Harga Nikel Terjun, Australia Hingga Trump Jadi Biang Keladi

3 months ago 37

Jakarta, CNBC Indonesia - Butuh sekitar dua tahun lebih bursa perdagangan nikel internasional pulih dari krisis yang hampir membuatnya kolaps pada 2022. Bursa Logam London (LME) pun akhirnya mencatatkan aktivitas perdagangan tertinggi sejak 2015 pada 2024. Meskipun demikian, harga nikel terus tertekan hingga mencapai level US$15.000-an.

Volume rata-rata harian di bursa yang telah berusia 148 tahun ini mencapai 664.698 lot pada tahun 2024, meningkat 18,2% dibandingkan tahun 2023, menurut LME.

Volume perdagangan nikel melonjak sebesar 58,8% dan pada akhir tahun kembali ke level tertinggi sejak 2021, sebelum krisis pasar dan penangguhan perdagangan pada Maret 2022 akibat aksi short sell. Pemulihan ini didukung oleh kenaikan tajam pasokan nikel LME serta minat investor yang kembali pada sektor logam industri.

Arus dana investor juga meningkatkan volume di bursa CME (Chicago Mercantile Exchange), yang telah agresif memperluas portofolio logamnya untuk bersaing dengan LME.

Aktivitas perdagangan logam kini menjadi arena yang semakin kompetitif dengan Bursa Berjangka Shanghai (ShFE) berupaya memperluas kehadiran internasionalnya serta pemain baru yang menawarkan model harga alternatif.

Volume Perdagangan LMEFoto: Refinitiv
Volume Perdagangan LME

Krisis nikel LME pada 2022 diperburuk oleh rendahnya stok dan kurangnya opsi pengiriman fisik yang tersedia bagi pemegang posisi short besar seperti Tsingshan Group dari China.

Sejak saat itu, bursa telah menyetujui enam merek nikel baru sebagai "good delivery," lima dari China dan satu dari Indonesia.

Inventaris nikel LME, baik on-warrant maupun off-warrant, meningkat menjadi hampir 230.000 ton metrik pada akhir November 2024 dari kurang dari 40.000 ton pada Mei 2023.

Stok LME kini jauh lebih selaras dengan dinamika pasar nikel, yang telah meningkatkan kepercayaan serta volume perdagangan.

Nikel hanyalah salah satu komponen dari perubahan besar siklus inventaris. Stok LME untuk semua logam mencapai 2,2 juta ton pada akhir November, naik 505.000 ton sejak awal 2024, dan lebih dari dua kali lipat dibandingkan level yang terlihat selama sebagian besar tahun 2022.

Lebih banyak inventaris berarti lebih banyak pembiayaan, dan khususnya untuk aluminium dan seng, lebih banyak perputaran stok saat pedagang mengambil untung dari perbedaan biaya penyimpanan.

Semua logam dasar LME kecuali timah mengalami peningkatan level stok bursa tahun lalu, yang membantu menjelaskan kenaikan aktivitas pada semua kontrak inti.

Rata-rata perdagangan harian nikel LMEFoto: Refinitiv
Rata-rata perdagangan harian nikel LME

Meskipun transaksi nikel sudah pulih, namun harganya terus merosot hingga mencapai level US$15.000-an per ton.

Berdasarkan data LME pada 16 Januari 2025 pukul 11.45 WIB, harga nikel tercatat US$15.850 per ton atau turun 0,66% dari posisi sebelumnya.

Harga nikelFoto: LME
Harga nikel

Ada dua faktor penyebab harga nikel dunia berada dalam tren turun yang panjang, yakni pasokan yang melimpah dan permintaan yang lesu.

Lonjakan produksi dari produsen utama seperti Indonesia, Australia, dan China akan mempertahankan kondisi kelebihan pasokan, dengan penurunan harga lebih lanjut yang diperkirakan terjadi.

Surplus global diperkirakan akan sedikit menyusut, dari 103.000 ton metrik pada tahun 2024 menjadi 87.000 ton metrik pada tahun 2025, menurut Jason Sappor, seorang analis senior di S&P Global Commodity Insights.

Untuk diketahui, produsen nikel utama mencakup Indonesia, Filipina, Rusia, dan Australia, dengan Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar, sementara Australia memiliki proyek penambangan paling aktif.

Cadangan dan Aktivitas Tambang NikelFoto: Carbon Credit
Cadangan dan Aktivitas Tambang Nikel

Sementara dari sisi permintaan, sektor baterai listrik sedang menghadapi tekanan karena adopsi yang semakin meningkat terhadap baterai lithium-iron-phosphate (LFP) serta permintaan yang meningkat untuk kendaraan hybrid plug-in mengurangi kebutuhan akan baterai dengan kandungan nikel tinggi. 

Baterai LFP, yang bebas nikel, menawarkan biaya lebih rendah dan dampak lingkungan yang lebih kecil. Adopsi yang terus berkembang, bahkan di Indonesia, menjadi tantangan bagi dominasi nikel dalam rantai pasok EV.

Analis dari ING menyoroti penjualan EV yang melambat dan potensi pembatalan kredit pajak federal sebesar $7.500 untuk pembelian EV di bawah Undang-Undang Pengurangan Inflasi (IRA) sebagai tantangan tambahan.

Jika Presiden-terpilih Donald Trump melanjutkan rencana ini, hal tersebut dapat memperlambat transisi energi di AS dan mengurangi permintaan nikel dari mitra dagang Amerika.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(ras/ras)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Orang Miskin Indonesia Paling Banyak Ada di Pulau Jawa

Next Article Harga Nikel Anjlok Bikin Laba Turun, Vale (INCO) Tetap Bagi Dividen?

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|