Jakarta, CNBC Indonesia -Warga di Swedia ramai-ramai mulai memboikot supermarket. Hal ini akibat harga makanan yang melambung tinggi.
Melansir The Guardian yang mengutip situs pelacakan Matpriskollen, harga cokelat misalnya, mengalami kenaikan paling signifikan hingga 9,2%. Harga lemak untuk memasak naik sebesar 7,2%.
Sementara keju, susu dan krim juga naik signifikan menjadi masing-masing 6,4% dan 5,4%. Sebungkus kopi pun diperkirakan akan mencapai ambang 100 kronor alias Rp165 ribu.
Warga yang marah pun akhirnya memboikot sejumlah supermarket terbesar di negara itu. Bahkan sejak Senin, hingga tujuh hari ke depan, mereka yang marah mengkampanyekan "anti membeli" di supermarket besar melalui TikTok dan Instagram.
Warga menyalahkan kenaikan harga pada "oligopoli" supermarket dan produsen besar yang memprioritaskan keuntungan mereka daripada pelanggan. Kurangnya persaingan antar perusahaan menjadi persoalan.
"Meminta konsumen untuk berhenti berbelanja di toko-toko makanan besar termasuk Lidl, Hemköp, Ica, Coop, dan Willys untuk memprotes kenaikan harga," tulis seruan boikot itu, dikutip Rabu (26/3/2025).
"Kita tidak akan kehilangan apa pun, tetapi akan memperoleh segalanya," tambahnya.
Dari data pemerintah, biaya tahunan untuk memberi makan keluarga di Swedia telah naik sebanyak 30.000 kronor atau sekitar Rp49 juta sejak Januari 2022. Kala itu, inflasi mencapai sekitar 10%.
Pada bulan Februari 2025, tingkat inflasi mencapai 1,3%. Angkanya naik dari 0,6% pada Januari.
Supermarket sendiri menyalahkan faktor-faktor yang jauh lebih luas sebagai penyebab kenaikan. Termasuk perang, geopolitik, harga komoditas, panen, dan darurat iklim.
Ini diamini Menteri Urusan Pedesaan Peter Kullgren yang mengatakan kenaikan harga sebagian besar disebabkan oleh faktor internasional seperti harga komoditas yang lebih tinggi akibat gagal panen. Walau begitu, ia mengatakan bahwa persaingan dalam perdagangan dalam negeri juga perlu ditingkatkan.
"Harga pangan telah meningkat dari waktu ke waktu dan hal itu paling berdampak pada rumah tangga yang paling lemah secara ekonomi: keluarga dengan anak-anak, mahasiswa, dan orang tua dengan pensiun rendah. Hal itu perlu ditangani," kata Kullgren.
Sebenarnya protes biaya hidup telah berlangsung di seluruh Eropa dalam beberapa minggu terakhir. Pembeli di Bulgaria memboikot jaringan ritel besar dan supermarket bulan lalu sebagai protes atas kenaikan harga pangan, yang dilaporkan menyebabkan penurunan omzet hampir 30%.
Pada Januari, boikot juga terjadi di Kroasia menyebar ke Bosnia dan Herzegovina. Montenegro dan Serbia juga mengalami demo serupa.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Harga Telur Dunia Naik-Susunan Komisaris & Direksi BRI Terbaru
Next Article Derita Tetangga RI, Terlilit Utang China & Inflasi Menggila