Jakarta, CNBC Indonesia - Kejutan datang dari Bank Indonesia (BI) di awal tahun ini. Di tengah gejolak nilai tukar rupiah, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI memutuskan untuk memangkas suku bunga BI Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,75%.
Ini adalah pemangkasan pertama di tahun 2025, setelah September tahun lalu, BI memangkas 25 bps. Keputusan BI ini bertolak belakang dengan konsensus CNBC Indonesia yang dihimpun dari 15 lembaga/institusi. Konsensus secara absolut memproyeksikan bahwa BI akan kembali menahan suku bunganya di level 6%.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan ketika BI menurunkan BI Rate, ini sesuai dengan stance atau pandangan bank sentral 'prostability and progrowth'. Ini pun sejalan dengan masih terbukanya ruang penurunan suku bunga. Melihat dari momentumnya, BI menilai keputusan ini sudah sesuai dengan dinamika yang ada.
"Nah, waktunya tentu saja, sesuai dinamika yang terjadi di global dan internasional, Dan itu terus kami terus ulang-ulang dari bulan ke bulan," kata Perry, dalam paparan hasil RDG BI, Rabu (15/1/2025).
Perry pun mengatakan dinamika yang dipantau BI mencakup dinamika global dan dalam negeri. BI, katanya, sudah memperhatikan arah kejelasan kebijakan yang terutama ditempuh pemerintah AS dan Fed Fund Rate (FFR).
"Itu yang kemudian menjelaskan kepada kita ada ruang ada kita manfaatkan tapi karena arah pemerintahan AS setelah Pemilihan Presiden Trump dan arah kebijakan FFR. Dan kami ikuti dari bulan-bulan sebelumnya itu masih tinggi," paparnya.
Kedua, dari sisi domestik, BI mencermati bahwa inflasi dalam negeri cukup rendah dan akan tetap rendah ke depannya. Dengan inflasi rendah, maka ruang penurunan suku bunga terbuka ke depannya.
Selain itu, BI yakin nilai tukar rupiah saat ini tetap stabil dan sejalan dengan nilai fundamentalnya.
"Dan kami menakar nilai tukar itu sejalan dengan nilai fundamentalnya. Skenario nilai tukar sekarang dan ke depan konsistensi dengan pengendalian inflasi," ujar Perry.
Pertimbangan terakhir, kata Perry, adalah data survei ekonomi BI. BI melihat ada kecenderungan pertumbuhan ekonomi lebih rendah pada tahun ini. Pelemahan ini telah muncul sejak kuartal IV-2024 yang diperkirakan akan lebih rendah dari perkiraan.
"(Pertumbuhan ekonomi) 2024 sedikit lebih rendah dari 5% tapi di atas 5 ,1%. Tahun 2025, yang titik tengahnya 5,2% itu lebih rendah jadi 4,7%-5,5%. Jadi ini timing untuk penurunan suku bunga untuk menciptakan growth story yang lebih baik," ungkapnya.
Lima ekonom di Indonesia pun memberikan komentar terhadap keputusan BI ini, berikut rangkumannya:
-
Head of Security Research Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro
Satria melihat akan ada risiko negatif terhadap aset rupiah setelah BI tiba-tiba memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,75%.
"BI pada dasarnya menurunkan suku bunga acuan saat ekspektasi suku bunga global masih meningkat. Divergensi kebijakan nonkonsensus dari BI ini dapat mempersempit perbedaan imbal hasil antara Indonesia dan dunia, yang pada akhirnya memberikan tekanan pada rupiah," tegas Satria, dikutip Kamis (16/1/2025).
Satria menambahkan pihaknya khawatir pemangkasan suku bunga dapat mendorong pedagang valas untuk membangun posisi short terhadap rupiah, atau investor institusional mengambil posisi jual saat kekuatan muncul.
"Mengingat pengaruh arus asing saat ini, setiap keuntungan dalam obligasi dan ekuitas rupiah dapat 'berumur pendek' jika mata uang tersebut tidak terjangkar dengan baik," ungkapnya.
Dia pun menekankan timing atau waktu pemangkasan suku bunga juga kurang tepat. Waktu pemangkasan suku bunga BI sangat kontroversial karena ekonomi akan memasuki periode permintaan dolar yang tinggi secara musiman ke depan.
"Kami memperkirakan permintaan valas akan meningkat pada bulan Maret, ketika impor bahan bakar dan barang konsumsi biasanya melonjak untuk Idul Fitri; sebelum mencapai puncaknya pada bulan Mei ketika utang luar negeri sebesar US$ 8,7 miliar akan jatuh tempo - dua kali lipat jumlah pada bulan Mei tahun lalu," papanya.
-
Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalita Situmorang
Hosianna menilai keputusan BI ini bertujuan untuk menyeimbangkan pertumbuhan dengan stabilitas, karena inflasi tahun 2024 tetap dalam target 1,57%, didukung oleh harga pangan dan energi yang lebih rendah serta efek dasar yang tinggi.
"Dengan inflasi yang diperkirakan akan tetap rendah selama dua tahun ke depan, Bank Indonesia memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga," tegasnya.
Kebijakan fleksibel bank sentral, menurutnya, dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan kredit di sektor-sektor seperti ritel, konstruksi, real estat, UKM, manufaktur, transportasi, dan ekonomi hijau.
-
Global Markets Economist Maybank Indonesia Myrdal Gunarto
Myrdal mengaku tidak kaget dengan keputusan BI. Pasalnya, dia telah melihat peluang penurunan sejak beberapa bulan lalu. Dia menilai pemakasan suku bunga dibutuhkan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
"Dari beberapa bulan yang lalu saya sih juga menyuarakan supaya suku bunga BI Rate ini turun ya, demi mendongkrak performa ekonomi Indonesia terutama dari sisi sektor riil yang memang masyarakat kita butuh suku bunga yang lebih rendah, baik itu untuk kebutuhan bisnis maupun untuk kebutuhan terkait konsumsi," papar Myrdal kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (16/1/2025).
"Dan memang kalau saya lihat sih ini sebenarnya wajar BI Rate turun, karena kalau kita lihat dari transmisi imported inflation terhadap inflasi relatif rendah, inflasi kita juga sangat rendah sekali di level 1,57p pada tahun lalu," tambahnya.
Terbukti, gap antara BI Rate dan inflasi sangat lebar sehingga masih banyak ruang untuk suku bunga turun. Ke depannya, dia pun melihat tekanan imported inflation terkendali. Lalu, harga minyak juga sulit untuk melonjak signifikan, kendati perang masih di mana-mana.
Dia menekankan memang BI Rate yang lebih rendah itu dibutuhkan sebagai sinergi antara kebijakan fiskal yang relatif friendly dan kebijakan moneter BI.
"Jadi walaupun pemerintah sudah jor-joran beri insentif fiskal dan PPN hanya diberikan untuk beberapa golongan yang sangat selektif tapi kalau misalnya BI Rate tidak turun ini kelihatannya kurang greget ya," tegasnya.
-
Chief Economist at PT Bank Syariah Indonesia Tbk. Banjaran Surya Indrastomo
Menurut Banjaran, keputusan BI memangkas BI Rate sejalan dengan pelemahan nilai tukar rupiah pada Januari 2025 yang lebih rendah dibandingkan pelemahan nilai tukar negara peers lainnya.
"Dan keputusan tersebut juga didorong oleh tetap rendahnya perkiraan inflasi pada 2025, sama upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kan," paparnya.
Namun, secara timing, dia mengaku kaget. Pasalnya masih ada tekanan terhadap surat berharga di Tanah Air.
"Tetapi timingnya cukup suprising nih, mengingat ada tekanan ke surat berharga dalam negeri, upside nya memang masih ada ruang karena Fed dan BI Rate ada gap 1,5% dan ini membantu mengurangi beban utang pemerintah," ungkapnya.
-
Head of Economist PT Bank Central Asia Tbk. David E. Sumual
David menuturkan pemangkasan BI Rate ini tidak diduga sebelumnya. Namun, dia memahami bahwa inflasi memang sangat terkendali, sehingga ada ruang untuk mendorong pertumbuhan, meskipun nilai tukar agak tertekan.
David melihat manuver BI menurunkan suku bunga sebagai upaya menjaga rupiah, melalui instrumen SRBI.
"Tapi memang kurs juga agak tertekan ya, nah ini BI tampaknya mencoba jaga attractiveness rupiah melalui SRBI rate yang relatif menarik."
Dia pun menilai ruang penurunan lanjutan terbatas mengingat tekanan terhadap rupiah.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: 3 Data Ekonomi Penting Dinanti, Kemana Gerak IHSG & Rupiah?
Next Article Video: Jika BI Pangkas Suku Bunga, Ekonom Ingatkan Risiko Ini