Harianjogja.com, JOGJA—DPRD Kota Jogja memastikan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol segera disahkan di 2025. Regulasi baru ini akan menggantikan Perda Nomor 7 Tahun 1953 yang dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan sosial dan hukum saat ini.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda, Susanto Dwi Antoro, mengatakan seluruh proses pembahasan telah selesai dan kini tinggal menunggu pengesahan. Salah satu fokus utama Raperda ini adalah memperkuat pengawasan terhadap peredaran minuman beralkohol, terutama penjualan secara daring yang sebelumnya belum diatur secara tegas.
“Sudah selesai, tinggal menunggu pengesahan. Perda ini akan merevisi aturan lama yang sudah bertahan lebih dari 70 tahun dan sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang,” ujarnya, Senin (27/10/2025).
Antoro menyebut, dinamika peredaran minuman beralkohol yang kini bisa diakses lewat toko daring maupun luring mendorong perlunya regulasi baru yang lebih adaptif. Dalam aturan baru, penjualan alkohol secara online dilarang total karena dianggap tidak memberikan manfaat dan sulit diawasi.
“Kita tidak menghendaki penjualan langsung atau secara online. Kalau mau beli ya di tempat yang sudah terdaftar dan bersertifikat, seperti hotel atau restoran bintang tiga ke atas,” katanya.
Selain melarang penjualan daring, Raperda baru ini juga mengatur lokasi dan zona peredaran minuman beralkohol. Tempat penjualan dibatasi agar tidak berdekatan dengan sekolah dan rumah ibadah.
Dalam proses penyusunan, Pansus DPRD Kota Jogja melibatkan berbagai unsur masyarakat, mulai dari tokoh agama, pelaku seni dan budaya, hingga pelaku pariwisata. Antoro menegaskan, penyusunan dilakukan dengan hati-hati agar tidak bertentangan dengan nilai lokal dan karakter Jogja sebagai kota budaya dan pendidikan.
“Kita hati-hati karena ini juga menyangkut sektor kepariwisataan dan lokalitas. Jogja tidak seperti Bali atau Lombok yang punya minuman adat untuk ritual. Jadi kita menekankan pada aspek kesehatan dan ketertiban,” ujarnya.
Antoro menambahkan, regulasi baru ini tidak hanya memperketat pengawasan, tetapi juga memperjelas sanksi hukum bagi pelanggar. Jika sebelumnya pelanggaran hanya dikenai denda ringan, dalam aturan baru sanksinya bisa berupa pidana hingga penutupan tempat usaha.
“Kalau dulu hanya tipiring dengan denda kecil, sekarang bisa sampai pidana. Baik bagi pemilik tempat, pengelola, maupun investornya,” ungkapnya.
Selain pengendalian, Raperda ini juga diarahkan untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD) melalui pengawasan transaksi resmi. Setiap penjualan yang dilakukan di tempat berizin akan tercatat dan masuk ke kas daerah.
Ia berharap, setelah disahkan, Raperda ini tidak hanya menjadi dasar hukum pengawasan, tetapi juga sarana edukasi masyarakat mengenai bahaya konsumsi minuman beralkohol ilegal dan pentingnya membeli produk yang legal serta berizin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


















































