Simak! Analisis Lengkap Soal Ekonomi Terkini RI dari Kacamata JK

2 days ago 10

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha kondang yang telah menjadi Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla membagikan pandangannya mengenai perekonomian Indonesia.

Secara gamblang dan blak-blakan, Jusuf Kalla atau yang dikenal dengan JK berbicara soal perang dagang Trump 2.0, target pertumbuhan ekonomi RI, investasi, hilirisasi hingga Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di Cuap-Cuap Cuan CNBC Indonesia.

Di tengah gejolak ekonomi global akibat ulang Presiden Donald Trump, JK menilai Indonesia tidak perlu khawatir berlebihan. Menyoal perang dagang ini, dia yakin kondisi ini tidak akan lama.

"Ini hanya pressure, agar orang (negara-negara) taat apa maunya Trump. Maunya itu adalah meningkat kan industri dalam negeri," ujar JK.

Dia pun yakin Amerika Serikat (AS) tidak akan secepat itu bisa membuat industri dalam negerinya, menggantikan apa yang diproduksi oleh China, Vietnam dan Indonesia. Aspek upah pekerja menjadi salah satu kendala AS, upah di wilayah Asia jauh lebih murah.

JK mencontohkan upah pekerja di AS mencapai US$ 16 per jam atau Rp 2 juta per hari. Ini jauh lebih mahal dari di Vietnam atau Indonesia, sebesar Rp 4 juta per bulan.

"Jadi di sini untuk kerja sebulan, di AS untuk kerja sehari," ungkapnya. Selain itu, membangun pabrik tidaklah mudah, butuh persiapan sekitar 1 tahun. JK melihat pengenaan tarif impor tinggi oleh Trump terhadap mitra dagang utama AS, termasuk Indonesia, sebatas gertak sambal belaka.

JK memandang perhitungan ekonomi yang digunakan Trump saat mengenakan tarif dagang yang tinggi ke negara mitranya itu, malah berimplikasi langsung ke masyarakatnya sendiri.

"Karena menyebabkan harga-harga akan naik di negaranya sendiri, mulai 10%, 15%, tapi tidak 30%, dan kita lihat beberapa hari kemudian rakyat Amerika dan di bagian dunia lain memprotes itu, demo besar-besaran," ujarnya.

JK menjelaskan, tak adanya perhitungan ekonomi yang dia lakukan tergambar dari skema pengenaan tarif dagangnya. Bila menggunakan perhitungan ekonomi JK menilai Trump akan mengenakan tarif dagang berdasarkan komoditas impor yang masuk ke negaranya, bukan berdasarkan pertimbangan negara semata.

"Jadi ini isunya politik, bukan ekonomi. Kalau ekonomi dia harus berdasarkan komoditas dong," tegas JK.

Oleh sebab itu, JK menekankan, Trump tidak akan lama konsisten dengan kebijakannya tersebut, terbukti dari penundaan pemberlakuan tarif yang sudah ia putuskan selama 90 hari, kecuali untuk China karena membalas pengenaan tarifnya.

"Makanya, China melawan, bingung lah dia. Karena itu orang yang paling bingung sekarang di dunia ini Trump, melanjutkan salah, tidak melanjutkan malu. Target sebenarnya kan China aja kan," papar JK.

Oleh karena itu, JK mengingatkan kepada Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, jangan khawatir.

"Tidak apa-apa, tenang saja!" kata JK.

Kepada Airlangga, JK juga mengatakan efek dari pengenaan tarif 32% oleh Trump ke Indonesia sangat minim. JK mempertimbangkan porsi ekspor RI ke AS hanya sebesar 10% dan porsi ekspor terhadap PDB RI hanya 20%.

"Jadi tidak akan masalah besar bagi ekonomi kita, 0,2% pengaruhnya dari GDP. Jadi ini yang kadang-kadang tidak dihitung oleh ekonom-ekonom. Jadi saya hitungkan bahwa pengaruhnya kecil ini. Jadi jangan khawatir lah, tenang aja lah. Dan ini tidak lama gertakan ini, ini hanya pressure agar orang taat apa maunya Trump," kata JK.

Ekonomi RI Tak Baik-Baik Saja!

Dalam kesempatan ini, JK mengungkapkan kondisi ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Hal ini diperburuk oleh efek perang dagang yang diluncurkan Presiden AS Donald Trump, yang turut berpotensi sebabkan perlambatan ekonomi dunia.

"Kita semua tahu ekonomi dunia ini bermasalah, terjadi penurunan, termasuk yang terakhir ini dengan tarif yang dikeluarkan oleh Trump, itu mempunyai efek luas, walaupun ditunda," kata pria yang akrab disapa JK itu dalam program Koneksi Cuap Cuap Cuan CNBC Indonesia, dikutip Rabu (16/4/2025).

Wapres era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo itu menjelaskan, sebelum ada efek perlambatan ekonomi akibat kebijakan tarif tinggi yang dikenakan Trump kepada mitra dagang utamanya, ekonomi Indonesia sudah dalam kondisi tertekan.

Dari sisi fiskal, APBN harus terus menanggung defisit, menyebabkan penumpukan utang yang terus berlanjut. Sebagaimana diketahui, kondisi ini tercermin dari realisasi pengelolaan APBN dalam tiga bulan pertama tahun ini yang telah mencapai defisit Rp 104,2 triliun, dengan total penarikan utang baru dalam bentuk pembiayaan anggaran sudah tembus Rp 250 triliun.

Penarikan utang baru untuk pembiayaan anggaran itu sudah sebesar 40,6% dari target tahun ini senilai Rp 616,2 triliun. Sedangkan realisasi defisit APBN per akhir Maret 2025 senilai Rp 104,2 triliun, atau 0,45% dari PDB. Nilai defisit itu setara 16,9% dari target yang telah ditetapkan dalam APBN 2025.

Total nilai utang pemerintah pusat sendiri per Januari 2025 sudah mencapai Rp 8.909,14 triliun atau naik sekitar 1,22% dari catatan per Desember 2024 sebesar Rp 8.801,09 triliun. Rasio utang pemerintah terhadap PDB pada Januari 2025 di kisaran 39,6% dan diperkirakan lembaga pemeringkat asing seperti Fitch Rating akan tembus di level 40,4% terhadap PDB sepanjang tahun ini.

Selain itu, JK mengingatkan, net investasi juga belum optimal untuk terus mendukung pertumbuhan ekonomi lebih kencang.

Daya Beli Lesu

Daya beli masyarakat pun ia tegaskan kini tengah tertekan karena pendapatan masyarakat makin minim, di tengah besarnya gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK serta makin terbatasnya lapangan pekerjaan.

Tekanan daya beli ini kata dia terlihat jelas dari aktivitas di pusat-pusat perdagangan masyarakat yang mencerminkan roda ekonomi secara riil, seperti di Pasar Tanah Abang hingga Pasar Senen.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang dikeluarkan Bank Indonesia dari hasil survei terhadap para konsumen juga telah turun beruntun dalam tiga bulan tahun ini. Per Maret 2025 hanya 121,1, Februari 126,4, dan Januari di level 127,2.

Menurut JK, tertekannya daya beli masyarakat Indonesia saat ini merupakan hasil akumulasi dari permasalahan di sektor ketenagakerjaan. Mulai dari pendapatan kelas pekerja yang stagnan, maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga terbatasnya lapangan kerja formal.

Kondisi itu disebabkan seretnya aliran investasi ke dalam negeri karena masalah regulasi di Indonesia yang kerap berubah-ubah hingga menimbulkan ketidakpastian berusaha.

"Akibat situasi birokrasi yang begini, kekhawatiran masyarakat, banyaknya kritikan dari masyarakat, menyebabkan orang asing dari luar negeri, dari mana-mana, lebih memilih Vietnam, Thailand, daripada Indonesia," tegasnya.

"Jadi dua penggerak ekonomi kita tidak jalan. Investasi dan government spendingnya," ucap JK.

Wakil Presiden ke-10 Jusuf Kalla dalam program CNBC Indonesia Cuap Cuap Cuan di Jakarta, (11/4/2025). (CNBC Indonesia TV)Foto: Wakil Presiden ke-10 Jusuf Kalla dalam program CNBC Indonesia Cuap Cuap Cuan di Jakarta, (11/4/2025). (CNBC Indonesia TV)
Wakil Presiden ke-10 Jusuf Kalla dalam program CNBC Indonesia Cuap Cuap Cuan di Jakarta, (11/4/2025). (CNBC Indonesia TV)

Utang RI Rp 8.900 Triliun

JK juga menyoroti besarnya nominal utang pemerintah saat ini yang sudah menembus Rp 8.909,14 triliun per Januari 2025. Ini membuat Wakil Presiden periode ke-10 dan ke-12 resah.

Ia melihat beban utang tersebut turut mengerek biaya pembayaran bunga utang dalam APBN pemerintah, menyebabkan anggaran pemerintah yang seharusnya bisa jor-joran untuk pembangunan ekonomi malah makin terbatas.

Akibatnya, belanja negara yang seharusnya bisa menjadi dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi malah menjadi lemah, membuat pertumbuhan ekonomi stagnan di level 5% satu dekade terakhir.

"Walaupun APBN (anggaran belanja) besar, Rp 3.200 triliun-3.600 triliun, tapi ini sepertiganya habis untuk utang dan pembayaran bunga," katanya

Padahal, JK mengingatkan, porsi belanja pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi cukup besar. Meskipun, kalau dilihat berdasarkan struktur PDB, per kuartal I-2025, distribusi konsumsi pemerintah terhadap PDB hanya sekitar 10%. Terbesar dari Konsumsi rumah tangga 53% lebih, investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 30,12%, dan ekspor 23,36%.

Namun, menurut JK, belanja pemerintah atau government spending dan investasi merupakan dua komponen utama yang sangat mempengaruhi kemampuan konsumsi masyarakat, khususnya dari sisi penopang daya beli, karena bisa menciptakan lapangan pekerjaan secara cepat.

"Konsumsi masyarakat harus didahului dengan pendapatan masyarakat. Pendapatan masyarakat itu kalau anggaran pemerintah cukup tinggi untuk meningkatkan ekonomi, untuk bikin infrastruktur, orang bekerja. Yang kedua, pendapatan masyarakat terjadi kalau dia bekerja, kalau ada investasi, ini tidak terjadi atau malah berkurang," tegasnya.

Oleh sebab itu, JK mengingatkan pentingnya pengelolaan utang dari sisi nominal, bukan hanya sekedar berpedoman dari rasio utang terhadap PDB. Apalagi, dalam 5 tahun terakhir, belanja pemerintah ia anggap tidak teralokasikan dengan benar untuk belanja produktif.

"Ini kan dipakai macam-macam, kayak dipakai untuk bangun IKN, begitu banyak subsidi-subsidi, kemudian biaya kemarin untuk pemilu, semua itu kan sebabkan basis anggaran pemerintah menurun kemampuannya, menyebabkan ekonomi masyarakat juga menurun," ujar JK.

Target Pertumbuhan Ekonomi 8%

JK menilai target pertumbuhan ekonomi 8% yang disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto akan sulit untuk digapai.

Butuh kerja keras dari pemerintah dan semua pihak karena situasi ekonomi global maupun nasional tidak mendukung untuk pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

"Dalam kondisi sekarang 8% itu sulit sekali. Kita melihatnya ke depan 2-3 tahun ekonomi dunia tidak akan tumbuh seperti itu," ujar Jusuf Kalla dalam program Koneksi Cuap-Cuap Cuan CNBC Indonesia, dikutip Rabu (16/4/2025).

JK pun menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi bukan hanya soal angka. Pertumbuhan ekonomi harus menciptakan kesejahteraan rakyat.

"Kalau ekonomi tumbuh pasti banyak peresmian pabrik. Dimana sekarang peresmian pabrik? Jadi memang cita-cita sih oke. Tapi kan itu kerja keras," tegasnya.


(haa/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: RI Ketiban Durian Runtuh Rp587,84 Triliun, Ini Sumbernya

Next Article Terkuak! Ekonomi RI Tak Mampu Tumbuh 5% Tanpa 'Faktor X' Ini

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|