REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) merekomendasikan Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan di level 4,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Oktober 2025. Rekomendasi ini disampaikan di tengah tekanan depresiasi rupiah dan kekhawatiran pasar terhadap independensi bank sentral.
“Bank Indonesia sebaiknya mengambil langkah yang menjaga stabilitas rupiah dan menahan suku bunga di 4,75 persen,” tulis LPEM UI dalam Review of BI Board of Governors Meeting October 2025, yang diterbitkan oleh Kelompok Riset Makroekonomi, Keuangan, dan Ekonomi Politik, dikutip Rabu (22/10/2025).
Menurut LPEM UI, pelonggaran moneter beruntun sejak April yang menurunkan BI-Rate sebesar 100 basis poin justru memicu kekhawatiran investor terhadap dominasi fiskal. Kondisi ini diperparah oleh program burden sharing dan pemangkasan drastis suku bunga fasilitas simpanan BI sejak Juli.
“Rangkaian kebijakan tersebut mengirim sinyal mengkhawatirkan soal dominasi fiskal dan tergerusnya independensi BI di mata investor,” tulis laporan itu.
Akibatnya, investor asing melakukan aksi jual bersih surat utang pemerintah senilai 1,88 miliar dolar AS sepanjang 17 September–17 Oktober 2025. Rupiah pun melemah 3,05 persen menjadi Rp 16.577 per dolar AS, sementara cadangan devisa susut 1,97 miliar dolar AS menjadi 148,7 miliar dolar AS.
“Menahan suku bunga, dibandingkan pemangkasan lebih lanjut, tidak hanya akan meredam tekanan terhadap rupiah, tetapi juga memperbaiki persepsi terhadap independensi BI,” ujar tim peneliti LPEM UI.
LPEM UI menilai tekanan eksternal juga meningkat seiring gejolak global, termasuk potensi perlambatan ekonomi Amerika Serikat, perang Rusia–Ukraina dan Palestina–Israel, serta risiko utang di negara besar seperti China, Prancis, dan Brasil. Ketidakpastian tersebut mendorong pelarian modal ke aset aman seperti emas dan dolar AS.
Kondisi itu membuat Indonesia mencatat arus keluar modal besar dalam sebulan terakhir. “Situasi ini kian diperburuk oleh penempatan dana pemerintah di bank BUMN sebesar Rp 200 triliun tanpa sterilisasi dari BI, yang makin mengaburkan batas antara kebijakan fiskal dan moneter,” ungkap LPEM UI.
Lembaga ini juga memperingatkan tanda-tanda tekanan inflasi yang masih ada menjelang akhir tahun. Inflasi September 2025 tercatat 2,65 persen (year on year), tertinggi sejak awal tahun, didorong kenaikan harga cabai merah dan ayam ras.
“Dengan kondisi tersebut, langkah menahan suku bunga menjadi penting untuk menjaga kepercayaan pasar dan kestabilan ekonomi nasional,” tulis LPEM UI.