Jakarta, CNBC Indonesia - Penjualan mobil baru di Tanah Air diprediksi kembali tak akan sentuh 1 juta unit sampai akhir tahun 2025 nanti. Jika terjadi, akan melanjutkan kelesuan pasar mobil di RI yang berlanjut sejak tahun lalu.
Sepanjang tahun 2024 lalu, penjualan mobil baru nasional dari pabrikan ke diler (wholesales) hanya mencapai 865.723 unit, jauh lebih kecil dibanding 2023 yang tercatat sebanyak 1.005.802 unit. Artinya ada penurunan sebesar 140.079 unit atau 13,9%.
Begitu juga dengan penjualan dari diler ke konsumen (retail sales), anjlok 10,9% atau 108.379 unit dari 998.059 unit di 2023 menjadi 889.680 unit sepanjang tahun 2024.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyebut, penurunan penjualan ini dipicu oleh kombinasi 4 faktor utama.
"Penurunan penjualan mobil di Indonesia yang diperkirakan tidak akan mencapai 1 juta unit tahun ini disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor yang saling terkait. Pertama, daya beli masyarakat yang tertekan terutama kelas menengah," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (24/2/2025).
Padahal, imbuh dia, kelas menengah yang merupakan tulang punggung penjualan mobil di Indonesia justru mengalami tekanan daya beli akibat kenaikan biaya hidup. Kelas menengah di Indonesia mengalami penyusutan, dari 57,33 juta orang pada tahun 2019 menjadi 49,51 juta orang pada tahun 2024.
"Hal ini dipicu oleh stagnasi pertumbuhan pendapatan dan meningkatnya biaya kebutuhan pokok, yang membatasi pengeluaran untuk barang-barang bernilai tinggi seperti mobil. Selain itu, indeks ketersediaan lapangan kerja dan indeks pembelian barang tahan lama mengalami penurunan, yang mencerminkan persepsi ekonomi yang lebih konservatif di kalangan konsumen," jelasnya.
"Penurunan ini menyebabkan konsumen menjadi lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang untuk barang mewah, termasuk mobil," terang Josua.
Penyebab kedua, lanjutnya, adanya kenaikan berbagai biaya seperti kenaikan PPN menjadi 12%, kenaikan UMP sebesar 6,5%, dan rencana kenaikan biaya pendaftaran kendaraan bermotor (BBNKB) semakin memperberat keterjangkauan harga mobil.
Juga, sambungnya, penerapan Pajak Opsen yang menaikkan tarif pajak kendaraan bermotor di beberapa provinsi, seperti di Jawa Timur yang naik sebesar 32,80%, berpotensi menurunkan minat pembelian kendaraan.
"Ketiga, jenuhnya pasar di segmen tertentu terutama di segmen MPV dan LCGC yang selama ini menjadi kontributor utama penjualan. Penurunan penjualan model-model populer seperti Toyota Avanza, Daihatsu Xenia, dan Honda Brio menunjukkan adanya potensi kejenuhan di segmen tersebut," ungkap Josua.
"Keempat, terjadi pergeseran preferensi konsumen ke kendaraan ramah lingkungan seperti Hybrid Electric Vehicles (HEV) dan Battery Electric Vehicles (BEV). Meskipun segmen ini mengalami pertumbuhan, kontribusinya terhadap total penjualan mobil masih terbatas," bebernya.
Tak hanya keempat faktor itu, ujar Josua, ada penyebab lain pemicu penurunan penjualan mobil di Indonesia.
"Selain itu, fenomena downtrading. Pembiayaan untuk mobil bekas mengalami pertumbuhan dua digit menunjukkan kecenderungan konsumen untuk mencari alternatif yang lebih murah dibandingkan membeli mobil baru," sebut Josua.
Sebagai catatan, penjualan mobil nasional kembali anjlok di awal tahun 2025. Pada Januari 2024 lalu, penjualan mobil nasional secara wholesales turun dari 94.270 unit di Januari 2023 menjadi hanya sebanyak 69.619 unit. Ada penurunan 24.651 unit atau 35,40%.
Bulan Januari 2025 ini, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) kembali mencatat penurunan penjualan mobil nasional menjadi hanya 61.849 unit. Artinya ada penurunan 7.909 unit atau 11,33%. Total penjualan mobil di segmen low cost green car (LCGC) juga turun dari 16.836 unit di Januari 2024 menjadi 13.782 unit pada bulan lalu, atau ada penurunan lebih dari 18%.
Jika dibandingkan dengan penjualan LCGC di Desember 2024 juga ada penurunan sebanyak lebih dari 14%, pasalnya penjualan LCGC bulan lalu mencapai 14.446 unit.
(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Penjualan Mobil RI Turun 11% di Januari 2025
Next Article Alarm Bahaya! Penjualan Mobil RI Terancam Kena Efek Buruk PPN 12%