Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah pada perdagangan sesi I Rabu (5/2/2025), di tengah sikap investor yang menanti data penting dari dalam negeri yakni pertumbuhan ekonomi (Produk Domestik Bruto/PDB) untuk kuartal IV-2024.
Investor juga mencerna hasil dari China yang menerapkan tarif impor barang dari Amerika Serikat (AS), dalam upaya membalas perang tarif yang dikenakan oleh AS.
IHSG dibuka melemah 0,16% ke posisi 7.062,26. Selang lima menit setelah sesi I dibuka, koreksi IHSG sedikit terpangkas yakni menjadi 0,1% ke 7.066,11. IHSG masih berada di level psikologis 7.000.
Nilai transaksi IHSG pada awal sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 906 miliar dengan volume transaksi mencapai 2,3 miliar lembar saham dan ditransaksikan sebanyak 89.228 kali.
Pergerakan IHSG pada hari ini cenderung dipengaruhi oleh rilis data PDB Indonesia pada kuartal IV-2024 dan full year 2024 serta hasil dari China yang menerapkan tarif impor barang dari AS dalam upaya membalas perang tarif yang dikenakan oleh AS.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2024 pada hari ini. Sebagai catatan, pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2024 menjadi data Produk Domestik Bruto (PDB) pertama era Presiden Prabowo Subianto.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 institusi memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 5% (year-on-year/yoy) dan 0,5% (quarter-to-quarter/qtq) pada kuartal IV-2024 pada Oktober-Desember 2024. Sedangkan secara setahun penuh (full year), PDB Indonesia diperkirakan tumbuh sedikit lebih tinggi yakni di angka 5,01%.
Sebagai catatan, ekonomi Indonesia tumbuh 4,95% yoy dan 1,50% qtq pada kuartal III-2024. Sementara itu, ekonomi Indonesia tumbuh 5,04% (yoy) dan 0,45% (qtq) pada kuartal IV-2023.
Dengan menghitung pertumbuhan ekonomi kuartal I-III pada 2024 dan proyeksi kuartal IV-2024 maka pertumbuhan ekonomifull year2024 diperkirakan berada di angka 5,01%. Jika benar, maka pertumbuhan ini tergolong lebih rendah dibandingkan pada 2023 yang sebesar 5,05%.
Proyeksi tersebut sejalan dengan forecast Bank Indonesia (BI) yang memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di rentang 4,7-5,5% dengan nilai tengah di angka 5,1%.
Sedangkan dari sisi pemerintah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2024 tetap terjaga di level 5%. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada konferensi pers APBN 2024, Senin (6/1/2025).
Dari global, Hubungan dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia kian memanas setelah China resmi memberlakukan tarif balasan terhadap sejumlah impor dari Amerika Serikat (AS), sebagai respons terhadap tarif baru yang diberlakukan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.
Langkah China ini terjadi hanya beberapa jam setelah tarif tambahan sebesar 10% yang dikenakan AS terhadap seluruh impor dari China mulai berlaku pada Selasa (4/2/2025), pukul 12:01 pagi waktu setempat.
Trump sebelumnya berulang kali memperingatkan bahwa Beijing tidak cukup serius dalam menghentikan aliran obat-obatan terlarang ke AS, khususnya fentanyl, opioid mematikan yang telah memicu krisis kesehatan di Amerika.
Sebagai tanggapan, Kementerian Keuangan China mengumumkan tarif sebesar 15% untuk batu bara dan gas alam cair (LNG) asal AS, serta tarif 10% terhadap minyak mentah, peralatan pertanian, dan beberapa jenis kendaraan.
Selain itu, Beijing juga mulai melakukan investigasi anti-monopoli terhadap Google, perusahaan induk Alphabet Inc, serta memasukkan PVH Corp-pemilik merek Calvin Klein-dan perusahaan bioteknologi AS, Illumina, ke dalam daftar entitas yang tidak dapat dipercaya.
Di saat yang sama, China memperketat kontrol ekspor atas sejumlah logam tanah jarang dan mineral penting lainnya yang sangat dibutuhkan untuk teknologi tinggi dan transisi energi bersih.
"Perang dagang ini masih berada di tahap awal, dan kemungkinan peningkatan tarif lebih lanjut masih sangat tinggi,"tulis Oxford Economics dalam catatannya, seraya menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi China, dilansir Reuters.
Analis menilai keputusan China ini tidak akan terlalu berdampak.
"Tarif 10% bukanlah guncangan besar bagi ekonomi China," kata Zhang Zhiwei di Pinpoint Asset Management dalam sebuah catatan. "Hal itu tidak mungkin mengubah ekspektasi pasar terhadap prospek makro China tahun ini, yang telah memperhitungkan tarif yang lebih tinggi dari AS," kataHarry Murphy Cruise, kepala ekonomi China dan Australia di Moody's Analytics.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Saham Konglomerat Banyak Diburu, Hati-Hati Rawan Longsor!
Next Article IHSG Dibuka Loyo Lagi, BREN Masih Jadi Pemberat