Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah memilih Dan Caine sebagai Kepala Staf Gabungan Militer AS berikutnya pada Jumat (21/2/2025) waktu setempat.
Hal ini mengejutkan karena Caine yang merupakan seorang pensiunan jenderal bintang tiga itu tidak masuk radar Washington hingga pelantikannya.
Mengutip Channel News Asia, Caine dan Trump diketahui bertemu pertama kali di Irak pada tahun 2018. Caine, yang saat itu menjabat wakil komandan satuan tugas operasi khusus yang memerangi ISIS, mengatakan kepada presiden bahwa kelompok militan itu dapat dihancurkan hanya dalam seminggu.
Hal itu dikenang Trump dalam pidatonya di Konferensi Aksi Politik Konservatif pada tahun 2019.
Sejak saat itu, ia telah menceritakan kembali kisah tentang bagaimana ia bertemu "Razin" Caine beberapa kali. Pujian juga makin deras mengalir.
"Ia seorang jenderal sejati, bukan jenderal televisi," kata Trump di Miami pada Rabu (19/2) dua hari sebelum unggahannya di Truth Social yang mengumumkan Caine dari masa pensiun ke nominasi untuk menjadi perwira aktif paling senior di militer AS.
Jika disetujui oleh Senat, Caine akan mengambil alih militer yang terhuyung-huyung karena perubahan dalam 30 hari pertama pemerintahan Trump. Selain itu, juga akan mewarisi Staf Gabungan yang terguncang oleh pemecatan mendadak Trump terhadap ketua Kepala Staf Gabungan, Jenderal Angkatan Udara CQ Brown.
Dalam prosesnya nanti, Caine yang merupakan seorang pensiunan pilot F-16, akan dipromosikan menjadi jenderal bintang empat, dan kemudian harus menjalani proses konfirmasi Senat untuk mendapatkan masa jabatan empat tahun sebagai kepala militer negara yang berseragam.
Karier militer Caine sangat berbeda dari jalur tradisional untuk menjadi penasihat militer utama presiden. Para jenderal dan laksamana sebelumnya pernah memimpin komando tempur atau cabang militer.
Caine tidak naik jabatan setinggi itu sebelum pensiun. Menurut Trump, ia
"dilewatkan untuk dipromosikan" Presiden AS sebelumnya, Joe Biden.
Caine lulus pada tahun 1990 dari Virginia Military Institute dengan gelar sarjana di bidang Seni dan Ekonomi. Ian menyadari bahwa ia mungkin harus menembak jatuh pesawat yang dibajak jika ada yang melintasi jalannya.
"Saya sangat berhati-hati bahwa jika kami melakukan kesalahan atau jika kami salah atau jika kami tidak mengenai seseorang dan kami tidak menembak, konsekuensinya bisa sangat buruk," kata Caine, yang juga menerbangkan pesawat T-37 dan T-38, dalam sebuah artikel yang diunggah di situs web CIA.
Caine memegang sejumlah jabatan di ibu kota sejak tahun 2005. Ia menjabat sebagai asisten khusus sekretaris di Departemen Pertanian dan kemudian direktur kebijakan untuk kontraterorisme di dewan keamanan dalam negeri Gedung Putih.
Menurut biografi resmi Angkatan Udara, Caine adalah anggota paruh waktu Garda Nasional dan "seorang pengusaha dan investor berantai" dari tahun 2009 hingga 2016.
Ia baru-baru ini menjabat sebagai direktur asosiasi untuk urusan militer di Badan Intelijen Pusat, sebelum pensiun akhir tahun lalu. Tetapi waktunya di Irak dari tahun 2018 hingga 2019-lah yang membantunya menarik perhatian Trump.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini: