Rupiah Dekati Level Saat 1998, BI Jamin RI Masih Jauh dari Krisis

4 days ago 13

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memastikan fundamental ekonomi nasional dalam situasi baik. Lesunya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) beberapa hari terakhir disebabkan faktor eksternal, terutama gebrakan Presiden Donald Trump.

Hal ini disampaikan Asisten Gubernur Bank Indonesia (BI) yang juga merupakan Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Solikin M. Juhro saat Taklimat Media di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (26/3/2025).

"Angka-angka makro kita, yang fundamental, indikator kita dari mulai GDP, inflasi, current account, semua baik. Utang luar negeri kita juga cukup manageable semua baik, dari sisi SSK (stabilitas sistem keuangan) juga permodalan, risiko kredit, ini semakin baik," kata Solikin.

"Jadi kalau ditanya, ya fundamental kita bagus," tegasnya.

Fundamental ekonomi yang bagus ini kata Solikin diawali dengan angka pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) yang masih tumbuh stabil. Pada 2023, di kisaran 5,04%, dan pada 2024 menjadi sebesar 5,02%.

Lalu dari sisi tekanan inflasi terjaga rendah, pada 2023 di level 2,81% dan pada 2024 menjadi hanya sebesar 1,57%. Current account pun sangat rendah hanya minus 0,41% pada 2023 menjadi hanya minus 0,32%.

Sementara itu rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya sebesar 29,79% pada 2023 dan ke level 30,43% pada 2024. Demikian juga rasio permodalan perbankan atau capital adequacy ratio (CAR) bergerak di kisaran 26,69% pada 2023 menjadi 27,76% pada 2025, dan risiko kredit atau non performing loan (NPL) masih di level 2,08%.

Angka-angka ini pun dibanding Solikin dengan negara-negara lain yang memiliki kapasitas ekonomi setara dengan Indonesia, seperti India, Korea Selatan, Vietnam, Filipina, Thailand, hingga Malaysia. Hasilnya angka-angka fundamental itu masih lebih baik.

"Kalau dibandingkan misal pertumbuhan ekonomi Vietnam lebih tinggi dari kita di level 5%, India juga tinggi tapikan inflasinya tinggi," tutur Solikin.

Dengan catatan ini, ia memastikan, Bank Indonesia memandang risiko krisis di dalam negeri masih jauh, apalagi kalau dibandingkan dengan periode krisis 1997-1998 yang fundamental ekonomi belum mampu terpantau lebih ketat.

"Jadi singkat kata ini apakah masih jauh? saya berani afirmasi ini masih jauh. Tapi bukan berarti kita complisent, kita harus terus monitor," tegasnya.

Sebagaimana diketahui, kemarin rupiah sempat jatuh ke level yang hampir seperti kondisi krisis 1998.

Berdasarkan data Refinitiv, kemarin rupiah sempat ke level Rp 16.640/US$ per pukul 09.46 WIB, melewati titik tertingginya pada intraday 23 Maret 2020 yang menyentuh posisi Rp16.620/US$ meskipun belum melewati posisi 1998 yang sempat menyentuh level Rp16.800/US$ di intraday 17 Juni.


(arj/mij)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Jurus BI Cegah Peredaran Uang Palsu di Lebaran 2025

Next Article Dolar AS Tembus Rp16.300, Begini Penjelasan Bos BI!

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|