Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Prabowo Subianto menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No 6/2025 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah no 37/2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan. PP ini berlaku sejak diundangkan, yaitu tanggal 7 Februari 2025.
Tertulis pada bagian pertimbangan, PP ini ditetapkan untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan serta mengurangi risiko sosial bagi pekerja/ buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) karena dampak kondisi perekonomian. Sehingga perlu diterbitkan kebijakan yang adaptif.
Dalam pasal 21 PP itu ditetapkan, pekerja akan mendapat manfaat JKP berupa uang tunai sebesar 60% dari upah. Manfaat ini diberikan paling lama 6 bulan.
Merespons kebijakan itu, pekerja pun semringah.
"Kami menyambut baik atas terbitnya PP No 6 tahun 2025 yang mencakup Perubahan ketentuan baru mengenai Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)," kata Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) Mirah Sumirat dalam keterangan tertulis, Selasa (18/2/2025).
"Kebijakan ini menjadi langkah ke arah kemajuan dalam memperkuat perlindungan terhadap pekerja/ buruh. Di tengah tantangan dunia kerja yang terus berubah dan ketidakpastian ekonomi yang semakin meningkat," tambahnya.
Dia menyebut, ketentuan JKP yang ditetapkan dalam PP No 6/2025 menunjukkan pemerintah memberi perhatian yang lebih besar terhadap kesejahteraan pekerja/buruh yang terkena PHK. Pemerintah, ujarnya, memberikan perlindungan sosial yang lebih baik dan memberikan rasa aman kepada pekerja yang mengalami kesulitan akibat kehilangan pekerjaan.
Apalagi, imbuh dia, pendekatan JKP dalam PP No 6/2025 lebih komprehensif dibandingkan dengan kebijakan dalam PP No 37/2021.
Dia membeberkan, pada PP No 37/2021, iurannya sebesar 0,4% dari upah sebulan komposisinya sumber pendanaan dari pemerintah dan pendanaan program JKP. Sedangkan di PP No 6/2025, iurannya turun jadi 0,36% dari upah sebulan dengan sumber pendanaan yang sama.
"Hal ini menjadikan jumlah iuran yang dibayarkan menjadi lebih ringan dari upah yang dibayarkan sebelumnya dengan manfaat yang tentu akan lebih besar," kata Mirah.
Selain itu, PP No 37/2021 menetapkan, manfaat baru bisa diajukan setelah masa mengurut setelah 12 bulan dalam rentang waktu 24 bulan. Dan, peserta harus membayar iuran selama 6 bulan berturut turut sampai terjadi PHK.
Ketentuan tersebut diakui sama dengan PP No 6/2025.
Perbedaannya, jelas Mirah, tidak ada ketentuan membayar iuran selama 6 bulan berturut-turut pada PP No 6/2025. Artinya, selama peserta membayar iuran dalam rentang waktu yang telah disebutkan di atas maka dia berhak mendapatkan manfaat kepersertaan tanpa dia harus bayar iuran selama 6 bulan berturut-turut.
"Hal ini membantu merubah ke arah perbaikan kepada pekerja/ buruh," ucapnya.
"Lalu, dalam PP 37/2021 uang tunai diberikan setiap bulan paling banyak 6 Bulan upah dengan ketentuan rincian 45% dari upah yang diterima untuk tiga bulan pertama , untuk bulan berikutnya diberikan 25% dari upah," paparnya.
Kebijakan itu berubah dalam PP No 6/2025. Di mana, manfaat uang tunai diberikan setiap bulan selama tentang waktu 6 bulan sebesar 60%.
"Uang tunai sebesar 60 persen ini akan membantu untuk bertahan hidup pekerja/ buruh dalam masa PHK sampai mendapatkan pekerjaan yang baru atau melakukan usaha yang baru," kata Mirah.
"Dengan adanya JKP, pekerja tidak hanya mendapatkan bantuan keuangan sementara, tetapi juga kesempatan untuk berkembang dan kembali bekerja. Ini adalah sebuah langkah penting yang seharusnya diikuti dengan pengawasan yang ketat agar manfaat ini dapat dinikmati oleh semua pekerja/buruh yang berhak," ujarnya.
Dia berharap, pemerintah gencar melakukan sosialisasi kebijakan JKP dan hal-hal terkait hak buruh/ pekerja.
"Dan yang penting, dipermudah proses klaim bagi pekerja/ buruh ketika mengajukan klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan," tutup Mirah.
(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Bank Raksasa AS, JPmorgan Chase Bakal PHK Karyawan
Next Article 53 Ribu Pekerja Kena PHK Tahun Ini, Program JKP Segera Direvisi