Industri Migas Masih Jadi Pemain Utama Sokong Ekonomi RI, Ini Buktinya

2 months ago 23

Jakarta, CNBC Indonesia - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menilai bahwa industri migas masih mempunyai peran, sebagai penggerak ekonomi nasional dan penyokong anggaran negara.

Sekretaris SKK Migas Luky A. Yusgiantoro mengungkapkan pentingnya sektor migas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Terlebih, selain memberikan sumbangsih terhadap penerimaan negara, sektor ini juga memiliki efek ganda atau multiplier effect bagi masyarakat sekitar.

"Saya baca di koran ada kajian yang dilakukan Kementerian Keuangan, dan di koran disebutkan bahwa setiap tambahan 10.000 barel minyak per hari, per kapita, akan menghasilkan penerimaan negara sebesar 1 triliun rupiah," kata Luky dalam acara CNBC Indonesia Road to Outlook - Energy Edition with ExxonMobil dengan tema "Energy Demand and Supply Outlook Through 2050" di Jakarta, Selasa (18/2/2025).

Dia menjabarkan, selama 22 tahun industri hulu migas telah menyumbang sekitar Rp 5.000-an triliun pada penerimaan negara. Selain itu, setiap US$ 1 juta investasi di sektor hulu migas akan menaikkan Produk Domestik Bruto (PDB/GDP) US$ 1,4 juta per tahun. Tak hanya itu, industri ini menghasilkan US$ 1,5 juta nilai tambah.

Ia juga membeberkan bahwa hampir 50% dari permintaan energi primer masih berbasis pada sektor hulu migas. Oleh sebab itu, sektor ini masih mempunyai peran yang cukup penting.

"Sekali lagi, ekonomi akan bergerak seiring dengan sektor energi, khususnya untuk minyak dan gas di sektor hulu," ujarnya.

Di tempat yang sama, Director of Energy & Economics ExxonMobil, Chris Birdsall memproyeksikan bahwa permintaan migas global hingga 2050 masih akan cukup tinggi. Sekalipun, saat ini dunia mulai mengarah pada penggunaan sumber energi bersih.

Ia menyadari, permintaan energi yang berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT) ke depan akan meningkat. Namun di sisi lain, sektor migas juga masih akan memegang peranan yang cukup penting.

Oleh sebab itu, pertumbuhan investasi di sektor hulu migas harus tetap dijaga. Pasalnya, apabila tidak ada investasi, maka akan berdampak pada penurunan produksi migas secara global.

"Jika dunia menghentikan semua investasi, pasokan yang ada akan turun drastis hingga 15% setiap tahun," ujar Chris.

Berdasarkan "ExxonMobil Energy Global Outlook: Our view to 2050" yang dipaparkannya, permintaan energi dunia pada 2023 tercatat mencapai 600 kuadriliun British thermal unit (Btu). Permintaan energi pada 2023 tersebut terdiri dari bauran minyak dan gas bumi (migas) 55,5%, batu bara (25%), nuklir (5%), bioenergi (9%), dan energi terbarukan seperti air, angin, surya, dan panas bumi (geothermal) sebesar (5,5%).

Pada 2050, permintaan energi global diperkirakan tumbuh 15% menjadi sekitar 700 kuadriliun Btu, terdiri dari bauran minyak dan gas bumi turun menjadi 54%, batu bara menjadi 13%, nuklir menjadi 7%, bioenergi naik menjadi 11%, dan energi terbarukan seperti air, angin, tenaga matahari, dan panas bumi naik menjadi 15%.


(wia)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Investasi Migas RI Tak Lagi "Seksi", Gimana Nasib Lifting RI?

Next Article Perusahaan Minyak AS Bakal Garap 3 Proyek Baru Rp 7,15 Triliun di RI

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|