Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah perusahaan raksasa migas dunia berencana untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Hal ini sebagai bagian dari reorganisasi untuk menghemat pengeluaran dan juga demi memenuhi target keuangan jangka panjang.
Rabu, raksasa migas AS, Chevron, mengumumkan akan memangkas 15% hingga 20% tenaga kerjanya. Program ini akan dimulai pada tahun 2025 dan sebagian besar akan selesai pada akhir tahun 2026. Chevron diketahui mempekerjakan 39.800 orang pada akhir tahun 2024.
Pemangkasan jumlah karyawan ini juga sejalan dengan janji perusahaan sebelumnya untuk menghilangkan 'biaya struktural' senilai US$ 2 miliar (Rp 32 triliun) hingga US$ 3 miliar (Rp 49 triliun) pada akhir tahun depan.
"Chevron mengambil tindakan untuk menyederhanakan struktur organisasi kami, melaksanakan tugas dengan lebih cepat dan lebih efektif, serta memposisikan perusahaan untuk daya saing jangka panjang yang lebih kuat," kata sebuah pernyataan dari Wakil Ketua Chevron Mark Nelson, dikutip AFP, Kamis (13/2/2025).
"Kami tidak menganggap enteng tindakan ini dan akan mendukung karyawan kami selama masa transisi. Namun kepemimpinan yang bertanggung jawab memerlukan langkah-langkah ini untuk meningkatkan daya saing jangka panjang perusahaan kami bagi karyawan, pemegang saham, dan masyarakat kami," tambahnya.
Pengumuman ini muncul setelah Chevron bulan lalu melaporkan laba tahunan sebesar US$ 17,7 miliar (Rp 278 triliun), turun 17% dari tahun 2023. Setelah pengumuman PHK ini, saham Chevron turun 1,4% dalam perdagangan sore hari.
Hal yang sama juga dialami oleh perusahaan minyak Malaysia, Petronas. Perusahaan itu mengatakan ini untuk memastikan kelangsungan hidup jangka panjangnya di tengah meningkatnya tantangan dalam lingkungan operasi global.
"Alasan untuk melakukan ini adalah untuk memastikan kelangsungan hidup Petronas dalam beberapa dekade mendatang," muat laman media lokal mengutip Presiden dan Kepala Eksekutif Petronas, Tengku Muhammad Taufik Tengku Aziz, akhir pekan lalu, dikutip Reuters Senin.
"Jika kita tidak melakukannya sekarang, tidak akan ada Petronas dalam 10 tahun," tambahnya di outlet The Edge, tanpa mengatakan berapa banyak pekerjaan yang mungkin terpengaruh.
Muhammad Taufik mengatakan bahwa akan ada margin yang lebih tipis dan tantangan teknis yang lebih tinggi dalam proyek pengembangan minyak dan gas. Malaysia memperkirakan produksi gas alam dan minyak mentah yang lebih rendah pada tahun 2025 karena rencana penutupan beberapa fasilitas produksi untuk pemeliharaan dan meredanya permintaan di beberapa pasar ekspor.
Menurutnya, komposisi kontrak bagi hasil produksi diperkirakan akan berubah, yang menyebabkan pengurangan bagian laba Petronas. Ia menambahkan margin menguntungkan yang dinikmati oleh perusahaan akan menyusut menjadi dua digit rendah di tahun-tahun mendatang, dari di atas 20% saat ini.
"Ke depannya, Petronas tidak boleh hanya menjadi pemasok minyak atau gas alam, tetapi juga harus menawarkan lebih banyak produk seperti amonia biru, gas bersih yang dihasilkan dari hidrokarbon," tuturnya.
Kantor berita negara Bernama juga memuat cerita serupa, bagaimana CEO mengatakan bahwa langkah itu untuk memastikan Petronas dapat "terus berkontribusi pada pembangunan bangsa". Mengutip situs webnya, Petronas memiliki hampir 50.000 karyawan.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Badai PHK Honorer Bikin Cemas, Ini Respons MenpanRB
Next Article Menteri Jokowi Ini Ragu Korban PHK RI Membludak