Perang Baru Trump Tusuk AS dari Belakang, Jadi Senjata Makan Tuan

2 months ago 26

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah kebijakan 'perang' Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, termasuk pemangkasan anggaran dan perang dagang, mulai memicu reaksi negatif di dalam negeri. Ini "menusuk AS dari belakang" dan menjadi "senjata makan tuan".

Berikut rangkuman CNBC Indonesia, Rabu (12/2/2025).

Petani & Peternak Teriak

Mengutip AFP, sejumlah petani di AS mengaku terjebak dalam kebijakan Trump yang membekukan semua pendanaan federal. Para petani menyebut belum mendapatkan penggantian dari dua program Departemen Pertanian AS (USDA), yang dirancang untuk berinvestasi dalam konservasi dan pembangkitan energi bersih.

Program-program ini sebelumnya didanai melalui Undang-Undang Pengurangan Inflasi (IRA), salah satu undang-undang andalan mantan Presiden Joe Biden. Diketahui, program ini telah menggelontorkan miliaran dolar ke dalam proyek-proyek energi bersih di seluruh negeri.

Trump sendiri merupakan penentang utama program IRA dan melawan beberapa upaya AS untuk melawan perubahan iklim. Ia bahkan menyebut menyebut IRA sebagai 'penipuan baru yang ramah lingkungan'.

"Saya sangat khawatir tentang keamanan pertanian kami," kata petani buah dari Maryland, Elisa Lane.

Lane bercerita diberi US$ 30.000 (Rp 491 juta) oleh USDA musim panas lalu untuk subsidi pemasangan panel surya senilai sekitar US$ 70.000 (Rp 1,1 milia) di lahan pertaniannya seluas 15 hektar. Namun, tak lama setelah menjabat pada 20 Januari, Trump menandatangani perintah eksekutif yang menghentikan bantuan keuangan melalui IRA.

Delapan hari kemudian, Kantor Manajemen dan Anggaran Gedung Putih (OMB) menerbitkan memo yang menghentikan semua pendanaan hibah federal. Hal itu membuat Lane dan para petani di seluruh negeri tidak memiliki dana yang mereka andalkan untuk menyelesaikan proyek-proyek mahal ramah lingkungan itu.

Sejak memo OMB diterbitkan bulan lalu, Lane mengatakan bahwa dirinya belum menerima dana hibah, meskipun ada klarifikasi OMB yang menyatakan bahwa dana untuk para petani dan usaha kecil "tidak akan dihentikan" oleh pembekuan pendanaan.

"Kami adalah petani Amerika, jadi kami adalah orang-orang yang ketika mendengar 'Amerika yang utama'..., pesan itu seharusnya ditujukan kepada kami," kata Lane, merujuk pada slogan nasionalis sayap kanan Trump.

"Kami adalah orang-orang yang seharusnya ditinggikan dan diperhatikan. Dan ini bertentangan langsung dengan ideologi itu."

Lane berencana untuk bergabung dengan beberapa petani lain dalam sidang dengar pendapat yang diadakan oleh Komite Pertanian DPR pada hari Selasa, setelah menerima undangan dari Partai Demokrat di komite tersebut.

Hal yang sama juga dialami seorang peternak sapi dari negara bagian Missouri, Skylar Holden. Ia mengaku pendanaan USDA miliknya juga dibekukan setelah pembekuan pendanaan OMB yang berlangsung singkat.

Holden menyebut telah mendaftar untuk mendapatkan dukungan dari program USDA lain yang didanai IRA. Pendanaan ini sejatinya akan digunakan untuk mendukung proyek konservasi senilai US$ 240.000 (Rp 3,9 miliar) yang direncanakannya di lahan pertaniannya seluas 260 hektar.

"Kekhawatirannya adalah jika saya menyelesaikan proyek-proyek ini, saya tetap tidak akan memiliki dana yang saya perlukan untuk melakukan pembayaran lahan pertanian, untuk membeli jerami yang kami perlukan untuk musim dingin berikutnya," tuturnya.

Perang Lawan Inflasi yang Makin Sulit

Selain dalam sektor pertanian, masalah ekonomi baru yang timbul dari kebijakan agresif Trump adalah inflasi. Presiden The Fed New York, John Williams, menyebut meski ekonomi AS berada dalam jalur yang sehat, perjuangannya melawan inflasi akan 'membutuhkan waktu' untuk menang.

"Saat kita memasuki tahun 2025, ekonomi berada dalam posisi yang baik. Pertumbuhan tetap solid, didukung oleh belanja konsumen yang kuat," tuturnya.

"Namun, akan membutuhkan waktu sebelum kita dapat mencapai target inflasi jangka panjang 2% secara berkelanjutan," jelasnya.

William kemudian menyoroti bahwa, meskipun fundamentalnya kuat, 'prospek ekonomi masih sangat tidak pasti, khususnya seputar potensi kebijakan fiskal, perdagangan, imigrasi, dan regulasi'. Hal ini merujuk sekilas pada beberapa kebijakan Presiden AS Donald Trump.

Sejak menjabat bulan lalu, Trump telah mengancam akan mengenakan tarif pada sekutu AS dan mitra dagang utama termasuk Meksiko, Kanada, dan Uni Eropa. Ia juga mengenakan bea masuk sebesar 10% pada barang-barang dari China, yang merupakan ekonomi terbesar kedua di dunia.

Trump juga mengatakan ingin melaksanakan program deportasi massal imigran ilegal terbesar dalam sejarah Amerika, sesuatu yang menurut banyak ekonom dapat menghambat pertumbuhan. Sekutu Trump bersikeras bahwa, jika diterapkan dengan benar, dampak negatif apa pun dari rencana tarif dan imigrasinya seharusnya dapat diimbangi oleh agenda deregulasi dan pemotongan pajak, yang mereka pandang sebagai sesuatu yang pro-pertumbuhan dan anti-inflasi.

Dampak Negatif ke Kebijakan Perdagangan AS

Sementara itu, CEO Citadel Ken Griffin menyampaikan peringatan keras terhadap dampak negatif dari pendekatan agresif Trump terhadap kebijakan perdagangan AS. Retorika bombastis Trump kata dia akan menimbulkan kerusakan.

"Merupakan kesalahan besar untuk menggunakan bentuk retorika ini ketika Anda mencoba untuk mendapatkan tawaran karena ... hal itu menghancurkan pikiran para CEO, pembuat kebijakan bahwa kita tidak dapat bergantung pada Amerika, sebagai mitra dagang kita," tegasnya dimuat CNBC International.

"Hal itu menyulitkan perusahaan multinasional, khususnya, untuk berpikir tentang bagaimana merencanakan lima, 10, 15, 20 tahun ke depan, terutama jika menyangkut investasi modal jangka panjang yang dapat berdampak buruk oleh penurunan ketentuan keterlibatan saat ini sebagai salah satu negara Barat terkemuka dalam hal ketentuan dan perdagangan," katanya.


(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Dunia Geger Donald Trump Mau Ambil Alih Gaza

Next Article Elon Musk Bagi-Bagi Rp15 M, Ini Syaratnya

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|