. "Guru harus jeli melihat perubahan sikap dan perilaku peserta didik," ucapnya.

Komarudin menyarankan guru harus cermat dan mengenali siswa yang bermasalah untuk diajak bicara dari hati ke hati. Guru dapat membangun relasi yang hangat dan tidak menghakimi karena siswa hanya akan bercerita ketika respons guru ramah. Guru, melalui wali kelas atau Bimbingan Konseling (BK), dapat membuka konsultasi mingguan untuk memfasilitasi siswa menceritakan keluh kesahnya.

Karena sebagian besar guru berlatar belakang bukan dari psikologi, intervensi psikologis yang praktis sangat penting dilakukan. Secara umum, guru dapat menggunakan manajemen kelas (classroom management) untuk membuat aturan anti-bullying, memberikan konsekuensi yang wajar dan edukatif bagi siswa yang melanggar, serta menanamkan karakter sopan santun, empati, dan perilaku baik lainnya.

"Apabila permasalahan yang dihadapi tidak mampu ditangani guru dengan baik, maka guru hendaknya membangun sistem kolaborasi dengan profesional dan rujukan," kata Komarudin.

Pada momen Hari Guru Nasional, Komarudin mengatakan masyarakat menaruh harapan besar bagi para guru. Guru tidak hanya berperan sebagai pemberi ilmu, melainkan juga sebagai pendamping tumbuh kembang anak dan menjadi penjaga iklim belajar yang aman, nyaman, sehat, dan bebas kekerasan.

"Meskipun beban guru saat ini sangat kompleks, namun kami optimis bahwa guru memiliki kekuatan yang luar biasa dalam membangun iklim sekolah yang berbudaya melalui keteladanan, komunikasi hangat, dan menghargai keberagaman. Guru menjadi lentera bagi para siswa yang sikap dan perilakunya digugu lan ditiru (harus dipercaya dan diteladani)," kata Komarudin.

Pada peringatan Hari Guru Nasional ini, Komarudin mengajak semua pihak untuk menciptakan iklim sekolah atau kampus yang ramah dan menerima keberagaman. Ia menegaskan, perilaku kekerasan dalam bentuk apa pun tidak bisa dinormalisasi. Apabila terjadi bullying di sekolah, perlu dilakukan langkah segera: hentikan, amankan pelaku dan korban, catat kronologi, laporkan kepada pihak yang ditunjuk sekolah, serta bangun iklim kelas/sekolah yang positif.

"Mari kita putus mata rantai perilaku kekerasan di dunia pendidikan melalui sinergi dan kolaborasi antara guru, orang tua siswa, siswa, dan stakeholder. Melalui Hari Guru Nasional ini mari lantang kita suarakan Stop Bullying—kata dan tindakanmu berdampak besar," tutup Komarudin. (Advertorial)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|