Semua Mata Tertuju ke The Fed, Ini Tanda Suku Bunga AS Naik atau Turun

2 weeks ago 19

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed), akan merilis acuan suku bunga, Rabu waktu AS. Sejumlah pelaku pasar pun mulai memperkirakan arah kebijakan lembaga yang dikenal dengan sebutan The Fed itu.

Sejauh ini, hampir tidak ada peluang bagi pembuat kebijakan bank sentral untuk beranjak dari tingkat suku bunga acuan saat ini, yang ditargetkan dalam kisaran antara 4,25%-4,5%. Ketua The Fed, Jerome Powell dan rekan-rekannya dalam beberapa minggu terakhir telah menganjurkan pendekatan yang 'sabar'.

Namun, mereka juga diharapkan untuk memberikan petunjuk tentang ke mana arahnya menggugat kebijakan perdagangan dan fiskal Presiden Donald Trump yang tidak pasti. Arah ini dapat berisi proyeksi inflasi dan pertumbuhan ekonomi hingga seberapa sering, jika memang ada, mereka berharap untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut.

"Tidak ada peluang untuk memangkas pada hari Rabu, jadi semua hal lainnya menjadi lebih penting," kata ekonom senior di Allianz Trade North America, Dan North.

"Mereka pada dasarnya akan berkata, 'Anda tahu, kami tidak terburu-buru sama sekali sekarang'," tambahnya.

Berdasarkan data terkini, Fed dapat menaikkan prospek inflasi tahun 2025 (pada bulan Desember, prospeknya adalah 2,5% baik untuk inti maupun utama) sambil menurunkan proyeksi PDB-nya (dari 2,1%). Powell akan menjadi tuan rumah konferensi pers pasca pertemuan seperti biasanya.

Mengenai pertanyaan tentang suku bunga, Komite Pasar Terbuka Federal akan menggunakan kisi 'dot plot' dari niat masing-masing anggota. Namun, hal ini menimbulkan dua pandangan yang berbeda di pasar

Pandangan pertama yakni terkait bagaimana The Fed mempertahankan prospeknya pada bulan Desember untuk dua kali pemotongan dan akhirnya menghapus satu atau keduanya. Namun, ada juga asumsi bahwa The Fed menambahkan satu lagi sebagai pernyataan kekhawatiran atas potensi perlambatan. Segalanya tampaknya dapat dipertimbangkan.

"Saya pikir mungkin hanya ada satu atau tidak ada pemotongan tahun ini, terutama jika tarif tetap berlaku," tambah North.

"Saya tidak berpikir mereka akan mencoba menyelamatkan ekonomi dengan memangkas suku bunga, karena mereka tahu bahwa jika mereka memicu inflasi, mereka harus kembali dan memulai dari awal lagi," jelasnya.

Para ekonom khawatir tarif Trump dapat memicu kembali inflasi, terutama jika presiden bersikap lebih agresif setelah Gedung Putih merilis tinjauan global tentang situasi tarif pada tanggal 2 April. Jika Fed semakin khawatir tentang inflasi yang dipicu oleh tarif, mereka dapat menjadi semakin enggan untuk memangkas.

"Kekhawatiran itu muncul karena kecurigaan bahwa Fed tidak lagi 'bertanggung jawab', karena telah menyerahkan kendali kebijakan ekonomi makro kepada pemerintahan Trump," tulis ahli strategi valas dan suku bunga global di Macquarie, Thierry Wizman.

"Mengingat ketidakpastian saat ini, dan peningkatan ekspektasi inflasi baru-baru ini, Fed mungkin merasa sulit untuk mengisyaratkan tiga kali penurunan suku bunga lagi, atau bahkan dua kali lagi. Fed dapat menunda satu kali penurunan suku bunga hingga tahun 2026, sehingga hanya menyisakan satu kali penurunan dalam 'titik' rata-rata untuk tahun 2025," tambahnya.

Penurunan untuk Hindari Turbulensi

Ekonom Goldman Sachs David Mericle menyebutkan bahwa jika Fed memutuskan untuk tetap melakukan dua kali penurunan, kemungkinan besar itu hanya untuk menghindari menambah turbulensi pasar baru-baru ini. Padahal, rata-rata pasar saham utama berkisar di sekitar wilayah koreksi, atau penurunan 10% dari titik tertinggi.

"Para pedagang tidak mengharapkan penurunan suku bunga awal terjadi setidaknya hingga bulan Juni, dan memperkirakan pelonggaran tambahan seperempat poin persentase dan peluang sekitar 50-50 untuk langkah ketiga pada akhir tahun," tumpal ukuran FedWatch milik CME Group mengenai harga berjangka dana Fed.

Walau begitu, peluang 50-50 ini dianggap terlalu ambisius. Wizman dari Macquarie menyebutkan bahwa hal ini malah membesarkan sinyal ketidakpercayaan dari The Fed.

"Efeknya, pasar tampaknya menjadi terlalu dovish terhadap Fed, dan alih-alih mengisyaratkan keyakinannya sendiri terhadap prospeknya, Fed mungkin malah mengeluarkan sinyal tidak percaya. Dengan kata lain, pertemuan FOMC mungkin menyisakan banyak pertanyaan yang belum terjawab, seperti halnya konferensi pers oleh Jay Powell," katanya, menggunakan nama panggilan Powell.


(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Inflasi AS Melandai, Ada Harapan The Fed Pangkas Suku Bunga

Next Article Siap-Siap Ada Dana US$ 6-7 Triliun Siap Masuk RI, Rupiah Bisa Strong!

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|