Putin Mulai Cemaskan Ekonomi Rusia, Trump Jadi Bisa Jadi Jalan Keluar?

5 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Rusia Vladimir Putin dilaporkan mulai mencemaskan kondisi ekonomi negaranya. Hal ini terjadi saat Moskow berada dalam ribuan sanksi ekonomi yang dijatuhkan negara-negara Barat lantaran menyerbu dan memerangi Ukraina.

Dalam laporan Reuters, Kamis (23/1/2025), lima orang sumber menyebutkan ada sejumlah hal yang menjadi ketakutan Putin. Ini mulai dari kekurangan tenaga kerja dan suku bunga tinggi diperkenalkan untuk mengatasi inflasi, yang telah meningkat pesat karena pengeluaran militer yang memecahkan rekor.

"Hal itu telah berkontribusi pada pandangan di kalangan elit Rusia bahwa penyelesaian perang melalui negosiasi adalah hal yang diinginkan," menurut dua sumber yang paham dengan pemikiran di Kremlin.

Ekonomi Rusia yang bernilai US$2,2 triliun menunjukkan ketahanan yang luar biasa selama perang. Putin memuji pejabat ekonomi dan bisnis papan atas karena menghindari sanksi Barat paling ketat yang pernah dijatuhkan pada ekonomi besar.

Setelah mengalami kontraksi pada tahun 2022, PDB Rusia tumbuh lebih cepat daripada Uni Eropa dan Amerika Serikat pada tahun 2023 dan 2024.

Namun, tahun ini, bank sentral dan Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan di bawah 1,5%, meskipun pemerintah memproyeksikan prospek yang sedikit lebih cerah.

Inflasi juga telah mendekati dua digit meskipun bank sentral menaikkan suku bunga acuan menjadi 21% pada bulan Oktober.

Kremlin, di sisi lain, telah menaikkan anggaran pertahanan ke level tertinggi pasca-Soviet sebesar 6,3% dari PDB tahun ini, yang mencakup sepertiga dari pengeluaran anggaran. Pengeluaran tersebut bersifat inflasioner. Seiring dengan kekurangan tenaga kerja di masa perang, hal itu telah mendorong upah menjadi lebih tinggi.

"Ada beberapa masalah di sini, yaitu inflasi, ekonomi yang terlalu panas," kata Putin dalam konferensi pers tahunan pada tanggal 19 Desember. "Pemerintah dan bank sentral sudah bertugas untuk menurunkan tempo," tuturnya.

Emosi Presiden

Beberapa sumber menyebut kecemasan Putin terlihat jelas pada pertemuan Kremlin dengan para pemimpin bisnis pada malam tanggal 16 Desember. Dalam forum itu, ia memarahi pejabat ekonomi tinggi.

Salah satu sumber, yang diberi pengarahan setelah pertemuan tersebut, diberi tahu bahwa Putin tampak tidak senang setelah mendengar investasi swasta dipotong karena biaya kredit.

Kremlin merilis pernyataan pembukaan Putin yang memuji bisnis tetapi tidak mengidentifikasi peserta bisnis mana pun pada pertemuan yang sebagian besar tertutup itu. Reuters mengkonfirmasi dengan satu sumber bahwa Gubernur Bank Sentral Elvira Nabiullina tidak hadir.

Pada hari Rabu, Putin mengatakan dalam komentar yang disiarkan televisi kepada para menteri bahwa ia baru-baru ini berdiskusi dengan para pemimpin bisnis mengenai risiko penurunan aktivitas kredit untuk pertumbuhan jangka panjang, yang tampaknya merujuk pada pertemuan bulan Desember.

Beberapa pengusaha Rusia yang paling berkuasa, termasuk CEO Rosneft Igor Sechin, CEO Rostec Sergei Chemezov, taipan aluminium Oleg Deripaska, dan Alexei Mordashov, pemegang saham terbesar di perusahaan pembuat baja Severstal, diketahui telah mengkritik tingginya suku bunga secara terbuka.

"Nabiullina telah menghadapi tekanan untuk tidak menaikkan suku bunga lebih lanjut dari dua bankir Rusia yang paling berkuasa dan mantan bosnya, CEO Sberbank German Gref, dan CEO VTB Andrei Kostin. Gref dan Kostin khawatir bahwa Rusia sedang menuju stagflasi," tutur salah satu sumber lainnya yang mengetahui diskusi tentang ekonomi tersebut.

Dalam komentarnya pada tanggal 19 Desember, Putin menyerukan keputusan suku bunga yang seimbang. Keesokan harinya, pada pertemuan kebijakan moneter terakhir tahun ini, bank sentral mempertahankan suku bunga pada 21% meskipun pasar memperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 200 basis poin.

Dalam pidatonya setelah keputusan tersebut, Nabiullina membantah menyerah pada tekanan. Ia mengatakan kritik terhadap kebijakan bank sentral meningkat ketika suku bunga tinggi.

Trump Bakal Selamatkan Ekonomi Rusia?

Keadaan ini terjadi saat rival Rusia, Amerika Serikat (AS) memiliki presiden baru, Donald Trump. Trump sendiri telah berjanji untuk segera menyelesaikan konflik Ukraina, yang menjadi konflik terbesar di Eropa sejak Perang Dunia Kedua.

Minggu ini, ia mengatakan sanksi dan tarif lebih lanjut terhadap Rusia kemungkinan akan diberlakukan kecuali Putin bernegosiasi. Ia juga menambahkan bahwa Rusia sedang menghadapi "masalah besar" dalam perekonomian.

Reuters sebelumnya melaporkan bahwa Putin siap membahas opsi gencatan senjata dengan Trump. Namun, ia meminta perolehan teritorial Rusia di Ukraina harus diterima dan Kyiv harus membatalkan tawarannya untuk bergabung dengan aliansi militer NATO yang dipimpin AS.

"Rusia, tentu saja, tertarik secara ekonomi dalam menegosiasikan akhir diplomatik dari konflik ini," kata Oleg Vyugin, mantan wakil ketua Bank Sentral Rusia dalam sebuah wawancara, mengutip risiko meningkatnya distorsi ekonomi saat Rusia meningkatkan pengeluaran militer dan pertahanan.

Tahun lalu, Rusia memperoleh keuntungan teritorial paling signifikan sejak awal perang. Moskow kini menguasai hampir seperlima wilayah Ukraina.

"Putin yakin tujuan utama perang telah tercapai, termasuk menguasai wilayah yang menghubungkan daratan Rusia dengan Krimea, dan melemahkan militer Ukraina," kata salah satu sumber yang memahami pemikiran di Kremlin.

"Presiden Rusia juga menyadari ketegangan yang ditimbulkan perang terhadap ekonomi. Ia menyebutkan masalah yang sangat besar seperti dampak suku bunga tinggi terhadap bisnis dan industri nonmiliter."


(luc/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Trump Ancam Putin Agar Akhiri Perang Dengan Ukraina

Next Article Bantah Panggilan Telepon Putin-Trump, Kremlin: Fiksi!

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|