Pakar Hukum Lakukan Eksaminasi Terhadap Putusan Tom Lembong

4 hours ago 1

Pakar Hukum Lakukan Eksaminasi Terhadap Putusan Tom Lembong Sejumlah pakar dan praktisi hukum masih memberikan perhatian terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memvonis eks Mendag Tom Lembong empat tahun meski kemudian telah diberikan abolisi oleh Presiden Prabowo. - Istimewa.

Harianjogja.com, JOGJA—Sejumlah pakar dan praktisi hukum masih memberikan perhatian terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memvonis eks Mendag Tom Lembong empat tahun meski kemudian telah diberikan abolisi oleh Presiden Prabowo. Para pakar hukum pidana dan administrasi negara melakukan kajian akademik melalui aktifitas eksaminasi sebagai tanggapan atas putusan tersebut.

Eksaminasi CLDS (Centre For Leadership and Law Development Studies) FH UII yang terdiri dari para ahli hukum pidana dan
Administrasi Negara yang berkompeten seperti Profesor Rusli Muhammad, Profesor Ridwan, Profesro Hanafi Amrani, Muhammad Arif  Setiawan dan Wahyu Priyanka Nata Permana dan lain-lain.

Sidang eksaminasi tersebut digelar di Auditorium FH UII dihadiri oleh dosen pengajar hukum pidana, praktisi bantuan hukum baik dari LBH Jogjaa, LKBH FH  UII, UAD, UMY dan UJB, para advokat dari DPC Peradi, Ikadin, serta mahasiswa program Magister Hukum (S2).

Eksaminator menilai tidak tepat dakwaan dan putusan hakim yang menyatakan Tom Lembong telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan melawan hukum atas dasar melanggar pasal-pasal dalam UU bidang administrasi. Mulai dari UU Pangan, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden. Menurutnya Tom Lembong menjalankan diskresi yang diambil Presiden.

"Tindakan Menteri Perdagangan ketika memberikan izin impor gula tanpa persetujuan kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan atau rapat koordinasi Kementerian terkait itu tergolong perbuatan melawan hukum dalam varian bertentangan dengan ketentuan yang bersifat ormal, namun karena alasan menjalankan diskresi Presiden, bertindak selaku mandataris Presiden, dan tidak  melakukan kesalahan pribadi, Tom Lembong tidak dibebani tanggung jawab hukum," kata Ahli Hukum Pidana Profesor Rusli Muhammad.

Ia menambahkan putusan ini merupakan salah satu bentuk miscarriage of justice atau kesalahan dalam putusan pengadilan. Karena putusan tersebut sama sekali tidak menciptakan keadilan karena putusan tersebut tidak didasarkan pada fakta hukum yang terungkap di persidangan dan tidak didasarkan pada pertimbangan hukum yang objektif.

"Nasib Tom Lembong telah diperlakukan tidak adil oleh penegak hukum kita. Hakim sudah tidak jujur dalam memeriksa, dan hakim tidak adil dalam memutuskan Tom Lembong, banyak fakta-fakta yang diabaikan," katanya.

Direktur CLDS FH UII Muhaimin menyatakan eksaminasi dilakukan untuk mendorong terciptanya penegakan hukum secara profesional. Sehingga berbagai produk hukum atau putusan pengadilan lebih berkualitas. "Jadi eksaminasi ini dilakukan bukan untuk mengintervensi hakim atau pengadilan tetapi lebih pada kajian akademik," katanya.

Vonis Hakim dan Abolisi

Sebelumnya, Tom Lembong divonis pidana selama 4 tahun dan 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp750 juta, dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi yang dilakukan Tom Lembong, antara lain dengan menerbitkan surat pengajuan atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015–2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Meski demkian, pada 1 Agustus 2025, Tom Lembong resmi bebas dari Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, Jakarta, menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.

Tom Lembong keluar dari Rutan Cipinang pada pukul 22.05 WIB setelah Keputusan Presiden (Keppres) telah diteken oleh Presiden pada sore hari, yang kemudian Keppres tersebut diserahkan pihak Kejaksaan ke Rutan Cipinang pada malam hari.

Adapun abolisi merupakan hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana dan menghentikan proses hukum jika telah dijalankan. Hak abolisi diberikan presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPR.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|