Jakarta, CNBC Indonesia - Goldman Sachs menaikkan proyeksi harga emas akhir tahun 2025 menjadi US$ 3.100 atau Rp 50,28 juta (asumsi kurs Rp 16.220/US$) per ons pada Senin, (17/2/2025). Angka ini meningkat dari perkiraan sebelumnya sebesar US$ 2.890 per ons (Rp 46,87 juta) karena permintaan bank sentral yang berkelanjutan.
Melansir Reuters, Bank tersebut memperkirakan bahwa permintaan bank sentral yang secara struktural lebih tinggi akan mengerek harga emas sebesar 9% hingga akhir tahun. Hal ini dipadukan dengan peningkatan bertahap kepemilikan ETF seiring dengan penurunan suku bunga.
Menurut Goldman Sachs, faktor tersebut seharusnya mampu mengimbangi dampak dari normalisasi posisi investor, dengan asumsi ketidakpastian berkurang. Namun, jika ketidakpastian kebijakan, termasuk kekhawatiran tarif, tetap tinggi, harga emas bisa melonjak hingga US$3.300 per ons (Rp 53,52 juta) pada akhir tahun akibat spekulasi yang berkepanjangan.
Goldman Sachs juga merevisi asumsi permintaan bank sentral menjadi 50 ton per bulan dari estimasi sebelumnya sebesar 41 ton. Jika pembelian rata-rata mencapai 70 ton per bulan, harga emas bisa naik hingga US$3.200 per ons pada akhir 2025, dengan asumsi posisi spekulatif kembali normal.
Sebaliknya, jika Federal Reserve mempertahankan suku bunga tetap stabil, Goldman Sachs memperkirakan harga emas akan mencapai US$3.060 per ons pada periode yang sama. Bank tersebut menegaskan bahwa kondisi pasar akan sangat bergantung pada kebijakan moneter yang diterapkan.
Mengulangi rekomendasi "Go for Gold", Goldman Sachs menyatakan bahwa meskipun ketidakpastian menurun dapat menyebabkan koreksi harga emas secara taktis, emas tetap menjadi lindung nilai yang kuat. Hal ini terutama berlaku di tengah potensi ketegangan perdagangan, risiko subordinasi The Fed, serta ancaman keuangan atau resesi yang dapat mendorong harga ke kisaran tertinggi.
Selain itu, jika kekhawatiran terhadap keberlanjutan fiskal AS meningkat, Goldman Sachs melihat harga emas dapat kenaikan tambahan 5% menjadi US$3.250 per ons pada Desember 2025.
Ketakutan akan inflasi dan risiko fiskal dapat mendorong posisi spekulatif dan aliran dana ETF lebih tinggi, sementara kekhawatiran terhadap keberlanjutan utang AS mungkin mendorong bank sentral untuk meningkatkan pembelian emas mereka, terutama yang memiliki cadangan besar dalam bentuk obligasi AS.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Harga Emas Makin Berkilau, Saham Emitennya Ikut Melambung?
Next Article Alasan Mengerikan Harga Emas Terus Cetak Rekor Baru