Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa masih belum mau memutuskan untuk menghapus ketentuan persyaratan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR).
Purbaya mengatakan, hingga kini dirinya masih menginvestigasi apakah masalah SLIK OJK menjadi penyebab masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sulit mengakses KPR atau tidak, sebagaimana yang dikatakan oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait.
Dari hasil investigasi yang dilakukan selama ini, Purbaya menganggap, temuan terakhir ialah SLIK OJK bukan menjadi penyebab utama MBR sulit mengakses KPR di perbankan. Karenanya, hingga kini ia belum mengambil keputusan terkait permintaan Menteri PKP yang sudah diisukan sejak lama.
"Kita akan investigasi lebih lanjut ya. Tapi sepertinya bukan itu saja. Bukan SLIK OJK saja yang membuat mereka enggak bisa dapat kredit," kata Purbaya di kawasan Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Menurut Purbaya, berdasarkan peninjauannya sejauh ini, sekalipun SLIK OJK dihapus, masyarakat masih kesulitan membeli rumah karena daya belinya tidak mampu untuk mengimbangi harga rumah saat ini.
"Dihapus pun mereka sebagian besar masih enggak mampu. Jadi akan kita pelajari lebih lanjut apakah itu demandnya yang lemah atau memang ada hambatan yang lain," tegas Purbaya.
Sebagai informasi, Menteri PKP Maruarar Sirait sejak November lalu mengungkapkan peminat rumah bersubsidi cukup tinggi. Namun, banyak yang terkendala karena persyaratan SLIK OJK dalam pengajuan KPR. Menteri yang kerap disapa Ara tersebut memintaSLIK OJK dihapus.
"Kenapa saya mengatakan seperti itu? Karena memang kebetulan kami sering turun ke lapangan. Kalau kami bertanya kepada konsumen, juga kepada pengembang, itu masalahnya. Jadi yang kami sudah lakukan, kami sudah empat kali ke OJK, kami sudah sampaikan ke Menko Perekonomian, kami juga sudah sampaikan ke Menteri Keuangan, dan sampaikan juga ke OJK," tuturnya.
"Posisi kami adalah mendukung rakyat. Kalau bisa SLIK OJK di angka tertentu itu dihapuskan, supaya tidak bisa menghambat rakyat kita, yang menginginkan rumah bersubsidi. Mereka yang sudah mendaftar, seharusnya bisa dapat rumah subsidi, justru jadi terhambat," tegas Ara.
Sebelumnya, kalangan pengembang juga telah menyoroti ketatnya persetujuan KPR di perbankan dalam dua tahun terakhir. Fenomena ini terjadi akibat dampak lanjutan dari pandemi yang menyebabkan banyak masyarakat meminjam uang melalui pinjaman online (pinjol).
Namun sistem pinjol yang tidak setransparan bank konvensional membuat banyak orang terjebak dan masuk ke dalam daftar hitam di SLIK OJK akibat menunggak. Akibatnya semakin banyak masyarakat yang kesulitan mengajukan KPR.
"SLIK approval rate perbankan sekarang hanya 30%-35%. Artinya kalau yang mengajukan mengajukan 10 orang berarti 3 orang yang di-approve, kalau 20 orang berati 7 orang yang di-approve. Fenomena ini sudah terjadi dua tahun terakhir lah," kata Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Joko Suranto kepada CNBC Indonesia, Kamis (16/10/2025) lalu.
(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]
















































