Tiba-tiba Lupa Sesaat, Bisa Jadi Mengalami Brain Fog

4 hours ago 2

Harianjogja.com, JOGJA—Saat hidup sedang sibuk-sibuknya dan tingkat stres meningkat, bukan hal yang aneh kalau tiba-tiba masuk ruangan dan lupa tujuan, bicara dan mandeg di tengah kalimat, hingga susah fokus pada pekerjaan sederhana.

Hal semacam ini biasanya disebut dengan kabut otak atau brain fog. Meskipun bukan kondisi medis, namun brain fog merujuk pada gejala kognitif seperti susah konsentrasi, mudah lupa, hingga kelambatan mental.

Penyebab umumnya antara lain menopause atau perimenopause, jangka panjang covid, lalu autoimun seperti penyakit lupus. Brain fog juga bisa menyerang seseorang saat terlalu banyak memikirkan sesuatu sekaligus.

Dokter medis dan pakar Morning Live, Dr. Tharaka menyampaikan, setidaknya ada empat tips untuk mengatasi brain fog. Pertama, berbaik hati pada diri sendiri. Menurutnya brain fog bisa dialami siapa saja. Ini bukan kegagalan pribadi atau tanda bahwa Anda tidak bisa mengatasi. Namun seringkali menjadi cara otak mengatakan jika dia lelah, stres, atau terlalu banyak bekerja.

Brain fog biasanya bersifat sementara, tidak ada salahnya jika meminta bantuan saat butuh. Jika cukup khawatir pada kondisi ini bisa menghubungi dokter.

Kedua, menciptakan rutinitas. Buat ritme untuk aktivitas sehari-hari, membuat struktur yang bisa diprediksi bisa mengurangi tekanan. Ini juga bisa membantu otak dari pertanyaan terus-menerus, apa yang saya lakukan hari ini?

Menurutnya membuat rutinitas pagi dan malam sangatlah penting. Bahkan hal sederhana seperti menyiapkan pakaian hingga sarapan sebelumnya. Bisa membebaskan pikiran dari pengambilan keputusan yang terus-menerus.

Ketiga, istirahat. Mudah saja membuat komitmen harus menyelesaikan rapat, acara sosial, tugas, dan lainnya tanpa jeda. Cobalah buat jeda istirahat singkat di antara aktivitas meski hanya 5–10 menit, baik untuk meregangkan badan, minum, keluar rumah, atau duduk dengan tenang.

Anggap saja jeda ini sebagai penyangga mental. Agar pikiran bisa memproses apa yang baru saja dilakukan, melepaskan sisa-sisa stres, dan bersiap untuk hal berikutnya.

Terakhir, buatlah kalender pengingat. Mencoba mengingat janji, tugas, dan lainnya bisa cepat membuat kekacauan mental dan kelupaan. Teknologi bisa dimanfaatkan untuk mengingatkan anda. Bisa memanfaatkan teknologi menggunakan kalender pengingat.

Jadwalkan tugas rutin agar bisa otomatis. Misalnya mencatat makan siang di buku harian, atau pengingat mingguan untuk tagihan dan pekerjaan rumah. Sehingga tidak terus-terusan berfikir 'apa yang perlu saya ingat selanjutnya?

Lebih lanjut dia merekomendasikan beberapa hal untuk mempertajam fokus, salah satunya tidur. Ia menyarankan agar tidur paling tidak 7-9 jam setiap malam.

Selain tidur, tubuh juga butuh air, sebab 60% tubuh kita terdiri dari air. Dehidrasi ringan bahkan bisa membuat kurang fokus, oleh karena itu sandinglah air dan minumlah secara teratur.

Selanjutnya gerakkan tubuh agar aliran darah dan oksigen meningkat ke otak, sehingga bisa membantu dalam berpikir jernih. Cobalah jogging ringan atau jalan kaki singkat. Dan terakhir beri otak nutrisi makanan utuh, bukan makanan olahan.

Kolin adalah nutrisi penting untuk kesehatan otak, sehingga mengonsumsi makanan yang kaya akan kolin seperti telur, ikan, dan kacang-kacangan dapat mendukung konsentrasi dan fokus. Kemudian temukan cara untuk mengurangi stres melalui latihan pernafasan, mindfulness, dan hobi.

Definisi Brain Fog Menurut Ilmuwan

Para ilmuwan berupaya membuat definisi brain fog dan menentukan penyebabnya. Berbagai kemungkinan penyebab mulai diungkap, mulai dari peradangan hingga kebocoran sawar darah-otak.

Banyak pasien yang merasa seperti mengalami brain fog setelah terinfeksi Covid-19. Perhatiannya melayang, ingatan goyah, merasa lesu, sulit berpikir jernih, dan mengerjakan tugas-tugas dasar.

Gejala yang dialami 20%-65% orang dengan Covid jangka panjang. Kaitan brain fog dengan Covid sudah mempopulerkan istilah ini. Meski sebenarnya istilah ini pertama kali digunakan dalam komunitas penyakit kronis.

Pasien melaporkan brain fog sebagai akibat dari kondisi kronis termasuk fibromyalgia, ensefalomielitis mialgik, sindrom kelelahan kronis, dan lupus. Banyak juga yang melaporkan brain fog setelah kemoterapi atau mengonsumsi obat-obatan seperti pereda nyeri. Ini juga terkait dengan masalah kesehatan mental seperti depresi dan skizofrenia.

Jacqueline Becker, Seorang ahli saraf di Icahn School of Medicine Mount Sinai mengatakan di antara berbagai kondisi ini pasien menunjukkan gejala serupa. Sulit konsentrasi, mudah lupa, dan bingung.

"Mereka juga mengalami kelambatan atau kekaburan kognitif," ucapnya.

Kelambatan kognitif jadi salah satu gejala paling melelahkan, dialami pasien dengan penyakit kronis. Bagi banyak pasien penyebabnya sulit dipastikan.

Sampai saat ini tidak ada definisi brain fog yang disepakati secara universal. Sebagian besar ilmuwan menganggap serangkaian gejala dari suatu kondisi yang mendasarinya, bukan diagnosis.

Avindra Nath, Direktur klinis intramural dari National Institute of Neurological Disorders and Stroke mengatakan mungkin saja brain fog bisa menunjukkan defisit di banyak area kognisi. Termasuk perhatian, konsentrasi, atau kemampuan untuk melaksanakan tugas.

"Jika otak tidak berfungsi dengan baik, orang-orang menyebutnya brain fog," tuturnya.

Para ahli membedakan antara brain fog dengan gangguan kognitif. Di mana gangguan kognitif berakibat pada defisit memori yang bisa diukur. Sementara pasien brain fog kerap melaporkan masalah perhatian dan memori, namun kadang dokter tidak selalu bisa menemukan defisit yang terukur di area ini.

Peter Denno, peneliti klinis di Imperial College London menyampaikan brain fog mungkin terlihat sama di berbagai kondisi yang terkait dengannya. Akan tetapi menurutnya ilmuwan mulai setuju bahwa brain fog kemungkinan memiliki banyak penyebab potensial yang berbeda. Penyebab ini berpengaruh pada pengobatannya.

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di Nature Februari 2024, bertajuk 'Blood–brain barrier disruption and sustained systemic inflammation in individuals with long Covid-associated cognitive impairment' Colin Doherty, seorang ahli saraf di Trinity College Dublin Medical School, dan timnya memindai otak pasien Covid jangka panjang.

Tidak hanya peradangan sistemik, mereka menemukan bahwa pasien dengan brain fog memiliki sawar darah-otak yang bocor. Sawar darah otak merupakan membran yang sangat selektif yang melindungi otak dari racun, virus, dan molekul berbahaya lain.

Hipotesis mereka adalah sawar darah otak yang bocor memungkinkan zat-zat ini masuk ke otak. Sehingga menyebabkan neuroinflamasi dan mengganggu proses metabolisme normal otak.

Penelitian lain menemukan disfungsi sawar darah otak yang serupa pada pasien gangguan autoimun, termasuk lupus dan sindrom kelelahan kronis. Pakar lain menekankan bahwa ini penelitian kecil jadi sulit untuk menarik kesimpulan besar.

Diagnosis Brain Fog

Becker menyampaikan, meskipun tidak ada satupun penyebab brain fog beberapa hal bisa dilakukan untuk mengatasinya. Terlebih dahulu memperhatikan faktor gaya hidup seperti olahraga, makan sehat, dan cukup tidur.

Akan tetapi orang yang mengalami brain fog secara intens dan berlangsung beberapa minggu harus berkonsultasi dengan dokter. Nantinya dokter akan melakukan penilaian, apakah ada penyebab brain fog yang bisa disembuhkan.

Misalnya sleep apnea, kekurangan vitamin B, dan masalah hormon serta tiroid lain. Juga mencari tanda-tanda peradangan dan penanda neurodegeneratif.

Orang dengan gangguan kognitif yang lebih signifikan dan terukur bisa mendapatkan manfaat dari terapi rehabilitasi kognitif. Pengobatan yang jinak dengan banyak manfaat yang sangat hebat.

Dia mengatakan mungkin ada pengobatan obat baru di masa mendatang, sehingga yang mengalami brain fog akibat kemoterapi merasa lega setelah mengkonsumsi obat yang digunakan untuk mengobati ADHD. Penelitian kecil menemukan bahwa antihistamin atau famotidin, antasida dengan sifat antiperadangan bisa membantu mengurangi peradangan dan meredakan brain fog.

Sementara Nath menyamakan terapi rehabilitasi kognitif dengan latihan untuk otak. "Apa yang kami lakukan adalah melatih otak di area yang mengalami defisit," ucapnya.

Para ahli sepakat perlu mempelajari lebih lanjut tentang brain fog. Sebelum akhirnya dapat menanganinya dengan lebih baik.

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|