RI Krisis Kelapa Parut karena China, Eksportir Akhirnya Kena Pil Pahit

6 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Wacana moratorium ekspor kelapa bulat yang sempat bergulir akhirnya tidak jadi diterapkan. Untuk mengatur laju ekspor komoditas ini, pemerintah memilih mekanisme Pungutan Ekspor (PE).

Hal ini sebagaimana disampaikan langsung oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso. Ia pun menyebutkan, kebijakan PE akan mulai difinalisasi dan ditetapkan dalam waktu dekat.

"Jadi, kalau nggak salah besok, minggu ini ya, minggu ini untuk menetapkan yang PE. Jadi kita pakai mekanisme PE dulu, Pungutan Ekspor," ujar Budi saat ditanya mengenai update wacana moratorium ekspor kelapa, di kantornya, Jakarta, Senin (19/5/2025).

Budi mengakui bahwa tingginya permintaan dari luar negeri membuat petani dan eksportir lebih memilih mengirim kelapa ke pasar internasional, lantaran harganya lebih menggiurkan. Akibatnya, stok kelapa bulat di pasar domestik menurun.

Pantauan harga kelapa di Pasar Rumput, Jakarta Selatan, Senin (19/5/2025). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)Foto: Pantauan harga kelapa di Pasar Rumput, Jakarta Selatan, Senin (19/5/2025). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Pantauan harga kelapa di Pasar Rumput, Jakarta Selatan, Senin (19/5/2025). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

"Pasokan kelapa bulat itu banyak. Tetapi karena permintaan ekspor tinggi, ya kemudian mereka semua ekspor gitu lah ya kurang lebih. Nah sehingga pasokan di dalam negeri menjadi berkurang. Karena harganya lebih bagus kalau diekspor," jelasnya.

Situasi ini menimbulkan ketimpangan antara kebutuhan industri dan pasar lokal dengan ekspor. Untuk itu, PE diharapkan menjadi instrumen penyeimbang.

"Nah, instrumennya apa? Instrumennya yang akan kita lakukan dengan PE, Pungutan Ekspor," tegas Budi.

Ia menambahkan, PE akan diberlakukan dengan mekanisme tertentu yang tujuannya adalah menahan laju ekspor tanpa harus melarangnya total. Harapannya, dengan adanya pungutan, eksportir akan menahan sebagian pasokan untuk pasar dalam negeri.

"Kalau diatur dengan PE, katakanlah sekian persen ya. Otomatis kan saya pikir tidak semua jadi ekspor. Ya akan mengurangi ekspor. Jadi kalau tidak semua ekspor, pasti yang bagus juga banyak (di dalam negeri). Nggak cuman 1-2 aja saya kira ya," kata Budi.

Aturan soal besaran PE ini dijadwalkan akan dirapatkan dan diumumkan dalam pekan ini. Pemerintah berharap langkah ini bisa menjaga keseimbangan antara kepentingan petani, pelaku ekspor, dan kebutuhan domestik.


(wur)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Mendag Pastikan RI Tak Jadi "Jalur Tikus" Barang China ke AS

Next Article Harga Kelapa Parut Meledak dan Langka, Pedagang Tiba-Tiba Sebut China

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|