Jakarta,CNBC Indonesia - Krisis sepertinya mengancam industri penerbangan. Hal ini terlihat dari fenomena di bandara Castellon di Spanyol timur.
Para pekerja dengan pakaian hazmat menyelinap melalui palka pesawat Airbus yang hampir baru, membuka tab baru, dan membongkar komponen-komponennya seolah-olah sedang menguliti "seekor paus mekanik". Dulunya bandara yang hampir kosong namun kini Castellon menjadi "kuburan" bagi pesawat yang terjebak dalam krisis mesin global.
Meskipun permintaan pesawat melonjak, kekurangan mesin hemat bahan bakar telah membalikkan ekonomi pasar. Dalam beberapa kasus, mesin-mesin tersebut kini bernilai lebih tinggi daripada pesawat yang ditenagainya ketika ditawarkan sebagai suku cadang.
Ketidakseimbangan ini telah menyebabkan lebih dari selusin jet Airbus dibongkar untuk diambil suku cadangnya setelah hanya beberapa tahun beroperasi. Sementara puluhan lainnya masih menunggu nasib mereka.
Krisis ini didorong oleh penundaan produksi dan pemeliharaan mesin Pratt & Whitney GTF. Ini pula diperburuk oleh cacat bubuk logam langka yang terungkap pada tahun 2023.
Cacat ini memicu inspeksi wajib pada 600-700 mesin GTF hingga tahun 2026. Menurut data Cirium, akibatnya, satu pertiga armada Airbus bertenaga GTF atau sekitar 636 jet saat ini di-grounded (tidak terbang) atau disimpan, jumlah yang besar bila dibandingkan dengan pesaingnya, CFM, yang hanya 4%.
Kelangkaan ini memaksa maskapai memarkir jet mereka dan beralih ke pasar suku cadang. Pesawat seperti Airbus A321neo yang baru berusia enam tahun, kini dibongkar di Castellon.
Suku cadang mesinnya, yang sangat dibutuhkan maskapai yang terpaksa memarkir jet karena antrean perbaikan mesin, bernilai hingga US$ 20 juta (sekitar Rp 330 miliar). "Ini menunjukkan ada sesuatu yang sangat salah," kata Kepala Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA), Willie Walsh, mengutip Reuters, Selasa (21/10/2025).
IATA memperkirakan kerugian biaya akibat gangguan pasokan tahun ini mencapai US$ 11 miliar (Rp 181,5 triliun). Termasuk US$ 2,6 miliar (Rp 42,9 triliun) hanya dari mesin.
Dalam beberapa kasus, pemilik finansial pesawat dapat menghasilkan lebih banyak uang dengan menyewakan mesin mereka sebagai suku cadang, yang dapat disewakan seharga US$ 200.000 (Rp 3,3 miliar) per bulan, daripada menyewakan jet utuh.
"Ini adalah paradoks di mana permintaan begitu tinggi, mengapa orang-orang membongkar pesawat," kata Austin Willis, CEO Willis Lease.
Krisis ini berakar pada keputusan produsen mesin untuk memprioritaskan efisiensi bahan bakar di tengah harga minyak yang tinggi di masa lalu. Hal ini kemudian dilakukan dengan mengorbankan daya tahan.
"Mereka terlalu cepat dan mereka membuat peningkatan besar dalam efisiensi tetapi mereka gagal dalam pemeliharaan," tutur ekonom penerbangan terkemuka, Adam Pilarski.
(tps/șef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Buruk Hantui Maskapai Penerbangan 2025, Ada Warning