Jakarta, CNBC Indonesia - Raja Arab memberi respons baru soal desakan Presiden Donald Trump agar negerinya mau menerima warga Palestina secara permanen berdasarkan rencana pengambil-alihan Gaza oleh Amerika Serikat (AS). Raja Yordania Abdullah II mengatakan bahwa Yordania berada pada "posisi teguh" menolak pemindahan warga Palestina di Gaza, termasuk di Tepi Barat yang diduduki yang berbatasan dengan negaranya.
"Ini adalah posisi Arab yang bersatu," katanya dalam sebuah posting di X, seusai bertemu dengan Trump di Gedung Putih, Selasa waktu setempat, dikutip Rabu (12/2/2025).
"Membangun kembali Gaza tanpa memindahkan warga Palestina dan mengatasi situasi kemanusiaan yang mengerikan harus menjadi prioritas bagi semua orang," tegasnya.
Raja Abdullah II adalah pemimpin Arab pertama yang bertemu Trump sejak rencana Gaza digulirkan. Saat pertemuan berlangsung, komentar Trump menempatkan Raja Abdullah II dalam posisi yang canggung, mengingat sensitivitas di Yordania atas klaim Palestina tentang hak untuk kembali ke tanah yang banyak ditinggalkan selama perang yang mengelilingi pembentukan Israel pada tahun 1948.
"Intinya adalah bagaimana membuat ini berhasil dengan cara yang baik untuk semua orang," katanya, tampak tidak nyaman dalam pertemuan dengan Trump, tanpa secara eksplisit mendukung atau menentang rencana Trump.
Terjepit di antara Arab Saudi, Suriah, Israel, dan Tepi Barat yang diduduki, Yordania sudah menjadi rumah bagi lebih dari 2 juta pengungsi Palestina dari populasinya yang berjumlah 11 juta jiwa, status dan jumlah mereka telah lama menjadi sumber kecemasan bagi para pemimpin negara tersebut. Amman juga terhuyung-huyung akibat penghentian bantuan selama 90 hari yang dilakukan Trump.
Sementara itu, Trump sendiri sepertinya yakin Yordania, termasuk Mesir, akan menuruti kemauannya untuk menampung warga Gaza. Kedua negara pasalnya bergantung pada bantuan ekonomi dan militer AS.
"Saya yakin kita akan memiliki sebidang tanah di Yordania. Saya yakin kita akan memiliki sebidang tanah di Mesir," kata Trump yang mengancam menahan bantuan untuk kedua negara.
"Kita mungkin memiliki tempat lain, tetapi saya pikir ketika kita menyelesaikan pembicaraan, kita akan memiliki tempat di mana mereka akan hidup dengan sangat bahagia dan sangat aman," tambahnya.
"Kami menyumbangkan banyak uang ke Yordania, dan juga ke Mesir... banyak untuk keduanya."
Rencana Baru Mesir untuk Gaza
Sementara itu, Mesir berencana untuk "menyajikan visi komprehensif untuk rekonstruksi" Jalur Gaza. Negeri itu akan memastikan warga Palestina tetap berada di tanah mereka.
Hal ini disampaikan Kementerian Luar Negeri Mesir Selasa malam. Melansir AFP, pernyataan itu muncul sehari setelah Trump mengatakan dia "mungkin" dapat menghentikan bantuan ke Mesir dan Yordania jika mereka menolak untuk bekerja sama dengan rencananya untuk mengambil alih Jalur Gaza dan memindahkan penduduknya ke negara mereka.
"Mesir berharap untuk bekerja sama dengan pemerintahan Trump dalam masalah ini, dengan tujuan mencapai penyelesaian yang adil atas masalah Palestina," katanya.
"Rencananya rekonstruksi Gaza dengan cara yang jelas dan tegas yang memastikan rakyat Palestina tetap berada di tanah mereka, dan sejalan dengan hak-hak yang sah dan legal dari orang-orang ini".
Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, yang akan bertukar undangan untuk kunjungan kenegaraan dengan Trump namun belum dijadwalkan telag mendesak pembangunan kembali Gaza "tanpa menggusur warga Palestina". Selama panggilan telepon dengan Perdana Menteri (PM) Denmark Mette Frederiksen, Sisi menekankan perlunya memulai pembangunan kembali Jalur Gaza tanpa menggusur warga Palestina dan dengan cara yang menjamin pelestarian hak-hak mereka untuk hidup di tanah air mereka itu.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Mengejutkan! Trump Sebut AS Akan Ambil Alih Gaza
Next Article Trump PDKT ke Pemilih Muslim AS, Bawa Isu Perang Gaza