Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan potensi ambruknya kemampuan belanja kesehatan masyarakat, karena sisi penawaran atau supply side dari barang atau jasa kesehatan yang disediakan rumah sakit, dokter, maupun toko obat atau farmasi tak terkontrol oleh sisi permintaan atau demand side.
Indikasinya terlihat dari belanja kesehatan masyarakat yang kenaikannya telah lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB). Pada 2023, total belanja kesehatan mencapai Rp 614,5 triliun atau naik 8,2% dari 2022 yang senilai Rp 567,7 triliun. Sebelum periode Covid-19 pun pada 2018 belanja kesehatan naik 6,2% dari Rp 421,8 triliun menjadi Rp 448,1 triliun.
"Kalau ini enggak terkontrol dalam 10 tahun ke depan, menteri kesehatan, menteri keuangan akan problem, karena ini akan jadi isu politik yang akan tinggi karena kesehatan dan kematian tinggi itu prioritasnya di masyarakat, masyarakat enggak mau meninggal, lebih baik miskin daripada meninggal," tegas dia saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Selasa (11/2/2025).
Budi menegaskan, kenaikan belanja kesehatan yang sudah melampaui pertumbuhan PDB Indonesia yang hanya di kisaran 5% selama 10 tahun terakhir itu tidak sehat. "Kita hati-hati bapak ibu bahwa pertumbuhan belanja nasional itu selalu di atas pertumbuhan GDP, itu akibatnya tidak sustain bapak ibu," ungkap Budi.
Menurut Budi, tidak sehatnya kenaikan belanja kesehatan ini disebabkan tak transparannya pembentukan harga jasa dan barang di sektor kesehatan. Sebab, masyarakat atau pihak konsumen tidak mampu mengimbangi sisi penawaran ketika mengalami sakit.
"Sistem belanja kesehatan tidak transparan karena orang bisa di sunat misalnya di Puskesmas Rp 500 ribu, kalau naik ke RSUD bisa Rp 1 juta harganya bisa 100% naiknya, RS swasta bisa Rp 5 juta, bisa 1000%," tuturnya.
"Obat-obatan harganya bisa 400-300% di atas Malaysia. Ini adalah contoh-contoh di mana layanan kesehatan itu inflasinya tinggi sekali karena informasinya tidak simetris, ini banyak dikontrol dikendalikan supply side, jadi para penyedia kesehatan, tenaga medis, tenaga kesehatan RS," tutur Budi.
Budi pun menyayangkan, saat ini untuk berobat di RS kadang tidak sesuai dengan penyakit yang dialami si pasien, termasuk pemberian obatnya yang terbilang berlebih bila dibandingkan si pasien berobat di luar negeri, seperti di Malaysia.
"Enggak ngerti juga misalnya oh saya sakit usus buntu harus CT scan, enggak semua orang bisa berargumentasi balik bahwa kenapa usus buntu butuh CT scan atau kita obatnya di kasih 6 di malaysia dikasih 2 hal-hal seperti itu jarang sekali kita dalam posisi user bisa argumentasi. Itu akibatnya selalu inflasi kesehatan tinggi sekali," ucap Budi.
Oleh sebab itu, ia menekankan yang penting dilakukan saat ini ialah seluruh pemangku kepentingan harus mulai mengontrol sisi penawaran di sektor kesehatan ini, dengan cara menegosiasi balik pihak supply. Salah satu langkah yang bisa dilakukan ialah memperkuat sistem jaminan kesehatan atau asuransi.
"Nah itu di seluruh dunia dipakainya insurance karena natural insurance punya size cukup besar untuk dorong balik para supplier ini mencapai titik keseimbangan. Kalau misalnya memang terlalu ditekan enggak jalanin enggak bagus juga tapi jangan terlalu longgar, bisa tinggi sekali (harganya," tuturnya.
Ia menganggap, skema asuransi yang sehat untuk menekan biaya belanja kesehatan ini dengan memperkuat peran asuransi pemerintah yang porsi pengeluarannya mencapai 50% dari total pengeluaran belanja kesehatan dari sistem asuransi suatu negara yang idealnya 80%.
Sebab, bila sepenuhnya dilepas ke pihak asuransi swasta, ia khawatir akan tetap terjadi permainan harga dan layanan kesehatan, sebagaimana yang terjadi di AS.
"Kalau enggak hati-hati bisa kayak AS, itu 79 tahun dia butuh 11 ribu dolar, padahal kalau di Kuba 79 tahun butuh hanya 1900 dolar karena tidak terkontrol biayanya karena terlalu dominannya sisi supply side nya, sehingga kita mau revisi tarifnya supaya balance jadi dokter RS happy tapi masyarakat juga happy yang diwakili BPJS untuk tekan balik," paparnya.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Menkes Bocorkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan di 2026
Next Article Kelas 1-3 Dihapus, Cek Iuran BPJS Terbaru Berlaku 11 Oktober 2024