Ketua Komisi A DPRD DIY Sebut Pemblokiran Rekening PPATK Kebijakan Keliru

3 hours ago 1

Ketua Komisi A DPRD DIY Sebut Pemblokiran Rekening PPATK Kebijakan Keliru Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto saat memberikan keterangan di Gedung DPRD DIY, Senin (4/8/2025). Ia mengkritik kebijakan PPATK yang memblokir rekening yang tiga bulan tidak aktif. - Harian Jogja - Ariq Fajar Hidayat

Harianjogja.com, JOGJA—Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, menyampaikan kritik terhadap kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang memblokir rekening masyarakat hanya karena dianggap tidak aktif selama tiga bulan. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak hanya keliru secara hukum, tetapi juga merugikan masyarakat yang memiliki pola menabung lebih dari tiga bulan.

Eko mengatakan, dalam beberapa hari terakhir dirinya menerima banyak keluhan dari warga DIY yang terdampak kebijakan pemblokiran tersebut. Masyarakat merasa kebingungan karena rekening milik mereka diblokir tanpa ada pemberitahuan yang jelas, padahal uang dalam rekening tersebut merupakan hasil jerih payah dan telah direncanakan untuk kebutuhan penting.

“Beberapa hari ini kita di Komisi A khususnya saya, banyak menerima aduan dan curahan hati dari banyak masyarakat di DIY. Secara umum masyarakat sulit untuk menerima kebijakan terkait dengan pemblokiran rekening yang selama tiga bulan tidak aktif,” ujar Eko Suwanto, Senin (4/8/2025).

BACA JUGA: Tukang Bangunan Meninggal Tersetrum Aliran Listrik di Colomadu

Eko menambahkan, sebagian besar warga yang datang mengadu adalah keluarga petani, peternak, atau wiraswasta yang tidak memiliki pola pemasukan rutin bulanan. Banyak di antara mereka yang menabung hasil panen atau pendapatannya hanya beberapa kali dalam setahun.

“Tidak semua warga negara kita ini pegawai negeri atau pegawai swasta yang gajinya setiap bulan sudah pasti tanggal berapa. Ada yang pengusaha, ada yang bertani, ada yang berternak, sehingga ada yang menabungnya pas panen saja,” ungkapnya.

Selain untuk keperluan pendidikan, beberapa warga juga menyimpan dana dalam rekening tersebut sebagai cadangan kesehatan. Meskipun ada BPJS, tak sedikit yang memilih memiliki dana darurat pribadi jika sewaktu-waktu harus menjalani pengobatan khusus.

Ia pun menyoroti hilangnya hak-hak dasar warga negara akibat kebijakan ini. “Dengan pemblokiran ini ada hak warga negara yang dihilangkan. Pertama adalah hak untuk mendapat penjelasan mengapa rekening saya diblokir. Kemudian hak untuk klarifikasi, dari mana sumber dananya,” ujarnya.

Berdasarkan kajian terhadap regulasi yang berlaku, Eko menilai PPATK hanya memiliki kewenangan untuk memblokir rekening yang terindikasi melakukan transaksi mencurigakan. Ia merujuk pada Undang-Undang No 9 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan pendanaan terorisme, serta Peraturan PPATK No 18 Tahun 2017 yang mengatur penghentian sementara dan penundaan transaksi.

BACA JUGA: Program CKH di Sekolah Diperluas, Menyasar 16 Juta Siswa

Pemblokiran hanya bisa dilakukan jika terdapat dugaan penggunaan harta dari tindak pidana seperti pencucian uang, pendanaan terorisme, atau penggunaan dokumen palsu. Menurut Eko, tidak aktifnya rekening selama tiga bulan tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk membekukan dana milik warga.

“Maka dari itu, pemblokiran secara umum itu yang atas status rekening dormant tanpa ada indikasi tindak pidana merupakan kebijakan yang keliru, karena ini bertentangan dengan Undang-Undang. Di mana pemerintah negara Indonesia, dalam hal ini PPATK untuk melindungi rakyat,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|