Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa resmi merilis dokumen pedoman teknis bagi pemerintah daerah yang ingin menerbitkan surat utang alias obligasi dan sukuk.
"Pedoman ini ditujukan untuk pemerintah daerah di Indonesia yang sedang mempertimbangkan penerbitan obligasi dan/atau sukuk daerah, baik konvensional maupun berlandaskan keberlanjutan," dikutip dari dokumen berjudul 'Pedoman Teknis Penerbitan Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah Berlandaskan Keberlanjutan di Indonesia', Selasa (25/11/2025).
Dalam pedoman teknis itu, mulanya disebutkan, kebutuhan pembiayaan untuk menyediakan infrastruktur dasar bagi masyarakat di 38 provinsi seluruh Indonesia saat ini sangat besar, terdiri dari 77 proyek strategis nasional yang tercantum dalam Perpres 12/2025.
Proyek-proyek ini mendukung pelaksanaan delapan Prioritas Nasional dengan indikasi kebutuhan biaya sebesar Rp 24.449,02 triliun.
Oleh sebab itu, demi membiayai pembangunan infrastruktur daerah, obligasi daerah dan sukuk daerah dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan infrastruktur yang terdiri dari: Layanan air minum; Pengelolaan limbah; Transportasi; Rumah sakit dan layanan Kesehatan; Pasar tradisional; Kawasan-kawasan pariwisata dan konservasi alam; Perumahan rakyat; serta Pelabuhan-pelabuhan lokal dan daerah.
Ruang obligasi daerah dan sukuk daerah pun telah diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional (PP HKFN) yang mendefinisikan obligasi daerah sebagai surat berharga berupa pengakuan utang yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.
Sedangkan sukuk daerah didefinisikan sebagai surat berharga berdasarkan prinsip Syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan aset sukuk daerah yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.
Meski begitu, dalam pedoman ini, secara spesifik disebutkan obligasi dan sukuk daerah ini ditujukan untuk mendorong agenda pembangunan daerah yang selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) alias Sustainable Development Goals (SDGs).
Bappenas memperkirakan kebutuhan pembiayaan TPB Indonesia tahun 2021 - 2030 akan mencapai angka US% 8,7 triliun (Rp 122.000 triliun), dengan kesenjangan pembiayaan sebesar US$ 1,7 trilliun (Rp 24.000 triliun).
"Mobilisasi dana dalam skala besar melalui pemanfaatan instrument pembiayaan inovatif dibutuhkan untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan tersebut," sebagaimana tertera dalam pedoman teknis itu.
Pedoman teknis proses penerbitan
Dalam proses penerbitan obligasi daerah, baik obligasi daerah konvensional maupun obligasi daerah berlandaskan keberlanjutan, tahapan proses penerbitannya terbagi ke dalam empat aspek.
Aspek pertama ialah persiapan yang dilakukan pemerintah daerah dengan menetapkan nilai bersih maksimum utang daerah bersama DPRD beriringan dengan mengesahkan Barang Milik Daerah (BMD) yang akan digunakan sebagai jaminan obligasi daerah. Kalau untuk sukuk daerah, ditambah dengan penunjukan tim ahli syariah.
Setelah memasuki tahap persetujuan dengan DPRD, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan akan menyampaikan surat rencana penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah kepada Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional.
Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional nantinya akan menerbitkan tanda bukti penerimaan surat beserta kelengkapan dokumen kepada Kepala Daerah.
Setelah itu, Kepala Daerah akan menyampaikan Pernyataan Pendaftaran penawaran umum Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah kepada OJK. Bila untuk sukuk syariah, ditambah dengan mencantumkan pernyataan kesesuaian syariah.
Setelah seluruh proses itu diselesaikan, maka proses penerbitan memasuki proses penawaran, yang diawali dengan Pemerintah Daerah selaku emiten atau penerbit di pasar obligasi memperoleh pemeringkatan atas efek bersifat utang dan/atau sukuk. Peringkat efeknya akan dimuat dalam prospektus.
Kemudian, Pemerintah Daerah selaku emiten menyebarluaskan Prospektus dan formulir pemesanan pembelian Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah di pasar obligasi.
Setelah penerbitan dilakukan, terakhir, pemerintah daerah akan memasuki proses pertanggungjawaban dengan mengeluarkan Laporan Realisasi Penggunaan Dana (LPRD) secara berkala setiap 6 bulan.
Laporan itu terdiri dari penerimaan dan penggunaan dana atas penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah; penerimaan dan penggunaan dana atas Kegiatan yang dibiayai dari penerbitan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah; dan pembayaran kewajiban Pokok dan Bunga/ Imbalan atas penerbitan Obligasi Daerah dan/ atau Sukuk Daerah.
Ketentuan mengenai pengalokasian dana cadangan serta kewajiban dan sanksi diatur dalam Pasal 31, 32, dan 38 PMK 87/2024 tentang Penerbitan dan Pembelian Kembali Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah oleh Pemerintah Daerah.
Bila obligasi berlandaskan keberlanjutan yang diterbitkan maka pemerintah daerah harus membuat laporan tahunan mengenai dampak dan alokasi obligasi. Selain itu, juga menunjuk penyedia jaminan untuk mendapatkan Jaminan (Assurance) Independen terhadap Laporan Alokasi dan Dampak Obligasi Berlandaskan Keberlanjutan.
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]

















































