Home > Nasional Tuesday, 11 Nov 2025, 19:53 WIB
Bahkan tak menutup kemungkinan Megawati memerintahkan PDIP menjadi partai oposisi, bukan lagi sebagai penyeimbang.
Kepala BRIN Arif Satria dan Wakil Kepala BRIN Amarulla Octavian usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta, pada Senin (10/11/2025). (Foto: BPMI Setpres/Kris/Dok RUZKA INDONESIA)RUZKA–REPUBLIKA NETWORK – Pergantian Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dari Laksana Tri Handoko ke Arif Satria berhasil dilakukan Presiden Prabowo Subianto.
Pergantian kepala BRIN itu mendapat sorotan Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga. Pergantian itu diperkirakan menimbulkan spekulasi politik karena Laksana Tri Handoko merupakan orang kepercayaan Megawati Soekarnoputri.
Jamil melihat, sebagai kepercayaan Megawati, Laksana Tri Handoko sebenarnya sudah berulang untuk diganti, namun dapat dipertahankan. Namun akhirnya Laksana Tri Handoko berhasil diganti dengan dilantiknya Arif Satria pada 10 November 2025 lalu.
"Pergantian Kepala BRIN dikhawatirkan mengganggu relasi Megawati–Prabowo. Megawati bisa saja kecewa atas keputusan Prabowo itu, sehingga menjaga jarak dengan Prabowo. Kemungkinan itu bisa saja terjadi, karena yang diganti orang kepercayaan Megawati. Bagi Megawati, Laksana Tri Handoko merupakan asetnya di BRIN untuk mewujudkan ambisinya di bidang riset," papar Jamil.
Menurut pengajar Metode Penelitian Komunikasi ini, Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN, juga akan kehilangan kaki tangan untuk mengimplementasikan ide-idenya. Akibatnya, Megawati bisa saja jadi Ketua Dewan Pengarah layaknya macan ompong. Ide-idenya bisa saja tidak dianggap oleh Kepala BRIN yang baru.
"Jadi, keputusan Prabowo mengganti Kepala BRIN bisa saja sebagai pukulan telak bagi Megawati. Bahkan hal itu sangat menyakitkan bagi Megawati. Kalau hal itu yang terjadi, bisa saja Megawati mengambil jarak dengan Prabowo. Hal ini tentu dapat membuat hubungan Megawati–Prabowo memanas secara politis," jelas mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini.
Implikasinya, hubungan PDIP dengan Pemerintah akan sangat terganggu. Bahkan tak menutup kemungkinan Megawati memerintahkan PDIP menjadi partai oposisi, bukan lagi sebagai penyeimbang.
Kalau Megawati menjadikan PDIP oposisi, tentu menguntungkan bagi demokrasi di Indonesia. Sebab, PDIP akan berfungsi sebagai check and balances, yang belakangan ini praktis tak mengemuka lagi.
"Jadi, bila hubungan Megawati-Prabowo berjarak, maka ada nilai positifnya bagi Indonesia. Demokrasi di Indonesia tak lagi layu, terutama kontrol terhadap pemerintah kembali bersemi," tandas Jamil. (***)

2 hours ago
2













































