Inovasi Fapet UGM, Biji Nyamplung untuk Pakan Ternak Ramah Lingkungan

2 hours ago 7

Inovasi Fapet UGM, Biji Nyamplung untuk Pakan Ternak Ramah Lingkungan Buah nyamplung. ANTARA - Suriani Mappong

Harianjogja.com, SLEMAN—Tim dosen Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (Fapet UGM) mengembangkan pakan ternak dari biji nyamplung (Calophyllum inophyllum) untuk mendukung peternakan berkelanjutan.

Riset tersebut menjadi bagian dari Program Riset dan Inovasi untuk Indonesia Maju (RIIM) 2023–2025, hasil kerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

"Penggunaan bungkil biji nyamplung sebagai pakan tunggal, terbukti mampu menghasilkan atau menurunkan konsentrasi produksi (gas) metan pada ternak ruminansia secara in vitro," kata Ketua Tim Riset Fapet UGM Dimas Hand Vidya Paradhipta, Jumat (20/9/2025).

Dengan mereduksi produksi gas metan pada ternak ruminansia, pakan alternatif tersebut diharapkan dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor peternakan.

Potensi Tanaman Nyamplung

Nyamplung merupakan tanaman hutan asli Indonesia yang mampu hidup di kondisi ekstrem, tersebar mulai dari Sumatera hingga Papua. Pohon ini bukan termasuk tanaman pangan, namun menghasilkan buah yang bijinya dapat dimanfaatkan sebagai sumber minyak nabati berkualitas tinggi.

Selama ini, biji nyamplung telah banyak digunakan sebagai minyak nabati atau dikenal dengan nama Tamanu Crude Oil (TCO). Produk tersebut dapat diolah menjadi bahan bakar nabati/biofuel, produk kesehatan, hingga kosmetik.

Namun demikian, limbah industri minyak nyamplung berupa bungkil masih menyimpan potensi besar. Kandungan nutrisinya cukup tinggi, sehingga bisa dijadikan bahan pakan ternak yang ekonomis sekaligus ramah lingkungan.

BACA JUGA: Soal Pengumuman Tersangka Kasus Kuota Haji, KPK Minta Warga Sabar

Kandungan Nutrisi

Penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa bungkil biji nyamplung dapat digunakan sebagai pakan ternak ruminansia. Bungkil ini memiliki kandungan protein kasar sekitar 20%, lemak kasar 15,3%, total fenol 6,47%, serta total flavonoid 1,70%.

Meski demikian, saat ini bungkil nyamplung belum direkomendasikan sebagai pakan unggas karena kandungan serat kasarnya masih tinggi, hampir 18%. Kondisi ini terjadi lantaran proses pengepresan minyak biji nyamplung masih menggunakan sistem hidrolik.

Ke depan, apabila sudah menggunakan sistem screw press expeller, diharapkan kandungan serat kasarnya bisa ditekan sehingga bungkil lebih ideal dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Fokus Penelitian Lanjutan

"Riset tahun kedua kita berfokus pada penggunaannya dalam pakan campuran, sementara riset tahun ketiga aplikasinya pada domba," kata Dimas.

Upaya pemanfaatan limbah bungkil nyamplung ini diharapkan dapat menjadi terobosan baru dalam penyediaan pakan ternak berkelanjutan, sekaligus berkontribusi pada pengurangan emisi dari sektor peternakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|