Mendadak Direvisi, Ini Isi Draft Terbaru UU Minerba Inisiatif DPR

2 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI resmi menyepakati perubahan keempat Undang-Undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Revisi UU Minerba itu menjadi usulan inisiatif DPR.

Hal ini diputuskan setelah rapat panjang selama seharian penuh pada Senin (20/01/2025) sejak pukul 10.47 WIB pagi hingga akhirnya disepakati pada pukul 23.14 WIB tadi malam. "Selanjutnya kami meminta persetujuan rapat. Apakah hasil penyusunan RUU tentang perubahan keempat atas UU Nomor 4 Tahun 209 tentang Minerba dapat diproses lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan?" ujar Ketua Baleg DPR Bob Hasan, dikutip Rabu (22/1/2025).

RUU Minerba perubahan keempat bersifat kumulatif terbuka berdasarkan putusan Mahkamah Konstisusi (MK) Nomor 37/PUU-XIX/2021 yang diajukan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Perkumpulan Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur (JATAM Kaltim).

Dalam amar putusannya, MK antara lain menyatakan Pasal 17A ayat (2) UU Minerba bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai "Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara yang telah ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan".

4 Poin Baru di Revisi UU Minerba

DPR juga mengusulkan tambahan beberapa poin baru pada Revisi UU Minerba ini. Setidaknya ada empat poin baru yang diusulkan Baleg DPR untuk dimasukkan ke dalam Revisi UU Minerba, antara lain sebagai berikut:

1. Percepatan hilirisasi mineral dan batu bara

Bob menilai program hilirisasi harus didorong agar Indonesia bisa lebih cepat mewujudkan swasembada energi.

2. Aturan pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.

3. Pemberian IUP kepada perguruan tinggi.

4. Pemberian IUP untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Berikut Isi Draft Revisi UU Minerba Inisiatif DPR yang diterima CNBC Indonesia:

Pasal 1:

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856) diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 17A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17A

  • (1) Penetapan WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dilakukan setelah memenuhi kriteria pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
  • (2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara yang telah ditetapkan.
  • (3) Jaminan WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku apabila jaminan tersebut bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • (4) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin penerbitan perizinan lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan pada WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara yang telah ditetapkan sepanjang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Ketentuan Pasal 22A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 22A

(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WPR yang telah ditetapkan.

(2) Jaminan yang diberikan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila jaminan tersebut bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

3. Ketentuan Pasal 31A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 31A

(1) Penetapan WIUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan setelah memenuhi kriteria:

    • pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
    • ketahanan cadangan;
    • kemampuan produksi nasional; dan/atau
    • pemenuhan kebutuhan dalam negeri.  

(2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WIUPK yang telah ditetapkan.

(3) Jaminan yang diberikan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku apabila jaminan tersebut bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin penerbitan perizinan lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan pada WIUPK yang telah ditetapkan sepanjang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Penjelasan Pasal 38 huruf a diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan

5. Ketentuan Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 51

(1) WIUP Mineral logam atau Batubara diberikan kepada Badan Usaha, koperasi, Perusahaan perseorangan, badan usaha kecil dan menengah, atau badan usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan dengan cara Lelang atau dengan cara pemberian prioritas.

(2) Lelang WIUP Mineral logam atau Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan:

  • luas WIUP Mineral logam atau Batubara;
  • kemampuan administratif/manajemen;
  • kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan; dan
  • kemampuan keuangan

(3) Pemberian dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan mempertimbangkan:

  • luas WIUP Mineral logam atau Batubara;
  • pemberdayaan koperasi dan usaha kecil dan menengah;
  • penguatan fungsi ekonomi organisasi kemasyarakatan keagamaan;
    dan
  • peningkatan perekonomian daerah.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP Mineral logam atau Batubara dengan cara Lelang atau prioritas diatur dengan Peraturan Pemerintah.

6. Di antara Pasal 51 dan Pasal 52 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 51A dan Pasal 51B sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 51A

(1) WIUP Mineral logam atau Batubara dapat diberikan kepada perguruan

tinggi dengan cara prioritas.

(2) Pemberian dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan:

    • luas WIUP Mineral logam atau Batubara;
    • status perguruan tinggi terakreditasi; dan
    • peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP Mineral logam atau Batubara dengan cara prioritas kepada perguruan tinggi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pasal 51B

(1) WIUP Mineral logam atau Batubara dalam rangka hilirisasi dapat
diberikan kepada badan usaha swasta dengan cara prioritas.

(2) Pemberian dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan mempertimbangkan:

  • luas WIUP Mineral logam atau Batubara;
  • peningkatan tenaga kerja di dalam negeri;
  • jumlah investasi; dan/atau
  • peningkatan nilai tambah dan pemenuhan rantai pasok dalam
    negeri dan/atau global.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP Mineral logam atau
Batubara dengan cara prioritas dalam rangka hilirisasi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

7. Ketentuan Pasal 75 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 75

(1) Pemberian IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) dilakukan berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.

(2) IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada:

    • BUMN;
    • badan usaha milik daerah;
    • koperasi;
    • badan usaha kecil dan menengah;
    • badan usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan;
    • badan usaha milik perguruan tinggi; atau
    • Badan Usaha swasta.
    • (3) BUMN, badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha kecil dan menengah, badan usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan, dan badan usaha milik perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf f mendapat prioritas dalam mendapatkan IUPK.

(4) Badan Usaha swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g mendapatkan IUPK dengan cara lelang WIUPK.

(5) Pemberian WIUPK dengan cara prioritas atau Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan oleh Menteri.

(6) Menteri dalam memberikan WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mempertimbangkan:

  • luas WIUPK;
  • kemampuan administratif/manajemen;
  • kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan; dan
  • kemampuan finansial.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUPK dengan cara prioritas dan Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

8. Ketentuan Pasal 104A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 104A

(1) Dalam rangka peningkatan nilai tambah Mineral dan/atau Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara, Pemerintah dapat memberikan penugasan kepada lembaga riset negara, lembaga riset daerah, BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta untuk melakukan Penyelidikan dan Penelitian dan/atau kegiatan pengembangan proyek pada wilayah penugasan.

(2) BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta yang telah melakukan Penyelidikan dan Penelitian dan/atau kegiatan dalam rangka pengembangan proyek pada wilayah penugasan mendapatkan hak menyamai penawaran dalam Lelang WIUP atau WIUPK Mineral dan/atau WIUP atau WIUPK Batubara.

9. Di antara Pasal 141A dan Pasal 142 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 141B sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 141B
Dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan pengawasan, sebagiannpenerimaan negara bukan pajak yang diperoleh dalam pelaksanaan kegiatan usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dikelola oleh Menteri.

10. Ketentuan ayat (1) Pasal 169A diubah sehingga Pasal 169A berbunyi sebagai berikut:

Pasal 169A

(1) KK dan PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 dapat diberikan perpanjangan menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian setelah memenuhi persyaratan dengan ketentuan:

  • kontrak/perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan dapat
    mendapatkan 2 (dua) kali perpanjangan dalam bentuk IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian masing-masing untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.
  • kontrak/perjanjian yang telah memperoleh perpanjangan pertama dapat untuk diberikan perpanjangan kedua dalam bentuk IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya perpanjangan pertama KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.

(2) Upaya peningkatan penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilakukan melalui:

    • pengaturan kembali pengenaan penerimaan pajak dan penerimaan
      negara bukan pajak; dan/atau;
    • luas wilayah IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian
      sesuai rencana pengembangan seluruh wilayah kontrak atau
      perjanjian yang disetujui Menteri.

(3) Dalam pelaksanaan perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi
Kontrak/Perjanjian, seluruh barang yang diperoleh selama masa pelaksanaan PKP2B yang ditetapkan menjadi barang milik negara tetap dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pengusahaan Pertambangan Batubara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk komoditas tambang Batubara wajib melaksanakan kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara di dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian untuk komoditas tambang Batubara yang telah melaksanakan kewajiban Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara secara terintegrasi di dalam negeri sesuai rencana pengembangan seluruh wilayah perjanjian yang disetujui Menteri diberikan perpanjangan selama 10 (sepuluh) tahun setiap kali perpanjangan setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

11. Ketentuan Pasal 172B diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 172B

(1) WIUP, WIUPK, atau WPR yang telah diberikan izinnya dalam bentuk IUP, IUPK, atau IPR wajib didelineasi sesuai dengan pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada WIUP, WIUPK, atau WPR yang telah diberikan izinnya.

(3) Jaminan yang diberikan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku apabila jaminan tersebut bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

12. Ketentuan Pasal 173A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 173A

Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku bagi seluruh provinsi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang yang mengatur keistimewaan dan kekhususan Daerah tersebut.

13. Di antara Ketentuan Pasal 173C dan Pasal 174 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 173D sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 173D
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, berdasarkan hasil evaluasi Pemerintah Pusat terhadap IUP yang diterbitkan sebelum berlakunya Undang-Undang ini yang tumpang tindih sebagian atau seluruh WIUP-nya
dicabut dan dikembalikan kepada negara.

14. Ketentuan Pasal 174 diubah sehingga berbunyi menjadi sebagai berikut:

Pasal 174

(1) Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.

(2) Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat melalui alat kelengkapan yang menangani bidang legislasi wajib melakukan pemantauan dan peninjauan terhadap pelaksanaan Undang-Undang ini 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang ini berlaku berdasarkan mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.


(pgr/pgr)

Saksikan video di bawah ini:

Video: 23 Kota Belum Tersentuh Literasi Keuangan, Ini Langkah OJK!

Next Article UU Minerba Direvisi, Anggota DPR Terima Naskah 30 Menit Sebelum Rapat!

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|