Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten perbankan Himbara raksasa PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) berhasil ditutup cerah bergairah hingga melesat lebih dari 7% pada akhir perdagangan Rabu (15/1/2025), setelah beberapa hari terakhir merana hingga ke level psikologis Rp 3.800-an.
Saham BBRI ditutup terbang 7,63% ke posisi harga Rp 4.090/unit. Pada hari ini BBRI bergerak di rentang harga Rp 3.840 - 4.090 per unit.
Saham BBRI pada hari ini ditransaksikan sebanyak 3.975 kali dengan volume sebesar 4,08 juta lembar saham dan nilai transaksinya mencapai Rp 1,62 triliun. Adapun kapitalisasi pasarnya saat ini mencapai Rp 619,88 triliun.
Saham BBRI berhasil bangkit setelah beberapa hari terakhir merana hingga menyentuh level psikologis Rp 3.800-an. Dalam sepekan terakhir, saham BBRI menguat 0,74%. Namun dalam sebulan terakhir merosot 1,92%. Sedangkan sejak awal 2025 hingga hari ini, BBRI ambles 2,85%.
Dari valuasinya, berdasarkan rasio price to earnings (PER), saham BBRI saat ini mencapai 10,13 kali. Sedangkan price to book value (PBV) BBRI mencapai 1,92 kali. Artinya secara sederhana, saham BBRI sudah cukup murah.
Dengan murahnya BBRI di tambah kemarin menyentuh level bottom-nya, apalagi ada sentimen positif dari penurunan suku bunga BI, maka pasar mulai kembali melirik dan memburunya pada hari ini.
Di lain sisi, pada hari ini, BBRI telah melakukan pembayaran atau pembagian dividen interim untuk tahun buku 2024 senilai Rp135 per saham kepada para pemegang sahamnya.
Nilai dividen interim BBRI pada 2024 meroket 60,7% dibandingkan dividen interim tahun sebelumnya Rp 84 per saham atau total Rp 12,66 triliun.
Adapun pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen adalah yang namanya tercatat sebagai pemegang saham BRI per tanggal 30 Desember 2024 pukul 16.00 WIB.
Selain karena valuasi sudah cukup murah, sentimen dari pemangkasan suku bunga BI juga turut menopang BBRI pada hari ini.
BI menurunkan suku bunga acuanny (BI-Rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75% pada hari ini. Ini adalah penurunan suku bunga pertama di tahun ini. Sebelumnya, BI memangkas suku bunga sebesar 25 bps pada September tahun lalu.
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan ketika BI menurunkan BI Rate, ini sesuai dengan stance atau pandangan bank sentral 'prostability and progrowth'. Ini pun sejalan dengan masih terbukanya ruang penurunan suku bunga. Melihat dari momentumnya, BI menilai keputusan ini sudah sesuai dengan dinamika yang ada.
"Nah, waktunya tentu saja, sesuai dinamika yang terjadi di global dan internasional, Dan itu terus kamiterus ulang-ulang dari bulan ke bulan," kata Perry, dalam paparan hasil RDG BI, Rabu (15/1/2025).
Perry pun mengatakan dinamika yang dipantau BI mencakup dinamika global dan dalam negeri. BI, katanya, sudah memperhatikan arah kejelasan kebijakan yang terutama ditempuh pemerintah AS dan Fed Fund Rate (FFR).
Perry mengatakan penurunan FFR pada tahun diyakini hanya sebanyak satu kali. Dari arah ini, BI bisa memperkirakan arah pergerakan dolar indeks (DXY).
"Bukan kami menunggu semuanya jelas tapi kan pengambilan keputusan harus menunggu kepastian, meski belum jelas-jelas banget," paparnya.
Kedua, dari sisi domestik, BI mencermati bahwa inflasi dalam negeri cukup rendah dan akan tetap rendah ke depannya. Dengan inflasi rendah, maka ruang penurunan suku bunga terbuka ke depannya.
Selain itu, BI yakin nilai tukar rupiah saat ini tetap stabil dan sejalan dengan nilai fundamentalnya.
"Dan kami menakar nilai tukar itu sejalan dengan nilai fundamentalnya. Skenario nilai tukar sekarang dan ke depan konsistensi dengan pengendalian inflasi," ujar Perry.
Pertimbangan terakhir, kata Perry, adalah data survei ekonomi BI. BI melihat ada kecenderungan pertumbuhan ekonomi lebih rendah pada tahun ini. Pelemahan ini telah muncul sejak kuartal IV-2024 yang diperkirakan akan lebih rendah dari perkiraan.
"(Pertumbuhan ekonomi) 2024 sedikit lebih rendah dari 5% tapi di atas 5 ,1%. Tahun 2025, yang titik tengahnya 5,2% itu lebih rendah jadi 4,7%-5,5%. Jadi ini timing untuk penurunan suku bunga untuk menciptakan growth story yang lebih baik," ungkapnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Diburu Investor, Apa Itu Fenomena January Effect?
Next Article Melesat 11,79%, Saham BRI (BBRI) Balik Ke Rp 5.000-an Lagi