Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam beberapa waktu belakangan ini, telah terjadi aksi demonstrasi besar-besaran dari para mitra pengemudi ojek dan taksi online di berbagai daerah di Indonesia yang menuntut untuk menaikkan tarif Angkutan Sewa Khusus (ASK) transportasi online. Unjuk rasa tersebut membuat Pemerintah Daerah harus menaikan tarif karena dinilai dapat menjadi solusi bagi mitra driver untuk mendapatkan penghasilan yang banyak.
Salah satu aplikator penyedia layanan transportasi online terbesar di Indonesia, Maxim menunjukan konsekuensi dari naiknya tarif layanan perjalanan di aplikasi. Alih-alih memberikan kesejahteraan bagi pengemudi, kenaikan tarif transportasi online di berbagai daerah seperti Batam, Yogyakarta, Samarinda dan kota-kota lainnya berdampak pada menurunnya perekonomian daerah secara signifikan.
Kenaikan tarif minimal terbukti dapat merusak keseimbangan antara ketersediaan layanan e-hailing dan masyarakat harus mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan transportasi mereka. Dampak buruk dari kenaikan tarif transportasi online ini dapat dilihat dari statistik dan hasil survei yang dilakukan untuk menilai efektivitas dari kenaikan tarif minimal.
Contohnya, berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) menunjukan bahwa banyak masyarakat yang menolak adanya kenaikan tarif baru di mana sebesar 50% responden tidak setuju dan 7% sangat tidak setuju. Kenaikan tarif transportasi online juga menyebabkan sebanyak 49% responden lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi, dan hanya menyisakan 27% responden yang tetap memilih menggunakan layanan transportasi online. Akibatnya, kenaikan jumlah kendaraan pribadi ini akan meningkatkan kemacetan di jalanan.
Sementara itu, hasil Maxim internal research yang dilakukan di Kota Batam juga menunjukan hal serupa. Sebanyak 73% masyarakat tidak setuju kenaikan tarif perjalanan. Selain itu, di Kota Samarinda dan Makassar kenaikan tarif minimal menyebabkan penurunan orderan secara drastis yang didapatkan oleh pengemudi di mana orderan menurun sebesar 20 kali lipat.
Berdasarkan hasil survei di Kota Batam, Yogyakarta, Samarinda dan Makassar tersebut menunjukan dampak dari kenaikan tarif paling mencolok adalah mengarah pada menurunnya minat masyarakat dalam menggunakan layanan transportasi online karena mahalnya tarif. Hasilnya, pendapatan pengemudi jadi semakin berkurang karena menurunnya jumlah orderan sehingga berdampak pada menurunnya kesejahteraan mereka.
Selain itu, polemik mengenai tarif transportasi online ini mengarah pada situasi ketika pemerintah daerah mulai menaikkan tarif minimal melalui Surat Keputusan Gubernur yang menyebabkan protes besar-besaran terhadap ojol. Padahal, regulasi mengenai tarif Angkutan Sewa Khusus berbasis aplikasi telah diatur oleh Kementerian Perhubungan sebagai lembaga yang berwenang untuk menentukan tarif minimal transportasi online. Regulasi tarif ini diatur dalam PM 118 Tahun 2018 dan Perdirjen dengan Surat Keputusan No. 3244/2017.
Menanggapi hal tersebut, Director Development Maxim Dirhamsyah memberikan solusi atas polemik ini dengan mengungkapkan bahwa kebijakan mengenai tarif transportasi online harusnya mengikuti aturan dari Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perhubungan.
"Mengenai regulasi tarif, penting juga bagi kami mengusulkan untuk memusatkan regulasi, yaitu diadopsi dan diberlakukan oleh otoritas pusat, hal ini akan membantu perumusan tarif yang lebih ideal, seimbang dan sesuai dengan esensi pembentukan perundang - undangan. Tentunya kami berharap aplikator juga diberikan kesempatan dalam menentukan tarif ideal sebagai bentuk dukungan kami terhadap para mitra pengemudi sebagai gig-worker," ucap Dirham.
Kenaikan tarif transportasi online ini juga memberikan dampak buruk yang lebih luas pada seluruh elemen masyarakat termasuk pengemudi, konsumen, dan juga pemerintah. Hal ini diperparah dengan tingginya tingkat pengangguran serta ancaman inflasi pangan di Indonesia.
Kehadiran industri transportasi berbasis digital (e-hailing) di Indonesia telah memberikan dampak signifikan dalam peningkatan perekonomian digital di Indonesia. Sebagai salah satu industri dengan pertumbuhan yang paling cepat, adanya layanan transportasi online ini turut menghidupkan perekonomian terutama pada sektor perdagangan hingga pariwisata.
Adanya industri e-hailing ini juga dinilai telah menjadi solusi atas meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dan terbatasnya lapangan kerja formal. Direktur Eksekutif Segara Research Institute Pieter Abdullah mengatakan saat seseorang tidak kunjung mendapatkan pekerjaan formal, pilihan yang pertama bagi mereka adalah dengan bergabung menjadi mitra platform e-hailing.
"Pekerjaan sebagai driver ojol (pengemudi ojek online) menawarkan beberapa kelebihan, yakni fleksibilitas, kemudahan untuk dimasuki, dan memberikan income yang cukup. Mereka juga bisa melakukan hal yang lain," ujar Pieter.
Dengan naiknya tarif transportasi online dapat mengancam kehidupan banyak orang yang menggantungkan hidupnya sebagai pengemudi. Terlebih, saat ini memiliki rata-rata usia produktif rata-rata mitra pengemudi transportasi online berada di antara 21-40 tahun, menggunakan lebih dari 1 aplikasi, dan merupakan pekerjaan utama.
Penurunan ketersediaan layanan transportasi online akibat kenaikan tarif akan berdampak negatif pada pengembangan industri dan melemahkan ekonomi negara dengan mengurangi pendapatan pajak. Selain itu, penurunan ketersediaan layanan akan menyebabkan peningkatan penggunaan kendaraan pribadi dan akan berdampak negatif pada kemacetan lalu lintas dan lingkungan.
(rah/rah)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Siapkan Gadget Pengganti Smartphone, Ini Langkah Bos ChatGPT
Next Article Pemerintah Diminta Tutup Grab-Gojek, Menkominfo Jawab Begini