Purbaya Tunda Penerapan PPh 22 Marketplace Demi Jaga Daya Beli

1 hour ago 1

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa saat konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Senin (22/9/2025). Menteri Keuangan melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp321,6 triliun atau 1,35 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada Agustus 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan penundaan penunjukan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) 22 dari pedagang. Kebijakan ini diambil untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah upaya pemerintah mendorong perputaran dana Rp200 triliun ke perbankan.

“Kami tunggu dulu, paling tidak sampai kebijakan dana Rp200 triliun, kebijakan untuk mendorong perekonomian mulai kelihatan dampaknya. Baru kami akan pikirkan nanti,” kata Purbaya dalam taklimat media di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (26/9/2025).

Ia menjelaskan, sistem pemungutan sebenarnya sudah disiapkan. Jika diterapkan, seluruh marketplace akan ditunjuk memungut PPh 22 sebesar 0,5 persen dari omzet bruto pedagang per tahun, di luar PPN dan PPnBM. Kebijakan ini ditetapkan melalui PMK Nomor 37 Tahun 2025 yang diteken Sri Mulyani Indrawati pada 11 Juni 2025 dan berlaku sejak 14 Juli 2025.

Namun, Purbaya menilai implementasi perlu ditunda sampai efek penempatan dana Rp200 triliun ke perbankan benar-benar dirasakan masyarakat. “Jadi, kami tidak ganggu dulu daya beli sebelum dorongan ekonomi masuk ke sistem perekonomian. Itu belum kami diskusikan,” ujarnya.

Sesuai aturan, pungutan PPh 22 hanya berlaku bagi pedagang dengan omzet di atas Rp500 juta per tahun. Sementara pelaku usaha dengan omzet di bawah Rp 500 juta, serta transaksi seperti ekspedisi, transportasi daring, penjual pulsa, dan perdagangan emas, dikecualikan dari kewajiban ini.

Dengan penundaan ini, Kementerian Keuangan berfokus memastikan sistem berjalan adil dan kepatuhan pajak meningkat tanpa menekan konsumsi.

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|